MALAM BIRU

190 10 19
                                    

"Maaf, Bapak-bapak, dan Ibu-ibu sekalian."

"Waktu besuk sudah habis. Bapak Kuswanoto harus kembali istirahat. Beliau masih dalam perawatan kami, jadi mohon untuk segera meninggalkan ruangan ini," kata petugas yang tadi menjaga langsung mempersilakan masuk satu perawat dengan satu dokter laki-laki.

"Dokter, izinkan saya di sini menunggu suami saya, Dok." Warsinah mencoba mengharap iba dengan memegang tangan sang dokter.

"Tidak bisa, Bu. Untuk itu kami mohon maaf. Secepatnya akan kami kabari dengan perkembangan selanjutnya, Bu."

"Hu hu hu. Dok, saya mohon untuk kali ini saja, Dokter."

Dokter menggeleng yang artinya pupus sudah harapan Warsinah untuk bisa terus bersama suaminya.

"Dokter, awakku pingin kabeh menungso iki ngaleh soko kene." (Dokter, aku ingin semua manusia ini pergi dari sini).

"Awas awakmu kabeh. Sampek awakku metu soko kene!" (Awas kamu semua. Sampai aku keluar dari sini!).

"Tidak usah diambil hati apa yang diucapkan Kang Noto, Sedulur-sedulur. Kita harap maklum dengan ucapannya. Tugas kita kali ini adalah mendoakannya untuk segera bisa kembali bersama di tengah-tengah kita." Ustaz Sopyan jelas berusaha untuk menetralkan suasana dengan ancaman Kuswanoto.

"Pokoke turuti kabeh penjalokanku!" (Pokoknya turuti semua permintaanku!).

"Apa, Kang?" tanya Pak RT.

"Pokoke siji-sijine uwong kudu nggowo panganan, roti, buah-buahan, lan iwak pitik. Saben dino sampek awakku moleh." (Pokonya satu-satu harus membawa makanan, roti, buah-buahan, dan ayam goreng.

"Utang neng warung kudu diangep lunas!" (Utang di warung harus dianggap lunas!).

"Waduh!" Pondi keceplosan.

"He, opo pingin tak bong warungmu, ha!" (He, apa ingin aku bakar warungmu, ha!).

"Iya, Kang. Iya."

"Ini saya coret sekalian utang Njenengan, sudah lunas."

Pondi lalu mengeluarkan buku panjang yang berisi nama-nama warga dengan jumlah uang yang memanjang menurun, termasuk nama Kuswanoto yang sedang dia cari.

"Ini, Kang."

Pondi langsung mencoret jumlah angka yang telah dia jumlah ke bawah.

Sret!

Sret!

"Lunas, Kang."

"Pokok Pak Rete seng kudu ngeterno opo penjalukanku mau!" (Pokoknya Pak Rete yang harus mengantarkan apa permintaanku tadi!).

"Iya, Kang. Saya tak keberatan kalau sekadar mengantar makan untuk Njenengan."

"Sak udude mbarang!" (Sama rokoknya sekalian!).

Glek!

Pak RT menelan ludah.

"Iya, Kang." Meski terdengar berat.

"Dokter, boleh ya, untuk sebentar saja saya di sini." Masih, Warsinah terus meminta itu.

Dokter menjawabnya dengan menggeleng.

"Sebaiknya kita tunggu di luar saja sambil mendengar apa keputusan dokter. Semoga besok Kang Noto sudah diizinkan pulang."

"Ayo!" ajak Pak RT.

****

Malam kian menanjak, sayup-sayup obrolan warga di luar masih terdengar. Sejenak Kuswanoto mendengus setelah kembali teringat akan apa yang telah Pak Karsono lakukan demi sandiwara ini, sandiwara balas dendam.

🎉 Kamu telah selesai membaca 𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗠𝗕𝗔𝗟 𝗪𝗔𝗥𝗦𝗢 (𝗦𝗽𝗲𝘀𝗶𝗮𝗹 𝗨𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻) 🎉
𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗠𝗕𝗔𝗟 𝗪𝗔𝗥𝗦𝗢 (𝗦𝗽𝗲𝘀𝗶𝗮𝗹 𝗨𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang