Teror Semakin Menakutkan

5.8K 440 6
                                    

Teror Arwah Gentayangan #6

Jantungku berdegup kencang saat aku mulai melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah.
Keringat dingin mengucur dan badanku mulai gemetar, tidak tergambarkan seberapa besar rasa takut yang kini aku rasakan.
ku acungkan balok kayu lurus ke depan, aku perkuat genggaman tanganku namun tetap saja tak bisa membuat balok kayu yang ku pegang ini berhenti bergetar.

Aku terus mempertajam mata dan telingaku.
Kali ini hanya kewaspadaanku lah yang bisa menyelamat aku, dari segala kemungkinan buruk.

"Siapa?!!!"

Teriakanku tak juga mendapat jawaban.

Tidak ada siapapun di ruang tamu, namun aku belum puas sebelum memeriksa ruangan lain.
Hanya ingin memastikan bahwa semua benar-benar aman.

Kini ruangan yang aku tuju adalah kamar aku dan Dina, karena di sana tempat menyimpan barang berharga kami.
Jika benar bayangan yang kami lihat adalah maling, ia pasti akan membobol kamar kami.
Namun sayang, hasilnya nihil.
Kamar kami masih rapi seperti saat kami meninggalkannya.
Ku coba memeriksa jendela, namun hasilnya sama.
Semua masih dalam kondisi baik-baik saja.

"Berati bukan maling, lalu apa?" batinku.

"Aaahhh!!!"

Sebuah teriakan membuyarkan lamunanku.

"Dina!!!"

Spontan ku panggil nama istriku itu, karena ku yakin teriakan yang baru saja ku dengar adalah darinya.
Aku bergegas berlari ke luar rumah. Ku lemparkan balok kayu itu dengan sembarang.
Perasaan cemas, takut terjadi sesuatu dengan Dina seketika hinggap.

"Sayang ... Din, Dina! Kamu kenapa?" tanyaku sembari memeluknya dari belakang.

Dina menelungkupkan kedua tangannya di wajah, dengan badan yang gemetaran.

"Sayang, kamu kenapa?" tanyaku lagi yang tak kunjung dapat jawaban.

"Ar ... Arwah Ri ... Rian, Mas. Di sana!!" jawab Dina dengan menunjuk ke arah jalan dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya masih menutup rapat ke dua matanya.

Ku beranikan diri menatap arah yang Dina maksud, namun aku tidak melihat apapun.

"Enggak ada apa-apa, Dek. Ayuk kita masuk saja."

Ku papah Dina yang kini nampak begitu lemas.

"Mas, Rian minta tolong Mas."

Ucapan Dina menghentikan langkahku.
Dina memutar tubuhnya hingga kini kami berdiri berhadapan.
Ku pandang lekat wajah Dina, mencoba mencari tau maksud dari ucapannya itu.

"Maksud kamu apa, Dek?"

"Tadi, aku lihat Rian di pinggir jalan Mas."

Dina menceritakan bagaimana arwah Rian menampakan diri lagi, kali ini bukan hanya kalimat 'perih' saja yang di ucapkan namun juga kalimat 'tolong'

Dina tidak tau apa yang di maksud arwah Rian.
Minta tolong apa?

Entah aku dan Dina punya salah apa dengan almarhum Rian hingga arwahnya terus menggentayangi kami.

Pagi menjelang, Dina masih nampak terlelap.
Wajar saja karena hampir sepanjang malam ia terus saja terjaga.
Dina takut ketika ia tidur arwah Rian akan datang menggentayanginya lagi.

"Dina!!! Dina!! Permisi Din!!!"

Brukkkk Brukkkk Bruuuukkk!

Entah siapa, seseorang di luar sana yang menggedor pintu dan berteriak sangat keras itu.

"Si ...,"

"Dina mana? Dina mana Mas?!"

Kalimatku terpotong saat hendak bertanya siapa beliau.

"Dina di kamar, lagi kurang sehat."

Aku sengaja membuat alasan karena aku tidak mau Dina di cap sebagai istri pemalas yang bangunnya siang.

"Siapa Mas?"

Suara Dina tiba-tiba muncul dari belakang punggungku.

"Eh, ini Dek."

Aku sedikit menepi untuk memberi ruang kepada Dina agar bisa melihat siapa yang bertamu.

"Mbak Sari, ada apa ya Mbak?"

"Bangle, aku mau beli Bangle."

"Oh, Bangle? Maaf Mbak, Banglenya belum panen lagi. Mungkin besok baru ada, gimana Mbak?"

"Saya mau sekarang, pokonya sekarang Din."

Mbak Sari memaksa Dina untuk mencabutkan beberapa ruas Bangle.
Akhirnya Dina pun mengalah dan mencabutkan beberapa pohon Bangle.
Kami saling menatap ketika Mbak Sari berlalu pergi dengan sekantong plastik Bangle di tangannya.‎

"Buat apa ya, Mas?"

Aku mengedikkan bahu tanda tidak tau.

Bersambung....‎

Teror Arwah Gentayangan (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang