Perjalanan hanya membutuhkan waktu empat sampai lima jam. Jauh, tetapi beruntungnya jalan yang Joni ambil tidaklah terlalu ramai dan macet. Setelah meminjam handycam, perjalanan dilanjutkan meski baru tiga perempat perjalanan. Joni sempat ingin mengajak Rudi, si pemilik handycam, tetapi sahabatnya tidak mau karena tempat tujuannya jauh.“Lain kali saja, aku juga mau ikut. Kalau kamu kagak mendadak seperti ini, ya, sebenarnya kagak masalah. Maaf, ya, Jon,” ucap Rudi saat itu. Joni memaklumi, tidak masalah tawarannya ditolak.
Handphone sengaja dinonaktifkan agar tidak ada panggilan dari Ferdi. Sahabatnya itu pasti berpikir bahwa dirinya tengah kesal dan marah. Jika konten kali ini berhasil, Joni sudah memutuskan akan mengajak orang lain sebagai Bagian ner, menggantikan Ferdi yang tidak bisa diajak bekerja sama.
Mobil Joni bergerak di jalan pedesaan. Dia sengaja mengambil jalan pintas agar tidak mengalami kemacetan. Meskipun harus melewati perkebunan dan sebuah tempat angker yang dahulu pernah disinggahi, yang penting bisa sedikit memotong waktu agar sesampainya di tempat tujuan tidak terlalu malam.
Setelah melewati tempat angker berupa bekas bangunan sekolah, lampu mobil menyorot seseorang yang tengah berjalan sendirian di kebun warga. Seorang perempuan batik biru dan mengenakan celana panjang, tetapi Joni tidak terlalu memedulikannya, mobilnya terus melaju dalam keheningan malam.
Paling hanya orang yang mau pulang atau pergi ke suatu tempat, Joni berpikir demikian. Dia masih santai dalam menyetir sampai tiba-tiba dibuat kaget ketika melihat perempuan itu lagi, seseorang berpakaian batik biru dan celana panjang.
Mulai dari gesture tubuh yang tinggi sampai dengan model rambut sepanjang bahu yang dibiarkan terurai, sama seperti perempuan pertama dilewati. Orang itu berjalan makin ke tengah jalan, Joni memilih mempercepat laju mobil dan berusaha tetap berpikiran positif.
Mobil kembali melewati kelokan, perempuan itu kembali muncul dan dengan posisi tepat di tengah-tengah jalan. Pikiran Joni mulai dipenuhi hal-hal negatif. Karena orang di depan hanya terlihat punggungnya saja, Joni tidak bisa melihat rupa wajahnya.
Mobil berhenti, klakson berbunyi tiga kali. Akan tetapi, perempuan di depan tidak menggubris dan masih tetap melangkah di tengah-tengah jalan. Perasaannya makin tidak keruan, takut jika terjadi sesuatu.
“Syukurlah ada mobil di belakang,” ucap Joni, lega ketika mendengar klakson.
Tanpa pikir panjang, mobil melewati orang di depan. Joni tidak berani menoleh ke arah spion. Dia tetap melaju sambil menunggu kendaraan di belakang muncul untuk menemaninya keluar dari area perkebunan.
Terdengar klakson berbunyi lagi, dari kaca spion terlihat sorot lampu dari kendaraan di belakang. Mobil Joni menepi. Dia merasa jauh lebih baik saat yang ditunggu-tunggu telah datang.
Pickup di belakang sudah menyalip, Joni pun mengikuti dengan perasaan sedikit lebih tenang. Perempuan itu tidak muncul lagi sampai perkebunan warga berganti dengan perumahan.
***
Hampir setengah sebelas malam, perjalanan panjang bisa ditempuh tanpa banyak hambatan, arah yang ditunjuk GPS juga benar. Pepohonan lebat terpampang nyata di depan. Mobil Joni mulai melewati pepohonan-pepohonan itu sambil dia sendiri mengotak-atik handphone setelah hampir tiga jam tidak pernah disentuh.
Seperti biasa jalanan sepi dan gelap. Hanya bermodal sorot lampu mobil, pemandangan di luar bisa sedikit terlihat.
“Pasti kaget pas lihat ini.” Joni bercelatuk.
Joni mengambil video pendek yang menampilkan pemandangan hutan. Sambil tangan kanannya memegang kemudi, tangan satunya menggeser-geser layar handphone, mengetik sesuatu dan tidak lupa menyisipkan video ke nomor Ferdi.
Saat handphone dimatikan, ternyata Ferdi cukup banyak mengirimkan pesan, bahkan terpampang tiga kali panggilan tidak terjawab dari nomor serupa. Joni sudah menduga hal itu akan terjadi dan ternyata memang benar.
Karena Ferdi mematikan fitur online di aplikasinya, Joni tidak tahu kapan terakhir sahabatnya menyalakan koneksi internet. Saat mengirim pesan, ternyata centang dua, pertanda bahwa sambungan data di handphone Ferdi masih menyala.
Selesai mengirim pesan, handphone dionggokkan di kursi samping. Joni kembali menyetir dengan dua tangan. Karena sudah terbiasa tidur tengah malam sehingga membuatnya masih terjaga, hanya saja rasa penat sudah melanda dari satu jam yang lalu. Dia butuh istirahat.
Meskipun hanya duduk, memegang kemudi, dan fokus menatap jalan, rasa lelah juga akan datang. Perut juga terasa lapar. Akan tetapi, beruntung Joni sengaja membeli beberapa bungkus roti saat masih berada di kota. Air minum dalam kemasan juga tidak lupa dibeli, barang yang tidak boleh sampai terlupakan.
Pandangan Joni sesekali mengarah ke beberapa sudut. Tidak ada setitik cahaya, benar-benar gelap dan sepi di dalam area hutan. Dia hanya seorang diri, hanya deru mobil yang tertangkap telinga sampai tiba-tiba terdengar notifikasi pesan masuk.
Dengan cepat, Joni menoleh. Layar handphone-nya menyala. Benda persegi itu diambil, terdapat pesan balasan dari Ferdi. Ternyata anak itu belum tidur, pikir Joni begitu. Dia lantas menyunggingkan senyum tatkala membaca pesan dari Ferdi.
“Dasar gila! Cuma demi konten, rela bahayain diri sendiri!”
Isi pesan dari Ferdi membuat lengkungan di bibir Joni bertahan lama. Dia juga mengirim pesan baru, isinya berupa suruhan untuk pulang dan jangan melakukan hal konyol di hutan yang diselingi dengan kata-kata umpatan.
Joni memilih tidak membalas meski dirinya sempat dikatakan bodoh oleh Ferdi. Dia sadar bahwa sahabatnya kesal. Lagi pula, kata-kata seperti itu sudah sering didapat sehingga baginya sudah dianggap hal lumrah.
Dari isi pesan Ferdi, Joni teringat masa lalu. Saat duduk di bangku SD dan SMP, dia selalu dianggap lemah, menyusahkan orang, dan tidak bisa diandalkan. Teman-temannya selalu mengeluh ketika bersanding dengannya.
Yang terjadi memang benar. Joni adalah seseorang yang lebih banyak menyusahkan orang lain, tidak bisa diandalkan, dan dianggap beban. Namun, setelah masuk bangku SMA, Joni sudah berniat untuk berubah. Satu bukti lagi akan dia tunjukkan ke orang-orang yang selalu meremehkannya.
“Kenapa harus sama Joni? Males, deh, kalau sama dia.” Salah satu ucapan dari temannya yang masih tersimpan di benak Joni.
“Bu, boleh tukar dengan yang lain?” Sebuah kalimat yang diucapkan teman lama Joni sewaktu dia masih duduk di bangku kelas tujuh.
Ucapan-ucapan menyakitkan akan selalu teringat sampai kapan pun. Joni tidak akan mudah melupakan siapa-siapa saja yang telah merendahkannya. Dari kejadian itu, dia bertekad agar suatu hari nanti akan menjadi orang yang bisa diandalkan, tidak seperti dahulu lagi.
Selesai mengingat-ingat masa lalunya, mobil Joni berhenti. Di samping kendaraan itu, terdapat sebuah jalan kecil. Nanti, dia akan memasuki hutan melewati jalan setapak tersebut. Sebelumnya, Joni akan beristirahat sebelum memulai. Sepuluh menit, lebih dari cukup untuk mengembalikan tenaganya.
Joni memang orang penakut, tetapi ketika sudah nekat melakukan sesuatu, rasa takutnya itu seakan-akan hilang untuk sementara waktu. Dalam kesunyian dengan pemandangan luar begitu gelap, Joni menikmati rotinya sambil membuka handphone.
Terdapat panggilan masuk lagi dari Ferdi, tetapi Joni memilih abai. Dia yakin jika konten sudah di-upload, pasti akan membawa pengaruh besar bagi channel YouTube-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanah Haram
HorrorMendapat juara dua dalam parade menulis yang diselenggarakan Penerbit Nahwa. Demi konten, Ferdi, Nabila, dan Joni rela memasuki tempat berbahaya. Mereka mendatangi Tanah Haram, sebuah hutan belantara yang kerap dijadikan sebagai tempat bunuh diri. P...