Happy Reading!
*****
"Radeva."
Deva mengepalkan tangannya, jadi selama beberapa Minggu ini dirinya di usik oleh mantan kekasih Zera.
Leon tersenyum manis ke arah Deva, berbanding terbalik dengan tangan nya yang mengepal kuat ingin memukul wajah Deva.
Deva memberikan pukulan pada wajah Leon, emosi nya sudah tidak bisa di tahan, Deva tahu kenapa Leon melakukan teror kepada dirinya.
"Lo ambil Zera dari gue, setelah itu Lo buang Zera layaknya sampah? Lo lebih memilih pacar Lo dari pada istri Lo?" Pandangan Leon tidak setenang tadi.
"Gue ga buang Zera brengsek!"
"Seharusnya gue ngga relain Zera sama Lo Dev, sekarang setelah Raya meninggal Lo berusaha kejar Zera yang bahkan udah sulit untuk Lo gapai." Leon tersenyum mengejek ke arah Deva.
"Cara Lo terlalu klasik untuk usik kehidupan gue Leon, gue akui gue salah karena menyia-nyiakan Zera, tapi di satu sisi gue ga bisa kehilangan Raya!"
"Lo terlalu egois Dev!" Leon memberikan pukulan tepat di hidung Deva.
Deva meringis sakit sambil memegangi hidungnya yang mengeluarkan darah, pukulan Leon tidak main main.
Deva terdiam saat benda dingin menempel di belakang kepalanya, Itu senjata api.
"Halo kak Deva! Melihat kehidupan kak Deva belakangan ini enak ya? Tanpa penyesalan? Mana kata-kata cinta yang kak Deva ucapkan untuk kak Raya? Oh atau itu hanya sebuah omong kosong?" Rana lebih menekankan pistol itu ke kepala Deva.
"Rana?" Desis Deva.
"Ya? Kak Dev pasti terkejut, Kakak mau tau gimana rasanya kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidup kita?!" Rana akan lemah jika berhadapan dengan Deva karena Rana sudah menganggap Deva sebagai kakak laki-laki bagi nya.
"O-okey, ini semua salah gue. Tapi sebenarnya gue juga kehilangan sosok Raya, gue merasa bersalah atas kematian Raya, gue minta maaf."
"Basi."
Rana memindahkan pistol nya di depan kepala Deva, Rana bisa melihat langsung wajah Deva dengan jelas sekarang. Rana memandang wajah Deva dengan penuh kebencian.
Leon hanya berdiam memperhatikan mereka berdua, semua teror itu adalah rencana dari Rana, gadis itu mendatangi dirinya untuk meminta bantuan, awalnya Leon menolak karena tahu bahwa Deva adalah suami Zera.
Tapi setelah Rana menceritakan semuanya Leon merasa bersalah sekaligus marah karena membiarkan hidup Zera berantakan di tangan bajingan seperti Deva.
Dan Leon tidak menyangka bahwa gadis itu membawa senjata api, Leon kira Rana tidak menggunakan senjata dalam hal ini maka dari itu Leon membantu gadis itu untuk mengusik kehidupan Deva.
"Lo mau bunuh gue? Bunuh aja Ana." Deva tersenyum mengejek.
Rana mengeratkan genggaman tangannya pada pistol itu, dengan menekan jari telunjuknya peluru itu akan bersarang di kepala Deva.
"Aku bukan kak Deva yang dengan mudah nya membunuh seseorang tanpa penyesalan." Rana menatap Deva dengan gurat kesedihan, "Aku mau kak Deva hidup dengan penyesalan seumur hidup, itu hukuman yang tepat."
"Maksud Lo?!"
Rana melihat ke belakang di mana Leon berdiri, gadis itu mengisyaratkan agar Leon keluar dari ruangan ini. Leon sebenarnya enggan meninggalkan Rana tapi melihat tatapan memohon Rana, Leon menuruti keinginan gadis itu.
Setelah melihat Leon pergi Rana memusatkan perhatian nya kepada Deva, gadis itu tersenyum getir tangan nya bergetar, Rana gadis yang sangat menyedihkan dengan kedua orang tua yang membuang gadis itu begitu saja dan sang kakak yang harus pergi terlebih dahulu di tangan sang pencipta.
"Aku mau kak Deva menderita seumur hidup, dengan kematian aku."
Rana dengan cepat memindahkan pistol itu menjadi di tangan Deva, tangan Rana masih ikut andil dalam memegangi pistol.
Rana akan membuat lelaki di depan nya ini menderita walaupun itu harus dengan nyawa nya, pada kenyataannya untuk apa dirinya hidup? Jika di dunia ini sudah tidak memiliki siapapun untuk di jadikan nya rumah.
"Lo gila?!" Desis Deva.
Suara tembakan menggema di ruangan tersebut.
Deva akan mendorong Rana agar gadis itu menjauh, tapi sayang pelatuk pistol itu dengan sengaja Rana tekan membuat satu peluru masuk tepat di bagian jantung Rana.
Deva memejamkan matanya saat darah mengenai wajahnya, tubuh Rana jatuh ke lantai. Deva melemparkan pistol itu dan menggapai tubuh Rana.
"Dendam Lo sebesar itu? Sorry Rana, gue juga ga mau Raya pergi. Ini semua salah gue tapi kenapa harus nyawa Lo Rana?! Lo mau agar semua orang tau gue yang bunuh Lo?" Air mata Deva menggenang di pelupuk matanya.
Bagaimanapun Deva menyesal atas semua perilaku yang dirinya buat, tetapi Deva harus menjalankan hidup nya bukan? Maka dari itu Deva menutupi kesedihannya dengan berkerja atau berkumpul dengan teman-temannya itu semua untuk menghilangkan rasa penyesalan di hidup nya walaupun itu tidak ada artinya.
"Bang Deva." Suara Daffin tercekat melihat pemandangan di depannya.
Arsen dan Daffin datang bersamaan dengan pihak kepolisian, Arsen bisa menemukan Deva karena tidak sengaja bertemu bawahan lelaki itu.
Daffin sedang menghubungi ambulance untuk segera datang.
Arsen mendekati Deva dan memukul pelan bahu lelaki itu, "Apa yang terjadi?" tanya Arsen.
Deva hanya diam enggan mengeluarkan suara, sampai akhirnya polisi membawa Deva dan meminta keterangan atas kejadian tersebut.
*****
Rere ingin sekali memaki anak nya itu, karena saat di interogasi Deva tidak mengeluarkan pembelaan kepada polisi dan membuat Deva menjadi tersangka karena sudah jelas semua bukti menunjukkan ke arah Deva.
Bahkan sidik jari Deva jelas ada di pistol itu. Deva menatap ibunya sendu, Rere memalingkan wajahnya saat Deva menatap dirinya.
"Saat di pengadilan kamu harus berusaha membela diri Dev, agar pengacara lebih mudah untuk membuktikan kalo kamu tidak bersalah." Edwin berkata tegas.
"Maaf."
"Semua sudah terjadi Radeva."
Rere berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan suami serta anaknya. Rere marah, sedih dan kecewa pada dirinya sendiri karena gagal menjadi seorang ibu yang baik.
"Jaga kesehatan kamu selama kamu menjadi tahanan, ingat apa yang papah katakan tadi." Edwin berdiri merapihkan jas kerjanya, "Papah harap kamu merenungi semua kesalahan kamu, Papah pamit dulu."
Deva hanya mengangguk dan setelah itu Edwin pergi. Deva bawa masuk ke dalam sel tahanan. Deva teringat beberapa hari lalu saat Zera mengunjungi diri nya, wanita itu berkata.
"Kalo kita ga bertemu mungkin ini semua ngga akan terjadi Dev, terkadang takdir jahat."
Deva membenarkan kata-kata Zera yang selalu mengusik pikiran nya beberapa hari terakhir ini, wanita itu benar terkadang takdir jahat.
*****
Vote and comment!
Thanks!
See you!🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD HUSBAND [Selesai]
ChickLit[⚠ DON'T COPY MY STORY!!] [⚠ BUDAYAKAN VOTE SETELAH MEMBACA!!] __________________________________________________ Menikah muda bukan lah impian seorang gadis bernama Nafeesa Zeraiah, Zera gadis berlesung pipi itu selalu terkena amarah sang suami. Ra...