14

391 57 10
                                    

Kini keduanya tengah duduk, sementara Aera sibuk menikmato donatnya.

Bahkan ia tak menawarkan satu donat pun pada Jihoon, tetapi itu bukanlah masalah.

Bisa saja Jihoon membeli pabrik donat untuk Aera sekarang. Pergi ke mana pun Jihoon tetap saja kaya.

Sudah seminggu Jihoon menghabiskan waktu bersama Aera. Gadis itu juga sepertinya sedikit demi sedikit membuka hatinya untuk Jihoon.

Siapa yang tidak akan jatuh cinta secara perlahan jika menghabiskan waktu bersama dan diperlakukan seperti tuan putri, ha?

Saat ini keduanya sedang menonton film horor yang Aera dapatkan dari rekomendasi teman-teman kelasnya dulu.

   "Kau yakin ingin menonton film horor?" tanya Jihoon memastikan.

   "Seratus persen yakin," jawabnya dengan penuh semangat.

Lampu pun dimatikan, film segera di mulai. Baru saja di pertengahan film, Aera sudah menutup mata dengan kedua tangannya. Begitu ada jumpscare, dia berteriak paling kencang membuat seisi bioskop terkejut.

Setelah film selesai, Aera bergegas keluar dengan kaki yang lemas. Tidak akan pernah lagi dia mau menonton film horor. Padahal jelas ia tidak takut dengan hal-hal seperti itu, hanya saja ini film paling seram menurutnya.

   "Tadi bilangnya tidak takut."

   "Ku pikir filmnya tidak seseram itu."

   "Lain kali lihat dulu rating kehororannya. Kau ingin makan sesuatu?" tawar Jihoon dengan menatap ke arah Aera.

   "Aku mau makan ramen."

Jihoon hanya tersenyum, lantas membawa Aera ke kedai ramen yang sedang ramai sekarang.

Setelah pesanan datang, Aera nampak tak sabar untuk menikmatinya.

***

Malam itu, suasana terasa sedikit mencekam. Jihoon sedang keluar untuk membeli barang yang Aera suruh.

Gadis itu duduk termenung di dalam kamar.

   "Jihoon yang sekarang benar-benar berbeda. Rasanya seperti kejadian waktu itu telah menghilang dari pikiranku. Aku juga tidak bisa terus-terusan dendam padanya."

Aera merebahkan tubuhnya, merasakan betapa nikmat tiduran di ranjang miliknya sendiri

Tiba-tiba terdengar suara dobrakan sangat keras di bawah. Aera yang terkejut lantas berlari dan mengintip dari atas.

Beberapa pria berpakaian serba hitam tengah masuk ke dalam rumahnya sembari melihat-lihat. Hingga salah satu dari mereka melihat Aera.

   "Itu dia!" teriaknya membuat yang lainnya bergegas melihat ke arah yang sama.

Aera terkejut, ia bergegas masuk ke dalam kamar dan mengunci. Tak lupa meja belajar ia dorong sebagai ganjalan. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, orang tuanya akan datang sekitar lima hari lagi.

Pikirannya sekarang melayang ke Jihoon yang masih membeli pesanan Aera. Dia berjongkok di dekat ranjang, berdoa pada Tuhan agar orang-orang itu tak berhasil masuk.

Sayangnya suara dobrakan terdengar jelas. Aera semakin ketakutan dan berjalan ke arah balkon. Melihat ketinggian itu, seketika kepalanya pusing.

   "Tuhan, ku mohon bantu aku!"

Tubuhnya bergemetar hebat, suara tembakan terdengar jelas. Tiba-tiba terdengar suara orang berteriak membuat Aera terkejut.

Di luar cukup gaduh, di tambah dengan suara tembakan yang membuat gaduh. Dia terus berdoa, memohon agar Tuhan melindunginya. Sebelum itu, segera Aera kembali ke kamar dan mengambil ponselnya.

Menekan beberapa digit lantas menelepon. Setelah melaporkan kejadiannya, panggilan di tutup.

Suara gedoran kecil terdengar, Aera masih panik di tempat.

   "Aera, ini aku. Jihoon!"

Mendengar itu, ia bergegas menyingkirkan meja, lantas membuka pintu.

Ia menangis histeris sembari memeluk Jihoon, setelah Aera cukup tenang, suara sirine polisi terdengar.

Sayangnya, sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Salah satu dari pria berbaju hitam itu bangkit dan mengarahkan pistol tepat pada belakang Jihoon.

Aera terkejut dan belum sempat berteriak, peluru tersebut telah mengenai jantung Jihoon.

Polisi lantas masuk dan menangkap mereka semua, apa alasan mereka mencari Aera?

Gadis itu menangis semakin menjadi saat tangannya berlumuran darah milik Jihoon. Tubuh gagahnya tumbang dalam pelukan Aera, darah segar keluar dari ujung bibir.

    "Tidak, Jihoon. Bertahan, ku mohon. Pak, cepat panggil ambulan!" sentaknya. Polisi dengan cepat menelepon ambulan, tak beberapa lama rumah Aera telah ramai.

Beberapa tetangga datang dan terkejut melihat kondisinya, terutama Jihoon. Gadis itu tak henti-hentinya menangis, terus menggenggam tangan Jihoon, takut jika sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Di dalam ambulan, genggaman tangan Jihoon sedikit melemah. Aera beralih menatap pria yang beberapa tahun lalu sempat menyiksanya. Bibir itu tersenyum, mata sipitnya berbentuk seperti bulan sabit.

   "Ku mohon, bertahanlah. Jangan ... Jangan tinggalkan aku, Jihoon!"

   "Ja-jangan menangis ... Uhuk ... Nanti ca-cantiknya hilang."

   "Jangan bicata dulu Jihoon, ku mohon. Darah terus keluar, tolong lakukan sesuatu!"

Aera sampai terduduk di bawah sembari tangan yang menggenggam erat jemari Jihoon.

   "Jihoon, katanya kau mau menikahiku. Ayo bertahan, jangan begini. Jangan tinggalkan aku sendir, please."

Tangisan Aera sangat menyayat hati, Jihoon tak tahu harus apa. Tubuhnya tak kuat lagi, sulit baginya untuk bertahan sekarang.

Setibanya di rumah sakit, mereka membawa Jihoon ke ruang operasi. Namun, sebelum mereka masuk pria itu meminta waktu sebentar untuk membisikan sesuatu pada Aera.

Setelah mendapatkan bisikan tersebut, tubuh Aera menegang. Keseimbangan dirinya menghilang, mengakibatkan ia terjatuh di lantai. Seorang suster bergegas membantu Aera dan membawanya ke ruang tunggu.

Kata-kata Jihoon masih menggema jelas di ingatannya. Dia menangis sesegukan, merasakan betapa sakit hatinya melihat orang yang telah mencuri hatinya itu dalam keadaan memprihatinkan.

Ya, Aera telah jatuh hati saat hari ketiga Jihoon menemaninya. Mulut dan hati manusia selalu tak sejalan bukan? Juga, mereka mudah sekali untuk jatuh hati.

Sudah sekitar dua jam, akhirnya ruangan operasi berubah menjadi berwarna hijau. Aera masih berdoa pada Tuhan, berharap mendapatkan belas kasihan.

Seorang dokter menghampiri Aera dengan baju operasinya. Menyentuh pundak gemetarnya, dia sangat prihatin dengan kondisinya saat ini.

Aera pun segera berdiri begitu mengetahui dokterlah yang mengusik doanya.

    "Dokter bagaimana dengan keadaan Jihoon?"

Dokter tak ingin bertanya mengenai keluarga si pasien, melihat bagaimana kondisi Aera sekarang, dia menyimpulkan sendiri bahwa kemungkinan besar gadis itu adalah kekasih pasiennya.

   "Saya harap anda berlapang dada menerima apapun yang saya katakan."

   "Apa dokter!" teriaknya kesal.

   "Operasi kami gagal. Pelurunya masuk terlalu dalam dan menghentikan detak jantungnya. Kami telah-"

   "Tidaaak! Anda pasti berbohong, kan?" tatapan mata sendu itu menyiratkan rasa tak percaya yang amat besar.

   "Maafkan kami."

Bersambung...

Yaaah, mokad wkwk
Kira-kira apa ya, yang Jihoon bisikin ke Aera..

Jangan salahkan author, salahkan lagu The one that got away yang keputer pas gue nulis part ini, makannya di bikin mokad :v

Utiwi end yahahaha

Aku di mana? (lookism)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang