Anaraya

5.7K 423 4
                                    

"Kematian akan menghampirimu."

"kapan matinya hm?"

Rasanya tidak tenang tatkala Dania mendengar samar - samar bisikan itu lagi, Suara yang terdengar dingin dan seperti ada nada dendam yang diselipkan disetiap penetapan kata-katanya, Awalnya ia mengira itu suara tv yang menampilkan adegan di sinetron tapi dugaannya salah. Beberapa kali suara itu selalu muncul.

Entahlah ia sangat bingung dengan kondisinya sekarang, Dibilang sudah mati tapi ia masih bernafas dengan normal dibilang masih hidup tapi ia sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhnya sedikit pun bahkan untuk sekedar membuka mata saja ia tidak sanggup.

Sampai akhirnya seseorang itu datang lagi

"Terlalu lama kalau menunggu kamu mati dengan sendirinya."

Dania mengumpat dalam hati, Siapa manusia menyebalkan yang sangat antusias menunggu kematiannya? Tidak mungkin itu Alan. Jelas-jelas intonasi suaranya sangat berbeda.

Suara Alan sedikit lebih nyaring dan intonasinya menyebalkan sehingga membuat telinganya tidak ingin berlama-lama mendengar suaranya.

Sedangkan suara yang ia sering dengar saat ini memiliki suara yang agak serak dan terdengar dingin.

Ah sialan! Tiba-tiba Ia kesulitan bernafas tatkala merasakan benda bernama bantal itu membungkam seluruh permukaan wajahnya tidak membiarkan ia menghirup udara walaupun sedetik pun.

Dania sudah merasa ajalnya kian mendekat, Ia mengumpati dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya diam sedangkan kematian sudah didepan mata.

Dalam hati ia bersumpah kalau dirinya mati ia akan menghantui seseorang yang telah membunuhnya. Hidupnya tidak akan tenang camkan itu.

Tapi sebuah keajaiban datang menghampiri Dania, Ia mulai sadar dan bergerak meronta - ronta mencoba menghentikan aksi gila seseorang yang mencoba membunuhnya.

"Le-lepas brengsek." Dengan sekuat tenaga yang tersisa dania berhasil menghempaskan bantal yang menutupi wajahnya ke sembarang arah, Lalu terduduk sambil menghirup udara secara rakus.

Astaga ia hampir menemui ajalnya.

Pandangannya beralih menatap tajam kearah cowok tinggi yang kini bersedekap dada menatapnya juga tidak kalah tajam, Gayanya terlihat angkuh seakan tidak merasa bersalah atas apa yang dia lakukan barusan yang hendak melenyapkan nyawa seseorang.

Dengan nafas yang masih ngos-ngosan dania dibuat bingung lantaran ia sama sekali tidak mengenali cowok berkulit putih didepannya.

"GILA YA LO! GUA HAMPIR MATI ANYING!!"

Rasanya Dania pengen menangis atas apa yang ia rasakan tadi, Seumur - umur baru kali ini dirinya diperlakukan seperti ini.

Sakit dan sesak.

Tidak ada respon yang ia dapat, Seseorang itu masih dengan posisinya tak lupa tatapan yang seolah ingin menghabisinya saat ini juga.

"Gua bilangin bapak gua mampus Lo." Ucapnya murka tidak sadar air matanya sudah menetes karna tidak tahan menahan sesak di dadanya.

Kemana bapaknya? Kenapa mereka tidak sadar anaknya hampir saja menjadi korban  pembunuhan.

Seseorang itu mencengkram dagunya kuat "Udah mulai berani sama saya?" Tatapannya mengintimidasi Dania saat ini yang malah merasa  jengkel.

Apa-apaan orang asing ini?

Dengan sekuat tenaga Dania mencoba melepaskan tangan yang mencengkram dagunya, Ia yakin kulitnya sudah memerah karna tekanan dari kuku sang  pelaku dan apa-apaan omong kosong yang barusan orang itu lontarkan, Ia sama sekali tidak peduli. Toh dirinya tidak mengenalnya.

Ia menatapnya sengit "Lepas bangsat."

Kepalanya hampir copot ketika dengan gerakan cepat cowok sinting itu menghempaskan wajahnya ke samping dengan tidak berperasaan.

"Saya baru tau selain sifat tak tau dirimu itu ternyata kau juga orang yang licik." Sinis cowok itu

"Kau pikir dengan tingkah laku basi seperti ini akan membuatku tersentuh? Cih murahan! Jangan berakting seolah-olah kau melupakan semuanya."

Setelah mengatakan kalimat yang menurut dania omong kosong tak bermutu cowok itu tanpa menatapnya keluar dari kamar yang ia tempati meninggalkannya seorang diri  dengan seribu pertanyaan.

Dengan gerakan pelan dania bersandar diranjang "sinting tuh cowok." Monolognya tidak habis pikir.

Lalu pandangannya beralih menelusuri ruangan yang ia tempati sekarang, Satu pertanyaan yang hinggap di otaknya. Dimana ini? Ia sama sekali tidak mengenali tempat ini.

Walaupun terlihat lebih kecil dari kamarnya tapi ruangan ini terlihat mewah dengan perabotan yang sekali tatap pasti tau harga barang itu bukan main-main.

Saat mau menggaruk kepala tangannya terhenti tatkala ia baru menyadari selang infus masih menemaninya sekarang dan jangan lupakan tabung oksigen yang juga setia menemaninya disamping ranjang.

"Sialan, Dia seniat itu mau bunuh gua." Ucapnya lantaran melihat alat bantu nafasnya tergeletak dilantai yang mungkin dengan sengaja orang itu buang.

"Nona, Akhirnya anda sadar juga."

Karna asyik dengan pikirannya Dania tidak sadar seseorang masuk kedalam kamarnya tanpa permisi.

"Sebulan terakhir saya sudah mulai menyerah dengan kondisi nona, Tapi lihatlah keajaiban tuhan. Saya pun terkejut tadi setelah tuan Arlan mengatakan anda sudah sadar dari koma." Ucapnya panjang sambil memeriksa keadaan Dania dengan alat yang dia bawa.

Dania dibuat bingung dengan ucapan dokter itu, Memangnya sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri? Kenapa perkataan dokter itu terdengar melebih-lebihkan.

"Anda koma selama 3 bulan nona." Ucap dokter itu seakan tau apa yang ada dipikiran dania

"Tuan baskara dan nyonya baskara sudah sangat percaya kepada saya untuk bisa menangani putri bungsu mereka, Saya cukup khawatir dapat mengecewakan mereka tapi untung saja nona sadar. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan."

"Makasih nona, Sudah bertahan."

Pikirannya kosong tidak ada satu pun kalimat yang masuk diotak Dania, Ini sangat memusingkan untuk dipikir dan dicerna otaknya

"Apa dokter tau dimana keluargaku?" Tanyanya. Pasalnya sedari tadi dokter didepannya tidak berhenti mengatakan orang-orang yang ia sendiri tidak mengenalinya

"Tuan baskara dan nyonya baskara saat ini sedang keluar negeri mengurus perusahaan mereka yang disana sedangkan kakak nona tuan muda Arlan saya kurang tau dia dimana sedari tadi saya tidak melihatnya dirumah ini."

"Hah? Apaan? Nama bapak saya Adam dokter dan abang saya namanya Alan." Sanggahnya tidak terima, Walaupun kata dokter itu ia koma selama tiga bulan tidak mungkin ia mendadak lupa nama orang tuanya

Terlihat kerutan halus yang tercetak didahi dokter muda itu, Tidak mungkin dugaannya benar.

"Apa nona tau nama dan usia nona?" Tanyanya memastikan

"Nama saya Dania Khumairah, umur 17 tahun bentar lagi 18 tahun pas bulan Oktober, Saya masih ingat banget dokter." Ucapnya percaya diri

Raut terkejut tidak bisa disembunyikan dokter itu "Nona tidak mengenali tuan muda Arlan beserta tuan baskara dan nyonya?"

Dania menggeleng, Siapa itu? Apakah tetangga baru mereka?

"Sepertinya ingatan nona sedikit terganggu, Sehingga tidak bisa mengenali diri sendiri dan orang-orang terdekat nona."

Dania mengerutkan dahinya, Sepertinya dokternya yang bermasalah nih. Jelas-jelas dirinya masih sangat ingat.

"Nona Anaraya."

Dania semakin di buat bingung, Ia menunjuk dirinya sendiri tatkala dokter itu memanggilnya dengan nama yang teramat asing ditelinganya.

Dokter itu terlihat mengangguk dan tersenyum, "Nama nona adalah Anaraya bukan dania."

Hahh??? Whatt?

Please, Just kill meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang