8.Bagian delapan

1.5K 104 1
                                    


Diruangan yang sunyi ini terdengar ringisan kesakitan dari mulut kecil Raya tatkala cairan berwarna merah itu dioleskan oleh Arlan kedalam lubang lukanya

Rasanya ia ingin menjerit dan menjauhi diri dari cairan sialan itu tapi sebisa mungkin dirinya harus tetap sabar karna yang didepannya sekarang ini bukanlah manusia biasa

Dia adalah iblis  raya, sekali pukul lo bisa aja pindah alam batinnya

"Sakit?"

Sekujur tubuh Raya merinding ketika jari-jari panjang arlan mengelus perut bagian bawahnya, Jarinya terasa dingin dan itu membuat Raya merasa panas dan ingin menendang cowok kurang ajar yang berani menyentuhnya itu

"HENTIKAN TANGAN SIALAN LO ITU BAJINGAN!" Pekik Raya sembari meloncat menjauh dari Arlan tatkala jemarinya merambah semakin keatas tubuhnya

Raya berdiri memandang Arlan yang terlihat biasa saja bahkan dengan tampang yang datar duduk menyilangkan kaki di sopa

Ekspresi pria itu yang lempeng membuat raya tersulut emosi dan kepalanya seakan-akan bisa saja mengeluarkan bara api yang sangat besar

Raut wajah itu, raya sangat membencinya.

"Kemari, Lukamu belum selesai diobati."

Raya menggeleng kasar tidak mau, bagaimana pun juga dirinya adalah gadis mahal ingat! gadis mahal. Seumur-umur ia tidak pernah diperlakukan dengan kurang ajar seperti ini bahkan kalau diingat ia sama sekali belum pernah sedekat ini dengan pria lain selain bapak dan abangnya Alan

"Beneran tidak mau?"

Gila, kewarasan raya mungkin sekarang berada di awang-awang tatkala arlan menatapnya dengan pandangan dingin, aura mendominasinya sangat kuat

Apa yang dimakan arlan sehari-hari? kenapa rasanya raya tidak bisa berkutik dan hanya tetap diam ketika Arlan mengeluarkan suaranya yang khas. Bukankah mereka sama-sama makan nasi kan? Kenapa dirinya harus takut

"Ng-nggak usah nggak butuh, Gua keluar."
Suara raya terdengar bergetar, Ia tidak takut hanya saja dirinya sedikit gugup

"Dengan kondisi seperti itu?"

Ucapan yang keluar dari mulut sialan arlan membuat raya meneliti penampilannya yang sial beribu-ribu sial dirinya baru menyadari bagian atasnya masih belum tertutupi kain dan hanya mengenakan daleman bra, Matanya menatap prihatin seragamnya yang sudah rusak akibat tarikan brutal dari arlan

Sibuk memikirkan nasibnya, Raya tidak menyadari sekarang arlan berdiri tepat didepannya sangat dekat

"Kau ternyata berubah sejauh ini."

Bisikan pelan arlan ditelinga raya membuatnya hampir terjungkal kebelakang kalau saja tangan arlan tidak dengan sigap menahan pinggangnya

Posisi ini sangat akward buat raya, ia dapat merasakan nafas halus dari arlan serta hidungnya dapat mencium wangi parfum Arlan yang maskulin tapi tidak terlalu menyengat masuk kedalam lobang hidung

Tolong dirinya tidak bisa bernafas lagi!

Arlan yang tidak merasakan pergerakan raya lagi menatapnya dari atas karna tinggi raya yang terbilang cukup pendek dan hanya sebatas dadanya. Seketika Arlan baru menyadari ternyata gadis yang selalu dia sebut sebagai pembawa sial itu kini tengah pingsan tidak sadarkan diri

Merepotkan batinnya

Lalu menggendong tubuh kecil raya keatas sopa, Meletakkannya disana dengan hati-hati

Tangannya kembali mengobati luka raya yang tadi belum selesai dengan sempurna, setelahnya Arlan memakaikan hoodie hitam yang tergeletak diatas mejanya ke tubuh raya

Arlan menatap gadis itu dengan tatapan datar lalu merapikan anak rambutnya yang menutupi sebagian wajahnya, Wajah yang selalu membuat diri arlan tidak bisa melupakan kejadian itu. Kejadian yang merenggut orang yang paling dia sayang didunia ini

Susah payah tangannya menahan supaya tidak langsung mencekik gadis yang tengah pingsan itu sekarang demi mendapatkan semua hak nya

Getaran ponsel disakunya membuat arlan segera tersadar lalu melihat panggilan di ponselnya

Dia hanya diam memandangi ponselnya yang masih terus mengeluarkan suara deringan tanpa ada niatan mengangkatnya.

Kenapa gadis yang sama selalu menghubunginya tiada henti dan terus menerornya dengan rengekan?

Sejujurnya muak apalagi harus berpura-pura baik didepan gadis yang sekali tatap saja membuat arlan mengalihkan pandanganya tidak suka

Dilain tempat terlihat gadis berkepang dua tengah cemberut menahan tangis

"Ihhh kok kak Arlan, Tidak mengangkat telponku ya." gumamnya merasa kecewa

Dia menatap sedih sepedanya yang dua bannya sudah terpisah dengan badannya meninggalkan rangka-rangkanya saja, susah payah dia menahan tangis karna pahlawan yang selalu membantunya kali ini tidak bisa dihubungi

Tadi pagi juga, Awalnya dia kira yang akan menjemputnya adalah arlan sendiri tapi nihil cowok itu malah menyuruh supirnya untuk menjemputnya. Awalnya dia kesel tapi berubah senang tatkala arlan menolongnya dari bullying dua kakak kelas tadi di kantin

"Apa kak arlan udah nggak peduli lagi ya sama aku?"

Dia menggeleng kepala tidak mau itu terjadi, Cuman arlan satu-satunya orang yang mau menolongnya pas dibully dan cowok itu selalu ada disaat dia butuh

"MINGGIR LO CULUN, NGALANGIN JALAN AJE LO."

Teriak seorang dari belakangnya disertai dengan dorongan yang menggeser tubuhnya kesamping dengan kasar membuatnya meringis"Nama aku Sovia kak bukan culun."

Cewek itu berbalik dan menatap sovia dari atas sampai bawah, Senyuman remeh tersungging dikedua bibirnya "Modelan jemuran berjalan pantesnya dipanggil culun."

Mata Sovia terlihat memerah menahan tangis mendengar perkataan kakak kelas yang terkenal tomboy didepannya

"A-aku nggk....."

"WOYYY AMER, LO JALAN CEPET BANGET BANGKE!!!"

Ucapan Sovia terpotong dengan teriakan seorang kakak kelas cowok yang tertuju kepada cewek didepannya

"Lo aja yang jalannya seperti anak paskibra." Cibir cewek bernama Amerta itu

"Lah gua kan anak paskibra." Ucapnya tidak terima

Amerta mengedipkan bahu acuh

"Jadi nggak?" Tanya cowok yang bername tag Adam itu menatap penuh yakin kearah Amerta

Amerta menggeleng lalu melenggang pergi menaiki motor maticnya meninggalkan Adam yang menganga tidak percaya

"Kebiasaan tuh cewek, Kalau nggak mood semuanya di skip."

"Emang mau ngapain kak?"

Suara Sovia cukup membuat Adam yang baru menyadari kehadiran cewek itu memegang jantungnya hampir copot karna kaget

"Siapa yang mindahin orang-orangan sawah disini." Ucap Adam tidak menggubris pertanyaan Sovia

Sovia cemberut dan menghentak-hentakkan kakinya ketanah, kenapa semua orang selalu begitu kepadanya? Mereka pikir dia tidak sakit hati apa?

Semua orang nyebelin tidak ada yang mau mengerti posisinya!










Updatenya cuman dikit tapi keknya hari ini akan up 2 bab:v

Please, Just kill meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang