12.Bagian Dua belas

1.4K 104 6
                                    

"Dek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dek.. adek, mau kemana tuh?"

Raya menatap sinis pria bertubuh gempal yang menghalangi jalannya, Rambutnya kribo mengembang hingga menutupi jidatnya. Raya menahan nafasnya tatkala aroma keringat bercampur aroma matahari masuk kedalam hidungnya tanpa permisi

"Minggir." Ucapnya sambil menjauhkan tubuhnya dari dekat pria itu, aromanya seperti tidak pernah mandi berabad-abad

Pria itu terlihat menggigit bibir bawahnya, menatap raya seakan mau menerkamnya.

Raya yang melihatnya membuang muka kesal, apakah pria ini mau memamerkan giginya yang kuning kepadanya?

"Ikut abang yuk dek."

Raya mengeratkan pegangannya di tali tas ranselnya, kenapa orang-orang menyebalkan selalu bermunculan di dekatnya, Tak tahukah mereka bahwa sanya dirinya ingin menghilangkan mereka satu persatu sangking mengganggunya

Dari jarak tiga langkah, raya dapat melihat pria itu perlahan melangkahkan kaki kearahnya. tidak ada pilihan lain selain berbalik dan berlari menghindar. tidak mungkin dengan tampang sok kuat ia menerjang pria yang memiliki tubuh besar jauh diatasnya, sekali sentuh langsung beda alam yang ada

Raya bergidik ngeri dan langsung kocar-kacir berlari tak tentu arah, satu hal dipikirannya saat ini adalah menghindar dari pria bau itu. Entah kemana kakinya membawanya yang paling utama harus aman dulu

Berhenti sejenak, Raya menatap kearah belakang sepertinya pria itu tidak menemukan jejaknya. "Hah, untung selamat." Raya menghembuskan nafas lega

Raya kembali berjalan menelusuri jalan-jalan setapak yang ia sendiri tidak tau arahnya kemana. Dengan bermodalkan seragam sekolah dan tas ransel berisi satu buku dan satu pulpen raya nekat menjelajahi dunia, Bahkan dengan perut keroncongan ia masih tetap memaksakan tubuhnya. Hidupnya lebih miris dari pada gelandangan di luaran sana.

Raya menunduk lesu dan menghapus kasar air mata yang sialnya tanpa permisi mulai membanjiri pipinya. Kata-kata yang pernah ia ucapkan untuk melanie waktu itu ingin ia dengarkan dari mulut seseorang karena sepertinya ia juga tidak akan sanggup lagi menjalani hari-hari berat disini

Dengan mata yang berlinang, raya menatap rel kereta api didepan sana dengan tatapan kosong, Sebuah kebetulan ternyata jalanan setapak tadi membawanya ke sini, Atau mungkin tuhan yang menunjukkan jalannya?

Rencana diotaknya adalah rencana paling gila yang akan ia lakukan, Sejujurnya cukup membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya bergedik ngeri. Bayangkan tubuhnya akan hancur dihantam kereta api yang lewat jika ia berdiri dengan pasrah didepan sana, Sakitnya tidak akan seberapa dibanding tetap memilih bertahan disini. Jadi mungkin ini adalah keputusan terbaik

Suara nyaring peringatan kereta api akan segera tiba masuk dipendengarannya, dengan cepat raya berlari menerobos pembatas tapi terhenti tatkala matanya menatap sosok laki-laki lebih dulu menerobos pembatas dari arah sebrang sana

Matanya membola kaget dan langsung berlari. Kereta sudah terlihat dari kejauhan.
Raya menarik kasar tangan laki-laki yang sedikit lebih tinggi darinya, "Kalau mau mati jangan didepan gua ya anying." Ketusnya menarik paksa cowok itu

Mau tidak mau laki-laki itu terlihat menurut dan mengikuti tarikan gadis asing berseragam sekolah yang terlihat seperti sedang marah, "Kenapa?" Dia bertanya setelah berada agak jauh dari rel kereta

Raya membuang pandangannya ke arah samping. Menghapus air matanya yang kembali menetes, "Kadang kita merasa tidak adil, tapi ini lah takdir." Gumamnya lebih ke-untuk dirinya sendiri

Kesekian kalinya tuhan masih menolaknya untuk beristirahat. Kadang kala ia menatap langit bertanya pada tuhan, Apakah kau pikir aku sanggup untuk menjalaninya? Kenapa kau sangat yakin dengan jiwa yang terlahir dengan sifat lemah dan mudah berputus asa sepertiku berada disini?

Dua orang berjenis kelamin berbeda itu saling tatap dengan pandangan kosong. Raya baru menyadari ternyata cowok didepannya memiliki tubuh yang lebih kurus dari pada dirinya. Kelopak matanya terlihat sayu dengan kantong mata yang nampak sangat jelas

"Lo kabur dari rumah sakit?" Tanyanya melihat baju pasien yang dikenakan laki-laki itu, Apa mungkin dia salah satu penghuni rumah sakit jiwa tebaknya dalam hati

Laki-laki berkulit putih pucat itu mengangguk dan tersenyum getir
"Seharusnya sekarang aku udah tenang diatas sana." Lirihnya dengan menundukkan kepalanya yang terpasang topi berwarna hitam

Raya membuang tebakannya yang mengatakan laki-laki didepannya adalah penghuni rumah sakit jiwa karena sepertinya dia terlihat sangat waras

Menarik nafas pelan, Raya mencoba menenangkan diri. "Dengan menghilang dari dunia dengan cara lo sendiri ngga akan ngebuat lo tenang diatas sana, lo akan dihantui penyesalan karna ninggalin orang-orang yang benar-benar sayang sama lo."

Hahahahah. Bakat terpendam raya adalah menasehati orang lain dengan ucapannya tapi dirinya sendiri tidak mampu ia nasehati. Dirinya kuat untuk orang lain tapi tidak untuk dirinya sendiri

"Sebentar lagi aku akan mati, apa salahnya dipercepat dengan mengakhiri hidup sendiri?"

Raya tertawa miris, ternyata pemikiran bodoh yang pernah singgah diotaknya dilontarkan orang lain tepat didepan matanya sendiri

"Lo kalau tau hidup lo ngga akan lama lagi seharusnya perbanyak kenangan sama orang-orang yang lo sayang bukan malah mempercepat kematian seperti ini."

Laki-laki itu mengangkat kepalanya menatap sosok raya yang juga menatapnya. Ucapan gadis SMA didepannya tidak pernah terpikirkan olehnya, "Kau habis menangis?" Dia bertanya ketika melihat sisa-sisa air mata dipipi gadis itu, matanya juga masih terlihat sembab

Raya menggeleng cepat dan langsung mengusap pipinya, "Mana ada, tadi kelilipan." Ucapnya diiringi tertawa kecil

Senyuman yang terlihat ditarik paksa dikedua sisi pipinya menunjukkan betapa pandainya dirinya menunjukkan kepada penghuni dunia bahwa ia baik-baik saja

Laki-laki itu tersenyum kecil, dia bukan lah anak tk yang mudah dibohongi. Dan sepertinya gadis didepannya juga sedang ada masalah dan dia tidak akan selancang itu untuk bertanya setelah mengetahui gadis itu lebih memilih diam menyembunyikannya

"Namaku Langit, Aku tinggal dirumah sakit yang tidak jauh dari sini, kau bisa menatapnya." Ucapnya tiba-tiba memperkenalkan diri sambil menunjuk bangunan ber-cat putih di kejauhan

Raya mengangguk sambil mengarahkan pandangannya kearah yang ditunjuk laki-laki yang mengaku namanya langit itu

Raya menarik nafas dalam, "Yaudah kalau gitu gua duluan ya." Pamitnya mengakhiri pertemuan ini

Langit yang belum tau nama gadis itu ingin memanggilnya kembali tapi dia urungkan ketika melihat langkahnya yang terlihat buru-buru.

_____

Pertahanannya hancur ketika berada ditepi danau buatan tengah kota, ia menangis sejadi-jadinya. Menangisi kehidupannya yang dulunya sempurna menjadi seperti ini

"GUA BENCI ARLAN, MATI AJA LO SETAN!!"
Ia berteriak mencurahkan semua isi hatinya

"TUHAN NGGA ADIL, MATI SENDIRI DI LARANG TAPI HIDUP DIBIKIN SUSAH MULU."

"ARLAN GUA SUMPAHIN LO NGGA AKAN DAPAT KEBAHAGIAAN DARI SIAPA PUN ITU."

Raya menenggelamkan kepalanya di lutut yang sengaja ia tekuk. Terus menerus menangisi hidupnya yang malang, Penampilannya sekarang sangatlah kacau, rambut yang tadi pagi kuncir satu dengan rapi kini malah berantakan tanpa ikatan. Perban dikepalanya juga sudah waktunya untuk diganti

Raya meremas perutnya yang terasa keroncongan minta diisi, sudah hampir dua hari dirinya tidak makan seharusnya jika ia tidak makan lima hari kedepan besar kemungkinan dirinya akan mati kelaparan bukan?

"Sudah puas membolosnya?"

Lanjut gak??

Please, Just kill meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang