MAKIN TERPURUK

105 9 4
                                    

Di rumah Pak RT.

"Kok bisa sampai begini toh, Pak."

"Aduh, duh, aduh." Pak RT dibuat meringis sesaat, begitu cairan antiseptik yang disiramkan di kapas menyentuh kulitnya yang tampak membiru.

"Memangnya tak melihat ada kucing menyeberang di jalan itu, ha?"

"Tidak, Bu. Aduh, duh, aduh."

"Itu, 'kan belukar, ya? Kok bisa ada kucing di situ. Sampean, ini juga. Sudah tahu ada kucing tidak pelan-pelan."

"La kucingnya mendadak menyeberang. Mak wus! Terus aku terjatuh."

"Itu kucingnya bagaimana?"

"Kok memikirkan kucing. Ini lukaku bagaimana?"

"Ini sebenarnya jatuh di jalan, 'kan? Kok tidak ada lukanya hanya lebam seperti dipukul toh?"

"Apa diperiksakan saja ke Puskesmas, Pak," imbuhnya.

"Ah, tidak usah. Buatkan aku teh hangat saja. Sana."

****

Di rumah Kuswanoto.

"Sudah sore loh, Pak. Mbok ya, mandi sana."

Warsinah terlihat memasukkan sesuatu yang dibungkus ke dalam kulkas.

"Eh, Pak. Masih ingat toh hadiah yang Njenengan, kasih untukku waktu itu."

"Iya. Kutang yang kalau pucuknya dipencet ada lagunya itu."

"Masih aku simpan loh sampai sekarang." (Baca Cerkak: Tragedi Kutang).

Warsinah menutup kulkas seraya melirik suaminya yang hanya melamun di tepi balen dengan melipat tangan di atas lutut.

"Aku merasa muda lagi waktu Njenengan, kasih kutang itu."

Warsinah lalu menuju kompor, memutar pemantik, kemudian menyambar lap. "Airnya sudah mendidih. Ini aku rebus air hangat untuk mandi Njenengan."

Warsinah menoleh. "Pak, kok diam saja toh?" Kemudian urung membawa panci dengan air mendidih itu ke bilik mandi.

"Ada apa?" Duduk di belakang suaminya yang bertelanjang dada.

"Kalau aku salah. Aku minta maaf. Hu hu hu."

Entah mengapa terenyuh sekali hati Warsinah saat melihat suaminya hanya duduk dengan tatap jauh ke halaman belakang.

"Aku yang salah selama ini. Hu hu hu."

Kuswanoto masih tak bergeming.

"Aku yang salah karena tak bisa membantu Njenengan, untuk menebus motor itu. Hu hu hu." Warsinah menyeka sudut mata dengan ujung bajunya.

"Sesok awakku kate nemoni Juragan Harno." (Besok aku mau menemui Juragan Harno). Terdengar berat.

"Untuk apa, Pak." Masih menyisakan isak.

"Awakku kate adol iwak." (Aku mau jual ikan).

Warsinah makin tergugu dalam isak mendengar itu.

"Jualan ikan perlu kendaraan, Pak."

Kuswanoto malah beranjak, menyambar handuk, dan menuju bilik mandi. Buru-buru Warsinah menyusulnya dengan membawa panci.

****

Ucapan itu terbukti.

"Ikan!"

"Ik ...."

"Kan!"

"Kang, ikannya!"

"Alhamdulillah. Onok seng tuku." (Alhamdulillah ada yang beli).

𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗠𝗕𝗔𝗟 𝗪𝗔𝗥𝗦𝗢 (𝗦𝗽𝗲𝘀𝗶𝗮𝗹 𝗨𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang