SITA MOTOR

139 10 7
                                    

"Ya, tidak tahu. Itu terserah Njenengan, mau pinjam sama siapa!"

"Kasih tempo, Mas. Biar nanti saya selesaikan masalah utangnya Kang Noto. Ya?"

"Tidak bisa, Yuk War. Saya mau sekarang."

"Kalau sekarang, kami belum ada uang, Mas."

"Begini saja. Bagaimana kalau untuk sementara motor Kang Noto saja tahan sebagai jaminan. Bagaimana?" tawar Pondi.

"Utang sak yuto kok kate nyita motor!" (Utang satu juta kok mau sita motor!).

"La apa Njenengan, tahu kalau saya belanja juga dari pinjam sama bank? Njenengan, tahu? Njenengan, 'kan tahunya ada barang waktu datang ke warung saya. Iya, 'kan?"

"Ogak lo! Awakmu ki dadi tonggo kok kebacut men! Utang sakmono sampek kate nyita motor mbarang, he?" (Tidak loh. Kamu ini jadi tetangga kok keterlaluan sekali! Utang sejumlah itu sampai mau sita motor, he?).

"Tetangga, ya tetangga. Uang tak kenal tetangga. Kok malah saya yang jadinya terkesan mengemis-mengemis. Bagaimana toh ini."

"La terus awakku megawe numpak opo, he!" (La terus aku bekerja naik apa, he!).

"Bukan urusan saya, Kang."

"Lo nglunjak tenan ki wong!" (Kurang ajar sekali orang ini!).

"Bukannya kurang ajar. Saya ini perlu uang saya, untuk belanja barang."

"Begitu saja buat status di FB. Gais, Gais. Kalau belanja di warung kecil, usahakan jangan ditawar ya, Gais. Mereka sedang tidak cari untung, tetapi cari makan. Buktinya mana, ha? Mana? Saya juga ini cari makan, Kang!"

"Kok malah kewanen tenan ki wong! Jikokno golokku kono, Mak!" (Kok malah berani ini orang! Ambilkan golokku sana, Mak!).

"Iya. Tidak apa-apa. Bunuh saja sekalian. Biar makin panjang urusannya. Ini saya rekam loh, Kang. Mau Njenengan, saya adukan ke polisi atas tuduhan ancaman. Mau?"

"Anu ... anu. Maksudku nggo ngerok delamakan sikilku. Iyo. Eh, anu. Hok oh. Gatel sikilku. He he he. Pis." (Anu ... anu. Maksudku untuk mengerok telapak kaki. Iya. Eh, anu. Iya. Gatal kakiku. He he he. Damai).

"Mana kuncinya?"

"Kunci opo neh!" (Kunci apa lagi!).

"Ya, kunci motor! Masak kunci inggris!" jawab Pondi.

"Masalah utang-piutang, ini ada undang-undangnya loh, Kang. Mau saya teruskan perkara ini ke polisi? Mau?"

"Sudahlah, Pak. Kasihkan saja motornya."

"Ko nek awakku kate budal jogo kon mbrangkang ta? Iyo?" (Nanti kalau mau berangkat jaga apa disuruh merangkak? Iya?).

"Ya mau bagaimana lagi," jawab Warsinah.

"Cepat, Kang. Saya sudah tidak ada waktu lagi."

"Asal Njenengan, tahu. Bukan hanya, Njenengan. Semua juga bakal saya tagih."

"Sudahlah, Pak. Berikan saja motornya. Mana kontaknya."

"Tapi, Mak."

Sayang sekali, Warsinah sudah masuk ke dalam kamar.

"Setelah ini ya, Kang. Warungku tidak terima bon lagi."

Kuswanoto menelan ludah mendengarnya. Bagaimana pun, tumpuan hidup akan keperluan sehari-hari dia sandarkan atas derma Pondi dengan masih memberikan izin baginya untuk kas bon.

"Ini, Mas. Sampean, bawa saja motornya. Insya Allah nanti kalau kami sudah ada uang, kami segera tebus." Warsinah lalu memberikan kunci motor.

"Saya terima, Yuk War. Hanya saya tahan saja, tidak saya pakai. Saya sebenarnya tidak mau melakukan ini, tetapi semua demi kepentingan bersama."

𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗠𝗕𝗔𝗟 𝗪𝗔𝗥𝗦𝗢 (𝗦𝗽𝗲𝘀𝗶𝗮𝗹 𝗨𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang