Haidar sedang menjemur baju di balkon. Sudah seminggu ini Haidar tidak mencuci bajunya, ia biarkan menumpuk di keranjang pakaian nya.
Baunya sudah apek di tambah pakaian dalamnya yang habis membuat dia cepat-cepat mencuci setelah pulang sekolah tadi.
Ia tergesa-gesa menuruni tangga yang tersambung ke balkon. Tangganya bisa Haidar katakan curam, ia pernah beberapa kali jatuh karena tangga yang licin terkena air yang menetes saat ia membawa pakaian basahnya.
Sampai di bawah tangga, matanya bersibobrok dengan mata laki-laki yang sedang berdiri dilorong didepan pintu kamarnya. Ia sering melihatnya di kelas, Damar namanya.
Dengan pakaian yang setengah basah karena sehabis mencuci baju ditambah celana bola diatas paha, serta keranjang pakaian ditangannya, Haidar menghampiri laki-laki itu.
"Mau ngapain, Dam?"tanya Haidar sedikit basa-basi.
Haidar menunggu jawaban dari Damar. Keliatannya yang ditanya malas untuk menjawab, laki-laki itu terlihat celingak-celinguk mencari sesuatu.
"Lo mau ngekos di sini?"
"Iya"
"Udah bilang sama ibu kos belum?"
"Oh iya gue Haidar, temen sekelas lo"
Tidak mendapat respon membuat Haidar berdecak sebal sambil menyandarkan badannya di dinding. Ia kira laki-laki didepannya ini enak saja jika diajak basa-basi.
Ia menelisik perawakan temannya itu dari bawah ke atas sebelum melanjutkan perkataannya, "Lo dapet kamar yang mana emangnya?"
"Ini"
Setelah mengamati sebentar sifat temannya, Haidar tidak ingin membuang waktunya untuk berbasa-basi kembali. Ia mengelap tangannya di ujung bajunya lalu membuka pintu kamar yang ia tempati.
"Ayo masuk, lo sekamar sama gue."
Niat untuk langsung tidur selepas menjemur pakaian sirna, Haidar harus membantu teman sekamarnya ini beres-beres.
Ia berjalan menuju kamarnya, yang mulai sekarang tidak ia tempati sendiri. Damar mengikuti Haidar dari belakang dengan tas besar ditangannya dan punggungnya.
"Ini kamarnya, sekarang bukan cuma gue yang nempatin, lumayan lah buat ngirit uang bulanan kos" Haidar terkekeh sendiri mendengar ucapannya. Lalu, menoleh melihat Damar yang diam tidak menanggapi membuat senyum di bibirnya menjadi kaku.
Haidar menaruh keranjang pakaiannya dibelakang pintu kamar, sedikit melirik tas bawaan Damar yang keliatan begitu banyak dan berat. Ia mencoba membuka lemarinya dan mulai menata ulang pakaiannya.
"Bentar ... Ini lemari cuma satu tapi gede, jadi makenya barengan aja. Lo bagian kiri, gue yang kanan"
Tidak cuma lemari, kasur pun begitu. Hanya satu tetapi besar. Lemarinya memiliki dua pintu dengan 4 sekat, lalu tingginya juga melebihi Haidar sendiri. Ya, dirasa ini akan cukup untuk mereka berdua.
"Udah ni, lo masukin aja baju-baju lo ke lemari. Handuknya bisa lo gantung di belakang pintu"terangnya.
Damar membalikkan badannya saat Haidar sedikit menunjuk ke arah belakang pintu. Terlihat handuk berwarna merah jambu yang tergantung disitu dan juga keranjang hijau tepat di bawahnya.
"Mau di bantuin, gak?"
"Gak perlu"
Setelah Damar sendiri menjawab seperti itu, Haidar hanya melihat dari kasur, dia duduk sambil menyandar pada dinding kamar.
Haidar sendiri bingung ia harus melakukan apa, kalau saja tidak ada Damar disini pasti dia sudah tidur. Kalau untuk saat ini ia rasa kurang sopan. Masa ia biarkan begitu saja, mau di kata apa nanti Haidar oleh teman sekamarnya itu.
Setelah dirasa tas yang Damar bawa mengempes, Haidar langsung saja mengambilnya untuk ditaruh di atas lemari.
"Itu keranjang ijo buat baju-baju kotor, kalo nyuci diluar, kamar mandi di dekat dapur itu cuma buat mandi sama bab"
Damar sendiri hanya diam memperhatikan Haidar yang mondar-mandir membereskan sisa-sisa kresek kecil yang Damar bawa.
"Buat tidurnya, lo milih mau tidur dekat dinding atau gak?"
Haidar bertanya sambil membawa sampah itu ke dapur.
Karena bingung jadi Damar sendiri hanya mengikuti Haidar dari belakang.
Haidar membuang sampah itu ke tong sampah yang terletak dibawah meja patri. Ukurannya kecil yang digunakan hanya untuk memasak, pas dengan ukuran kompor yang memiliki 2 burner.
"Haus gak? Kalo mau air dingin itu ada di kulkas"ujar Haidar sambil menunjuk kulkas dengan dagunya. Ia memperhatikan Damar yang terus saja diam, berdiri melihatnya.
Damar menghela nafas, sejujurnya Damar memang haus. Ia berjalan membuka kulkas dan meminum. Sejak dari perjalanan menuju ke kosan nya, dia sama sekali belum meneguk air sedikitpun.
Alasan Damar pindah dari rumahnya dan malah memilih untuk nge kos saja di tahun kedua ia memasuki SMA itu karena jarak rumah dan sekolahnya terbilang cukup jauh.
Sudah cukup satu tahun ia bolak-balik dari rumah ke sekolah yang membutuhkan waktu selama satu jam jika di total per harinya. Damar tidak ingin lagi, cukup menguras tenaga walaupun ia mengendarai motor.
Jadi ia lebih memilih untuk menyewa kos-kosan. Sudah dekat, sebulan hanya 3 juta jika sendiri, dapat kulkas, TV bahkan setiap kamar memiliki kamar mandi sendiri. Hanya saja disini ia berdua dan tentu uang kos per orang membayar setengahnya.
Damar menghabiskan setengah botol air sangking hausnya. Haidar yang melihat itu hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
"Haus banget lo?"
Haidar tertawa semakin menjadi-jadi ketika Damar hanya menanggapi dengan lirikan matanya.
"Oh iya, jam berapa ni?"
Damar langsung merogoh saku di celananya dan menunjukkan jam di lock screen HP nya kepada Haidar.
"Njir, gue lupa belum beli gas, nanti gimana masaknya"seru Haidar.
Haidar dengan cepat berlari menuju kamarnya, mengambil dompet yang biasa ia taruh di bawah baju-bajunya dan kunci motor maticnya. Kemudian kembali ke dapur untuk membawa serta gas LPG yang akan di tukar.
Ia melihat Damar yang masih berdiri di dapur dan berkata,"Lo mandi dulu aja, Dam. Itu tu, yang pintu deket dapur."
"Oh iya baju kotor lo taruh aja di keranjang belakang pintu kamar yang warna ijo, tau kan?"
"Mau kemana?" Damar akhirnya bertanya setelah dari tadi hanya diam saja.
"Tukar gas, nih. Paling nanti melipir bentar nyari sayur buat dimasak."
Damar mengernyitkan dahinya melihat penampilan Haidar.
"Gini aja?"
"Maksudnya?"balas Haidar tidak paham.
"Baju lo"
Dengan baju yang sama saat tadi siang basah terkena air waktu ia mencuci, kemudian celana pendek yang sama pula. Damar heran Haidar akan pergi keluar dengan baju seperti itu.
"Kenapa emangnya?"
"Gak ganti?"
Biasanya Damar sendiri kalau disuruh Mama nya beli sesuatu, ia akan memakai baju yang lebih tertutup, baju yang seperti Haidar ini jika ia sedang di rumah saja.
"Gak. Udah biasa, lagian gue cuma beli gas bukan mau pesta,"
Setelah mengatakan itu, Haidar ngacir keluar kos sambil membawa tabung LPG.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friends
FanfictionHaidar dan Damar merupakan murid di salah satu SMA swasta, teman satu kelas pula. Tapi keduanya tidak pernah berinteraksi, kebetulan mereka menjadi teman satu kos. Lalu ada rasa suka diantara salah satu dari mereka. [Cerita ini mengandung unsur LGB...