24 - Menghasut

147 10 1
                                    

Regita yang tidak terima kalah saing dengan bocah ingusah. Memilih mendatangi rumah kedua orang tua Abra. Dia ingin mengadu dan berharap mereka akan mendukungnya apalagi dia merasa termasuk ke dalam menantu idaman keluarga Adibrata.

Jelas mereka akan lebih memilihnya daripada pilihan anak mereka yang masih sangat mudadan bar-bar. Dalam benak Regita sedang membanding-bandingkan dirinya dengan Audrey.

Senyumnya tidak pernah pudar ketika membayangkan hubungan Abra dan Audrey kandas karena tidak di restui.

“Lihat saja kau akan menangis darah ketika melihatku bersanding dengan Abra di pelaminan nanti,”ujarnya sesaat setelah sampai di depan rumah pujaan hatinya.

Salah satu pelayan di rumah itu membukakan pintu lalu mempersilahkan Regita untuk duduk di ruang tamu. Setelahnya pamit untuk memanggil sang pemilik ruamh sekaligus membuatkan minum.

Regita melihat sekeliling ruangan yang luas dan mewah. Meski pernah menjadi tunangan Abra wanita itu tidak pernah mengunjungi rumah orang tua Abra. Bahkan mereka saja jarang sekali bertemu dan bertatap muka.

Abra memang sudah tidak tinggal di rumah kedua orang tuanya. Pria itu lebih memilih tinggal di apartment yang dekat dengan kantor ayahnya.

Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan anggun diusianya yang tidak mudah lagi berjalan ke arah Regita.

Regita langsung memasang senyum menawan dan anggunnya agar terlihat baik.

“Selamat sore, Tante,”sapa Regita sopan.

“Sore, ada perlu apa? kalau kamu mencari Abra dia tidak ada di sini,”ujar Ema langsung tidak ingin berbasa-basi pada orang yang pernah melukai perasaan anaknya.

“Saya tidak sedang mencari Abra, Tante. Saya ke sini karena ada yang perlu dibicarakan pada, Tante,”balas Regita masih memasang senyum dan kesopanan. Dia harus mencari muka di depan orang tua Abra agar mendapat restu untuk yang kedua kalinya.

“Memang ada apa?”Ema merasa tidak ada urusan apapun dengan mantan tunangan anaknya itu. Sejak dulu dia tidak menyukainya karena itu dia jarang sekali menemui Regita saat keduanya bertunangan.

“Sekarang ini Abra sedang memiliki hubungan dengan muridnya sendiri, Tante. Kemarin saya berkunjung ke sekolah karena keponakan saya ada masalah. Tidak sengaja saya melihat Abra dan muridnya itu sedang berduaan di lingkungan sekolah. Bahkan mereka tidak memperdulikan beberapa murid lain yang melihat secara terang-terangan,”kata Regita memulai kebohongan agar image Audrey buruk di mata Ema.

Ema yang mendengar perkataan dari Regita mengerutkan dahinya. Abra memang sering datang dan bercerita jika menyukai seorang gadis dan itu muridnya sendiri. Namun, dia tidak percaya jika keduanya bermesraan di lingkungan sekolah.

Jikapun itu terjadi pasti pihak sekolah sudah geger dan melaporkannya pada mertuanya agar ditindak. Mau bagaimanapun posisi Abra di sekolah jika mempermalukan nama sekolah pasti akan terkena hukuman.

Selama ini Ema atau suaminya tidak pernah mempermasalahkan gadis yang menjalin hubungan dengan anaknya. Kalau itu bisa membuat Abra bahagia mereka tidak masalah.

“Apa kamu yakin dengan perkataanmu?”tanya Ema serius.

“Hm, saya yakin, Tante. Bahkan saya dengan berani menegur mereka namun, mereka justru tidak memperdulikannya. Saya takut Abra akan dipengaruhi oleh gadis itu, Tante,”ujarnya meyakinkan.

Ema mengangguk mendengar penuturan Regita membuat wanita itu berpikir Ema termakan dengan hasutannya,“Siapa nama gadis yang sedang dekat dengan Abra?”

“Audrey, Tante,”sahut Regita tersenyum kemenangan.

“Audrey ya,”gumam Ema pasalnya dia belum mengetahui nama kekasih anaknya.

“Kalau begitu saya pamit, Tante,”kata Regita karena dia harus merayakan kemenangannya dalam mempengaruhi Ema.

“Baiklah, hati-hati di jalan,”Ema mengantar Regita sampai di depan pintu.

Saat mobil Regita sudah tidak terlihat muncul mobil lain. Ema yang akan masuk ke dalam rumah mengurungkan niatnya. Hari ini banyak sekali yang berkunjung tidak tahukan dirinya sangat malas meladeni siapapun.

Yang datang adalah Renata, gadis yang dijodohkannya dengan Abra hanya saja pria itu menolak keras. Awalnya dia menyukai Renata yang terlihat baik dan sopan. Namun, ketika mendapat video pertengkaran gadis itu dengan seorang pelayan membuatnya hilang respect.

“Tante,”panggil Renata, keduanya melakukan cipika-cipiki.

“Tumben sekali kamu berkunjung,”kata Ema.

“Tadi ada urusan di sekitar sini jadi Rena sekalian mampir,”balasnya beralasan sejujurnya kedatangannya untuk mengadukan perbuatan Abra.

“Ya sudah, ayo masuk ke dalam,”Ema mengajak Renata untuk masuk ke dalam.

Seperti yang dilakukan Regita, Renata pun mencoba mempengaruhi Ema agar tetap menjodohkannya dengan Abra. Dia tidak mungkin mau kehilangan calon ATM berjalannya itu.

Sebab jika dia menikah dengan Abra otomatis semua kekayaan milik pria itu juga akan jatuh ketangannya.

Ema menanggapi semua cerita bohong Renata seperti dia menanggapi Regita tadi. Pusing juga memiliki anak tampan yang menjadi incaran banyak wanita cantik.

Sementara itu, orang yang sedang dibicarakan justru terlihat bahagia. Abra membawa gadis itu melihat sunset di pantai. Keduanya tampak bahagia berdiri di pinggir pantai menatap matahari terbenam.

“Udah lama gak pernah liat sunset,”kata Audrey tersenyum, biasanya Bara yang akan mengajak gadis itu melihat sunset. Hanya saja sekarang sang kakak sangat sibuk dengan urusan kantor.

“Sekarang jika kamu ingin melihatnya katakan padaku, aku akan mengantar fan menemanimu melihatnya,”sahut Abra seraya memeluk Audrey dari belakang. Pria itu memilih bagian pantai yang cukup sepi agar bisa memiliki waktu berdua saja dengan sang kekasih.

Audrey tersenyum mengusap punggung tangan Abra yang berada di perutnya. Sosok yang dulu dipikirnya sangat sulit didapatkan justru sekarang menjadi kekasihnya.

Gadis itu membalikkan tubuhnya sehingga langsung berhadapan dengan Abra. Kedua saling tatap dan melempar senyum kebahagiaan. Satu tangan Abra berpindah ke tengkuk Audrey lalu menyatukan bibir keduanya.

Keduanya berpagutan mesra seperti tidak ada hari esok untuk mengulang. Abra begitu candu dengan bibir pink mungil milik sang kekasih yang terasa manis. Audrey sendiri tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan menyerang sang guru.

“Sialan, niat mau menyendiri malah dikasih adegan plus-plus,”geram seseorang yang melihat adegan ciuman Abra dan Audrey.

Audrey yang mendengar itu membuka mata begitu juga dengan Abra. Mereka berdua saling pandang sebelum menjauhkan wajah. Lalu menatap orang yang tadi marah-marah.

“Loh, Arthur?”panggil Audrey saat mengenali orang itu.

Mata Arthur terbelalak kaget ketika mengetahui kalau orang yang tengah berciuman adalah Audrey dan gurunya. Dia memang mendengar gosip jika Audrey mengejar guru itu hanya saja tidak menyangka mereka akan memiliki hubungan lebih.

“Gila, bisa-bisanya loe ciuman di tempat umum gini sama orang yang notabenenya guru loe lagi,”decak Arthur masih syok.

Audrey menggaruk kepalanya kikuk,“Daripada loe gak berani ngungkapi perasaan nanti jadi sama kakak gue nangis,”ledek Audrey yang membuat Arthur mendelik sinis. Bisa-bisanya dia diingatkan tentang hal yang ingin sekali dilupakannya.

“Diem loe, gue itu lagi berusaha deketin,”kilahnya tidak terima diremehkan.

“Bohong banget, kemarin aja loe malah ngehindar bukannya deketin Chesa,”balasnya lagi, saat Arthur ingin membalas Abra terlebih dahulu mendahuluinya.

“Sudah, jangan bertengkar,”lerai Abra tidak ingin melihat keduanya saling melempar kata lagi.

Tidak dipungkiri dirinya merasa cemburu ketika melihat sang kekasih yang begitu dekat dengan pria lain. Meski itu teman satu kelasnya apalagi Rendra dan yang lainnya begitu mengerti tentang Audrey. Mungkin lain kali dia akan meminta daftar list tentang kekasihnya itu.

Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Beloved TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang