23. Bagian Dua puluh tiga

852 103 16
                                    


Suasana rumah sakit hari ini sungguh membuat kepala Raya rasanya ingin pecah. Suara tangisan yang terdengar meraung-raung itu membuatnya menutup mata sejenak lalu mendengus kasar

Beberapa perawat dan dokter terlihat berlarian menuju pasien korban kebakaran itu. Ia hanya diam mematung diatas kursi rodanya menatap beberapa orang yang terlihat masih baik-baik saja walaupun pakaiannya sudah compang camping dilahap api. Raya menarik nafasnya perlahan lalu membuangnya, Ia hendak memutar kursi rodanya meninggalkan lorong yang penuh isak tangisan ini tapi terhenti ketika sosok laki-laki berpakaian pasien berdiri tepat didepannya.

"Apa kamu masih kenal aku?"

Raya mengerutkan keningnya menatap tidak asing laki-laki berkepala gundul yang tengah tersenyum kepadanya, "Lo yang mau bunuh diri waktu itu ya?" Tanya Raya memastikan

Laki-laki itu terkekeh sambil menutup mulutnya dengan kepalan tangan lalu mengangguk, "Langit, Namaku langit." Ucapnya sambil mengulurkan tangannya tepat didepan Raya

Raya menganggukkan kepala kecil lalu membalas uluran tangan Langit, "Gua raya." Balasnya

"Kamu sakit apa? Aku baru kali ini liat kamu disini." Tutur Langit

Raya mengangkat bahu lalu menunjuk kepalanya yang masih diperban, "Jatuh dari motor." Ucapnya lalu menatap Langit yang menganggukkan kepalanya mengerti

Obrolannya berakhir, Dua orang berjenis kelamin berbeda itu terdiam satu sama lain. Raya, Ia sendiri sibuk memikirkan penyakit apa yang menyerang sosok putih pucat dengan kepala gundul didepannya. Tubuh kurusnya ditutupi dengan baju pasien yang longgar, Matanya terlihat sayu dengan bola mata yang redup tidak bersinar.

"Kamu mau jalan-jalan ngga didaerah sini?" Tanya Langit tiba-tiba, Bibir pucat itu tersenyum kecil menunggu jawaban Raya

Raya mengangguk kecil lalu ketika Langit beralih kebelakangnya hendak mendorong kursi roda yang ia naiki Raya langsung menghalanginya, "Ngga usah, Gua bisa sendiri kok." Ucapnya, Takut-takut langit tidak akan mampu untuk mendorongnya dilihat dari keadaan laki-laki itu yang terlihat lebih sekarat dari pada dirinya

Langit tertawa kecil, Tanpa menghiraukan penolakan Raya dia mendorong kursi roda itu ke suatu tempat.

Raya menghirup udara rakus-rakus, Mata bulatnya terpejam menikmati semilir angin yang membuat rambutnya berantakan, "Lo sering kesini?" Tanya Raya menatap sosok yang tepat berada disampingnya

Langit mengangguk sambil tersenyum kecil

"Danaunya tersambung ya sama danau tengah kota?" Tanya Raya penasaran sembari menatap takjub pemandangan didepannya

Langit terlihat mengangguk lagi, "Kalau disini rasanya seperti hidup kembali." Gumamnya sambil menutup kedua matanya

Raya hanya diam dan memandang wajah Langit, Apakah selama ini dia merasa tidak hidup? Sekejam apa penyakit yang menderanya sehingga membuat sosok yang memiliki senyum manis ini tidak memiliki semangat untuk hidup, "Umur lo pasti ngga akan lama lagi ya." Mulut sialan. Raya mengumpati mulutnya yang sembarangan mengeluarkan isi hatinya. Tangannya menampar bibirnya pelan sembari menjauhkan tatapannya dari Langit karena merasa tidak enak hati

Langit menyunggingkan senyuman merasa tidak keberatan dengan ucapan gadis disampingnya, "Iya, Aku selalu nungguin waktu itu tiba." Ujarnya sambil menopang tangannya kebelakang seperti tengah bersandar

Raya tertawa canggung mendapat respon yang diluar dugaannya. Ia kemudiaan menurunkan kakinya mencoba menyentuh rerumputan dibawah kursinya lalu matanya terpejam menikmati sensasi menggelitik yang dirasakan telapak kakinya

Raya menoleh kesamping tatkala tangan kurus nan putih pucat itu tengah memegang lengannya, Ia mengerutkan keningnya menatap penuh tanda tanya

"Akan lebih menyenangkan kalau langsung duduk diatas rumput." Ucapnya membantu Raya turun dari kursi rodanya

Please, Just kill meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang