Kuswanoto masih duduk di tepi jerambah dengan menggantung satu kaki.
Pikirannya sudah jauh menerawang akan jumlah uang yang harus dia cari untuk mengambil kembali motor dengan segera.
"Ngeneki nek awak lagi sobek! Kabeh dalan peteng!" (Begini kalau badan lagi sobek! Semua jalan gelap!).
"Koyok-koyok urepku dewe seng susah neng ndunyo iki." (Sepertinya hidupku sendiri yang susah di dunia ini).
"Kok iso ngene, yo?" (Kok bisa begini, ya?)
Ditatapnya hamparan sawah yang hijau bergelombang saat angin turun merendah memainkan helai-helai daunnya.
"Duwe konco yo gak iso nulung blas." (Punya teman tidak bisa membantu sama sekali).
Bangkit, lalu meninggalkan jerambah. Terlintas untuk mampir sejenak ke rumah Sri.
****
Di sebuah rumah paling ujung kampung ini.
"Apa tidak kasihan, Pak Rete?"
"Biar saja. Pokoknya kamu ikuti semua apa kataku, ya?"
Sri mengangguk saat tangan Pak Rete berusaha menggenggamnya.
"Apa setelah ini kamu tinggalkan saja Kang Noto itu. Bagaimana?"
Sri menarik tangan dari genggaman tangan Pak RT.
"Kamu keberatan, Sri?"
Sri tak menjawabnya, hanya tertunduk dengan wajah tertutup gerai rambut.
"Kenapa Pak Rete, tega sekali melakukan ini?"
"Sri, ini hanya sandiwara saja."
"Akan tetapi kalau kamu mau meninggalkan Kang Noto tentu aku akan sangat senang sekali, Sri."
"Bila orang berkurban satu sapi dapat pahala, bagaimana denganku yang terus berjuang untukmu, ha?"
"Apa yang tak pernah aku perjuangkan untukmu, he?"
"Tiap ada bantuan dari desa selalu namamu yang menempati daftar pertama dari orang-orang yang akan menerima bantuan itu, Sri."
"Ayolah. Kurang apa aku di matamu, he?"
"Saya berterima kasih untuk itu, Pak Rete, tetapi bagaimana bisa menjadi seperti ini. Ini akan sangat berdampak dengan Kang Noto." Sri masih tertunduk di samping pak RT.
"Sri, Sri. Begitu kamu mengkhawatirkannya."
"Aku juga tulus mencintaimu, Sri. Kamu tak pernah menganggapku. Apa kamu mau menerimaku hanya karena alasan bantuan, he?"
"Saya sudah mengatakan alasannya waktu dulu."
"Cobalah buka hatimu untukku, Sri."
"Apa toh kelebihannya Kang Noto itu. Aku bahkan bisa memberimu lebih. Apa yang kamu butuh aku juga bisa memenuhinya, Sri." Pak RT lalu melingkarkan tangan di bahu Sri.
"Aku tak pernah menganggapmu janda kesepian, tetapi aku mengerti apa yang kamu butuh sebagai orang yang sudah lama hidup sendiri, Sri."
"Jangan Pak Rete." Sri mencoba menepis satu ciuman yang mulai mendekat ke arah pipinya.
"Apa aku kurang gagah di matamu, he? Apa hanya aku tak berkumis seperti dia. Iya?"
"Ini masalah hati, Pak Rete."
"Halah. Gombal! Aku juga bisa menggantikannya di hatimu, Sri. Ayolah, Sri."
Sri menggeleng.
"Aku berjanji akan menyimpan rapat-rapat semua ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗠𝗕𝗔𝗟 𝗪𝗔𝗥𝗦𝗢 (𝗦𝗽𝗲𝘀𝗶𝗮𝗹 𝗨𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻)
HumorPagi yang mengesalkan bagi Kuswanoto saat Pondi pemilik warung tiba-tiba datang menagih, dan menyita motor. Berusaha keras untuk menebus dengan mendatangi kedua sahabatnya, justru semakin membuat dia merasa seperti orang yang paling papa di dunia. *...