Aera sudah memikirkan ini selama semalaman. Dia bahkan sengaja tak mengangkat telepon dari Areum.
"Sudah kuputuskan, aku harus tetap kembali ke duniaku apapun yang terjadi."
Pagi itu, Yoojin telah menyiapkan sebuah ruangan yang dijadikan sebagai pintu menuju dunia Aera.
"Silahkan baca kata-kata ini dan kau akan pergi ke duniamu."
Setelah Yoojin menyerahkan sebuah kertas, ia keluar dan menutup pintu. Aera mengembuskan napasnya lalu dengan percaya diri membacanya.
Cahaya putih memenuhi ruangan tersebut dan tubuhnya ditelan hingg habis. Sebelum pergi, Aera meminta tolong pada Yoojin untuk mengucapkan terima kasih pada Areum dan keluarganya juga pada teman-teman kelasnya.
Dia senang bisa berada di sana hingga akhirnya kembali ke dunianya. Matanya terbuka, menatap ruangan yang bertembok putih polos. Bunyi alat merusak kosentrasinya.
"Aku di rumah sakit?" tanyanya dengan suara pelan.
Pintu terbuka, kedua manik itu saling bertemu. Wanita dengan baju kerjanya yang berdiri di ambang pintu nampak terkejut. Dia berlari dan memeluk tubuh Aera.
"Akhirnya kau bangun. Maafkan ibu yang selalu sibuk bekerja sampai-sampai tak memperhatikan kesehatanmu."
Jauh dari lubuk hatinya, dia sangat senang. Setidaknya ibunya benar-benar peduli padanya sekarang.
Ibunya cerita bahwa Aera koma selama sebulan lebih, tubuhnya seperti tidak memiliki jiwa. Sangat kosong, tetapi jantungnya tetap bergerak.
Setelah kejadian itu, Aera menjadi dekat dengan kedua orang tuanya. Bahkan kehidupan sekolahnya lebih baik hingga dia lulus.
Aera kini sedang menatap langit sore, dia rindu dengan Areum dan ibunya yang berada di dunia lain tentunya.
"Kira-kira Areum sedang apa, ya?"
Sebuah ketukan terdengar di pintu kamar, dia beranjak dari balkon dan menemui ibunya.
"Ada tamu untukmu, ibu tidak tahu kau punya teman pria yang tampan. Cepat, temui dia sana. Ibu akan bawa cemilannya nanti."
Aera hanya mengangguk, dia penasaran siapa teman yang dimaksud dengan ibunya itu.
Begitu tiba di ruang tamu, pria itu membelakanginya.
"Rambut merah muda? Mungkinkah ... "
Yaps, tebakan Aera benar. Gadis itu membeku sesaat, tetapi dia harus benar-benar terlihat normal sekarang. Kedua orang tuanya tidak tahu apa yang sudah dia lalui dan siapa orang ini sekarang.
Aera memberanikan diri dan duduk tepat di hadapan pria itu.
"Bagaimana bisa kau tahu rumahku?" tanya Aera tanpa basa basi.
"Apa yang tidak aku ketahui tentang kau? Bagaimana kehidupanmu yang dulu, hanya aku yang tahu."
Aera tersentak, menatap Jihoon dengan penuh kekesalan.
"Duniamu tidak terlalu buruk. Sepertinya aku akan betah tinggal di sini dan-"
"Cemilan datang."
Aera merasa tertolong kali ini. Ibunya tidak tahu menahu terkait masalah yang sedang menimpanya dan betapa kejamnya pria di depannya ini.
"Kalian mengobrolah, ibu harus ke kantor. Maaf ya Aera, ibu akan pulang cepat nanti. Ah, siapa namamu?"
"Ibu menatap Jihoon seakan pria itu telah mencuri perhatiannya. Sialan itu, dia tidak boleh terlalu dekat dengan keluargaku."
"Aku Jihoon, teman Aera. Anda ibunya? Sangat cantik seperti Aera!" puji Jihoon membuat wanita tersebut tersipu malu.
"Ck! Ternyata dia pandai memuji orang."
"Aera, temanmu ini bisa saja. Sudah ya, ibu bisa terlambat ke kantor nantinya."
Setelah kepergian ibunya, kini Aera menatap tajam ke arah Jihoon. Entahlah, dia merasa seperti Jihoon yang sekarang tidak seseram yang dulu.
"Jangan coba-coba kau mencuri perhatian ibuku. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mau menerimamu."
"Aku harus berjuang agar orang tuamu mengakuiku dan mengizinkanku untuk menikahimu."
"Jangan bermimpi Jihoon. Aku tidak suka pria kasar sepertimu."
"Ah, jadi kau suka pria yang lembut?"
Setelah pertemuannya dengan Jihoon untuk pertama kali di dunia ini, mereka lebih sering bertemu sekarang. Entah kebetulan atau kesengajaan. Seperti sekarang, saat Aera sedang mengambil ramen kesukaannya, seseorang lebih dulu mengambilnya.
Dia berbalik dan mendapati Jihoon di sebelahnya.
"Oh, apakah kau ingin ramen ini?" tanyanya dengan senyuman mengejek.
"Aku yang duluan melihatnya. Kembalikan ramen itu!"
"Menikah denganku, maka akan kuberikan kau ramen ini."
"Dasar sinting. Aku sudah tidak menginginkam ramen itu lagi."
Aera lekas berjalan menuju kasir dan hendak membayar belanjaannya, sayangnya Jihoon lebih dulu mengatakan bahwa semua belanjaan Aera masuk ke dalam tanggungannya.
"Belanjaan gadis ini, biar aku saja yang bayar."
Dia mengeluarkan black card membuat seisi toserba tercengang. Di sisi lain, Aera yang telah bersiap-siap mengeluarkan uang, terkejut dengan ucapan Jihoon.
"Tunggu, Jihoon!" teriaknya yang mengejar Jihoon.
"Jihoon, tunggu. Aku tidak mau berutang apapu padamu, dasar siluman licik. Jihooon!"
***
"Aku kehilangan jejaknya. Ah, aku tidak mau membuat hutang padanya. Dia itu licik, berbahaya."
Dengan langkah lesu, masuk ke pekarangan rumah dan merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu.
"Kenapa aku merasa seperti Jihoon sedikit demi sedikit mulai berubah? Dia tidak memaksa seperti waktu itu bahkan niat menculik pun tidak ada."
"Tidak, dia pasti merencanakan sesuatu. Yah, setidaknya mari kita persiapkan diri jika kemungkinan buruk yang akan terjadi."
Malam harinya, ibunya masuk ke dalam kamar. Menghampiri Aera yang sedang asik dengan cemilannya.
"Aera ... Ayah dan ibu akan pergi ke luar kota selama dua minggu. Jadi ... "
"Tidak apa-apa. Aku akan baik-baik saja di sini."
"Jadi, ibu sudah meminta tolong pada Jihoon untuk menemanimu selama kami tidak ada!" ucapnya sembari tersenyum, sementara Aera menyemburkan cemilan yang tadi dia kunyah.
"Ahaha, ibu tidak perlu bantuannya. Aku ini sudah besar jadi-"
"Aera ... Ibu tidak ingin kejadian waktu itu terulang lagi. Ibu tidak ingin kehilangan anak satu-satunya."
Aera menatap mata ibunya, tersirat rasa khawatir yang besar serta ketakutan. Mungkinkah kejadian itu menjadi keberuntungan padanya, di mana kedua orang tuanya menjadi lebih peduli padanya sekarang.
"Baiklah."
Jika Aera bersikeras menolak, tentu akan menimbulkan kecurigaan. Dia tidak mau jika mereka tahu tentang kejadian yang menimpanya.
"Pulanglah lebih cepat jika kerjaan sudah selesai."
Aera tersenyum dan memeluk ibunya. Pelukan hangat ini, dia sangat merindukannya. Mengingatkannya pada ibunya yang berasal dari dunia lain.
Kepergian kedua orang tuanya adalah bencana bagi Aera sendiri. Mengingat bagaimana Jihoon pernah memperlakukan dirinya kasar selama sebulan.
Baiklah, Aera pasti bisa melewati bencana ini. Semangat!
Bersambung...
Bisa-bisa elah, tenang aja ntar kalo Jihoon macem" gue eksekusi titidnya biar kek Shaorung yahahhaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku di mana? (lookism)
FanfictionMasuk ke dunia komik dengan ending yang belum selesai. Apakah Aera berhasil mengetahui ending dari komik tersebut dan menemukan penyebab dari si pembuat komik yang tak kunjung memberitahukan endingnya? Lalu, bagaimana bisa dia lolos dari jeratan tal...