11. A Broken Heart

357 66 9
                                    

Dambi merasakannya, perbedaan yang terjadi dari sikap Yoongi padanya. Pria itu seolah mencoba menghindar, walau masih memperhatikannya. Jieun pun sama, wanita itu hanya akan bicara seperlunya, dan lebih memilih diam setelahnya. Dambi jadi semakin merasa bersalah.

"Hari ini, ujian terakhirmu?" tanya Yoongi, seraya mengunyah roti panggangnya.

Dambi mengangguk, sama sekali tidak menatap mata Yoongi. "Iya."

"Nanti, bisa kau pulang sendiri? Aku ada rapat." kata Yoongi lagi.

"Iya." Dambi menunduk, meremas kuat ujung rok seragam yang dikenakannya, hatinya kenapa jadi sakit? Yoongi benar-benar menjaga jarak darinya.

"Maaf Dambi, hari ini aku juga tidak bisa menjemputmu." Jieun berujar, ada rasa sesal di dalam kalimatnya, Dambi tahu itu. Sebenci apapun Jieun padanya, wanita itu tetaplah memiliki rasa iba di hatinya.

Kali ini, Dambi mengangkat kepala, wanita itu tersenyum dengan riangnya—walau jauh di dalam sana, ia menjerit akan rasa sakit pada hati. "Tidak apa."


*** 

Dambi memasuki sebuah toilet, dan langsung mendudukkan dirinya di atas closed. Wanita itu meremat seragam sekolahnya di bagian dada, napasnya sesak, entah karena apa. Berulang kali dirinya menghela napas, mencoba mengatur detakkan jantungnya yang kian meningkat, ia tidak boleh stress, itu pesan dari Dokter Seokjin. Matanya terpejam, ia membayangkan hal-hal yang menyenangkan, seperti taman bunga, taman bermain, cokelat dan Yoongi.

Wanita itu bersandar, dan kembali membuka mata, air asin itu kembali meluncur dengan bebasnya melewati pipi. Ia sudah mencoba, untuk tidak memikirkan hal yang dikatakan Yoongi pada Jieun kemarin, namun tidak bisa. Semua terlalu mengejutkan, dan menyakitkan.

Tidak ingin berlama-lama di dalam toilet, wanita itu keluar dari sana, membasuh wajahnya dengan air berulang kali, lalu menatap cermin. Kedua matanya membulat, ketika di pantulan cermin tidak hanya ada dirinya, namun tiga orang wanita lain, yang dulu menjebaknya, Hana dan dua temannya.

"Wah, lihat siapa yang kita temukan di sini?"

Hana melangkah lebih dekat pada Dambi, yang mana hal itu membuat Dambi segera membalik tubuhnya lalu melangkah cepat menuju pintu. Namun, dua teman Hana langsung mencekal kedua tangannya.

"Kenapa? Takut, ya? Takut kenapa, hm? Takut kandunganmu kenapa-kenapa?"

Dambi semakin membulatkan matanya. Bagaimana mereka tahu? Pikirnya. Selama ini, ia selalu berusaha, agar teman-temannya tidak ada yang tahu soal kandungannya, lalu bagaimana bisa Hana tahu?

"Ayolah, Ahn Dambi. Mudah untuk tahu hal itu." Hana kembali mendekatkan dirinya pada Dambi, mencengkeram kedua pipi Dambi dengan satu tangannya. "Tidak pernah ikut olahraga, selalu muntah di toilet, dan Jungkook bahkan melarangmu untuk hanya mengangkat dua buku, tidakkah aku curiga? Tentu saja aku curiga, dan kecurigaanku benar, ketika aku menemukan ini di dalam tasmu." Lalu ia mengangkat sebuah kertas putih ke hadapan Dambi.

"Lima belas minggu. Wow, hebat sekali Ahn Dambi."

Dambi menggelengkan kepalanya, berusaha melepaskan cengkeraman yang ada pada dirinya, namun Hana dan kedua temannya semakin memperkuat cengkeraman mereka.

"Aku tidak yakin Jungkook Ayahnya. Boleh ku tebak? Tuan Ahn Yoongi, adik Yoonji Ssaem adalah Ayahnya, benar bukan?" Hana mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Merebut suami orang, huh? Atau ia hanya ingin bayi ini? Tidak denganmu? Yang ku tahu, dia tidak memiliki anak, ku rasa tebakanku benar."

Dambi memberontak, hingga seluruh cengkeraman pada tubuhnya terlepas. Wanita itu menatap Hana benci. "Bukan urusanmu!" Lalu ia berlalu dari sana.

Namun, lagi-lagi dirinya ditahan, oleh Hana sendiri. Wanita itu melayangkan satu tamparan pada pipi Dambi dengan kuat, dan menjambak rambutnya. "Berani kau membentakku? Kau pikir kau siapa, huh? Kau itu sampah, kau itu hanya alat, jangan kau pikir, kau menikah dengan Yoongi, derajatmu akan naik. Kau hanya akan digunakan untuk mengandung anaknya! Dan setelahnya, dia akan membuangmu, camkan itu, Ahn Dambi!"

ENDING SCENE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang