“Fer, akun itu komen lagi,” kata Joni, mengalihkan pandangannya sejenak dari layar laptop, menatap Ferdi yang baru saja menutup pintu kamar.
Ferdi menghampiri Joni. Short video yang diunggah beberapa hari lalu ternyata makin banyak mendapat dukungan dan komentar, salah satunya dari akun bernama ‘No Name’, orang yang menyuruh pergi ke Tanah Haram.
Dia hanya mengetik ‘saya masih menunggu’ di kolom komentar video short itu. Ferdi sempat berpikir, mungkinkah akun itu menunggu video durasi penuh?
“Dari kemarin, aku, tuh, penasaran sama akun ini. Dia itu siapa?” ucap Joni, mengamati, akun tanpa foto profil itu.
Akun No Name dibuat sejak dua tahun lalu. Di profilnya tidak ada satu pun yang menjelaskan tentang dirinya. Joni sempat menduga, akun tersebut palsu, bisa jadi memiliki akun lain yang sering digunakan.
“Dia juga kagak subscribe channel YouTube kita.” Joni menambahkan.
Mereka mulai penasaran, ingin mengetahui siapa di balik akun bernama No Name. Andai kata baik Joni maupun Ferdi bisa melacak akun tersebut, pasti sudah dilakukan saat ini. Hanya ada dugaan-dugaan yang bisa dijadikan petunjuk. Ferdi sempat berpikir, akun No Name tersebut mungkin keberadaannya tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Tanah Haram bukanlah nama tempat yang bisa dengan mudah diketahui. Hanya orang-orang tertentu yang tahu. Jika mencari di internet, hanya ada beberapa artikel yang sedikit menjelaskan tempat tersebut, itu pun hanya secuil informasi yang dijelaskan.
“Coba komentari,” suruh Ferdi.
Joni menurut. Dia hanya membalas agar disuruh menunggu karena video masih dalam tahapan pembuatan. Selesai membalas, Joni mengalihkan pandangan dan dia tidak sengaja melihat seseorang yang tengah berjalan memasuki hutan.
“Itu ayahmu, ‘kan? Mau ke mana dia?” tanya Joni sambil menunjuk ke luar jendela.
Ferdi yang tengah berdiri di samping Joni, mengarahkan pandangan ke jendela. Di luar rumah memang terlihat seseorang dan benar itu adalah Samsudin. Dilihat dari pakaiannya, sang ayah akan pergi ke kebun. Celana panjang lusuh dan sebilah gaman di tangan, sudah cukup membuktikan kebenaran.
“Paling juga ke kebon. Namanya saja orang desa, kerjaannya paling sering ke kebon,” sahut Ferdi, memberi tahu.
Joni beralih pandang ke laptop lagi. Tidak disangka-sangka, akun No Name membalas. Ferdi dipanggil, mereka pun sama-sama membaca isi komentar dari akun tersebut.
[Ambil seutas tali di sana, lilitkanlah ke leher.] Ferdi dan Joni saling mengerutkan kening saat membaca isi komentar itu.
“Maksudnya apa?” tanya Joni heran.
Joni menatap wajah Ferdi, mungkin sahabatnya tahu maksud komentar akun itu. Namun, Ferdi juga tidak tahu apa-apa.
Ferdi menyuruh Joni sedikit bergeser agar dirinya bisa duduk. Dia dibuat penasaran akan akun itu. Akun tanpa profil tersebut seperti tahu banyak tentang Tanah Haram daripada Ferdi sendiri.
[Kamu sebenarnya siapa?] Joni mengetik kalimat balasan.
“Ini pasti orang sini. Cuma ... siapa dia?” Ferdi bermonolog. Dia tengah mencari tahu kira-kira siapa bisa dijadikan tersangka.
Selama tinggal di desa, Ferdi kurang begitu paham dengan Tanah Haram. Yang dia tahu, ayah, tetangga, dan penduduk, menyuruhnya untuk tidak memasuki Tanah Haram seorang diri, apalagi sengaja ke sana.
Masalah tali yang diikat ke leher, sama sekali tidak diketahui. Seingat Ferdi, dia tidak pernah diceritakan masalah itu. Tujuannya apa, hanya akun tersebut yang tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanah Haram
HorrorMendapat juara dua dalam parade menulis yang diselenggarakan Penerbit Nahwa. Demi konten, Ferdi, Nabila, dan Joni rela memasuki tempat berbahaya. Mereka mendatangi Tanah Haram, sebuah hutan belantara yang kerap dijadikan sebagai tempat bunuh diri. P...