15

720 65 16
                                    

Coba deh baca sambil dengern lagi katy parry-The one that got away

Aera kini sedang berada di ruang operasi, menatap mayat Jihoon yang telah tertutup kain putih. Menatap wajah tampan itu, Aera sesekali sesegukan. Air matanya telah mengering sejak tadi, bahkan seperti seseorang yang tak memiliki niat untuk hidup lagi.

   "Jihoon, ayo bangun. Tak masalah jika kau mau mengurungku lagi sebulan, dua bulan atau bahkan bertahun-tahun, asalkan kau bangun. Jihoon."

   "Kenapa kau harus mencuri hatiku saat-saat seperti ini. Sesak Jihoon, rasanya seperti aku akan mati juga. Seharusnya kau tidak datang, seharusnya aku menyerahkan diri saja."

   "Jihoon, polisi tadi datang ke mari dan mengatakan kalau orang-orang tadi adalah suruhan dari musuh ayahku. Jihoon, maafkan aku ... Maaf membuatmu menderita."

   "Jihoon, ayo bangun. Biarkan aku melihat senyummu itu, jangan membuatku seperti orang yang menyedihkan. Lee Jihoon!"

Setelah tenang, Aera di bawa kembali ke rumahnya. Orang tuanya akan tiba besok pagi, dia masuk ke dalam kamar dengan bibir bergetir. Orang yang baru dia peluk beberapa jam lalu, kini telah meninggalkannya untuk selamanya.

Dia merebahkan tubuhnya di ranjang, mencoba mengingat aroma tubuh pria yang benar-benar sudah membuatnya jatuh cinta itu.

Dia kembali menangis, bahkan suaranya sangat amat lirih. Tangisannya benar-benar pilu, matanya sembab dan sulit baginya untuk melihat sekitar. Kepalanya pusing, detik itu juga Aera pingsan.

    "Tunggu aku dikehidupan selanjutnya, ya. Aku pastikan tidak akan melepaskanmu lagi, aku mencintaimu!"

   "Tidaaak!" teriaknya yang baru saja terbangun dari tidur panjang.

Ibunya yang baru masuk, lantas berlari dan memeluk anaknya. Aera kembali menangis, meraung-raung menyebutkan nama Jihoon berkali-kali.

   "Sayang, tenanglah dulu. Aera, tenang, ya?"

   "Jihoon, aku mau Jihoon bu."

Suara isak tangis anaknya membuat hati sang ibu menjadi sangat sedih. Ayahnya baru saja masuk dan langsung memeluk putri semata wayangnya itu.

   "Maafkan ayah, sayang. Seharusnya ayah tak membiarkan kalian berdua tanpa adanya penjaga. Maaf, ayah sudah lalai."

   "Ayah, aku mau Jihoon. Ayo bawa aku bertemu dengannya."

Aera kembali teringat saat Jihoon membisikan sebuah ucapan dan itu kembali terdengar dalam mimpinya tadi.

    "Tunggu aku dikehidupan selanjutnya, ya. Aku pastikan tidak akan melepaskanmu lagi, aku mencintaimu!"

    "Jihoon bilang, dia mencintaiku. Terus kenapa dia pergi, harusnya dia tetap bersamaku!"

Siang itu, orang tua Aera menatap anaknya yang telah terlelap akibat kelelahan menangis.

   "Ayah, ibu jadi kasihan pada anak kita. Keluarga Jihoon juga tidak ada."

   "Ayah sudah urus semuanya. Ayah harap, Jihoon dan anak kita bisa bersatu lagi. Ayah tidak tega melihat dia menangis seperti itu."

Semuanya telah berlalu hingga Aera berumur dua puluh tujuh tahun. Saat ini dirinya disibukan dengan cafe miliknya sendiri.

Aera duduk pada meja kasir, menatap setiap pelanggan yang datang untuk sekedar menikmati kopi racikannya sendiri.

Ia melamun, kali ini memikirkan tentang kejadian beberapa tahun silam. Dia merindukan sosok itu, pria yang membuatnya tersiksa selama sebulan, lalu berhasil mencuri hatinya hanya dalam kurun waktu tiga hari.

Kali ini datang seorang mahasiswa dengan pakaian kemeja berwarna hitam, memasuki cafe. Aera segera tersadar dan mencoba menyambut pelanggannya itu.

   "Selamat dat-"

Ucapan Aera terhenti kala seseorang itu tersenyum ke arahnya. Dia menutup mulutnya sendiri, merasakan ada cairan bening yang membasahi pipinya.
 
   "Hai!"

Tenggorokan Aera tercekat, ingin sekali bersuara, tetapi tak bisa.

   "Lama tidak bertemu, wajahmu masih saja cantik.

Beberapa pelanggan memperhatikan mereka dengan keheranan. Pria itu berjalan mendekati Aera, lantas memeluknya.

   "Ji-Jihoon?"
 
   "Ya, ini aku."

Tangisannya pecah, beberapa karyawan hendak menghampiri mereka, tetapi tak jadi. Melihat bagaimana bos mereka memeluk pria itu, sepertinya mereka paham, mungkin.

   "Kau ke mana saja? Aku sudah menunggumu. Kau tahu ... Banyak pria yang datang melamarku, tetapi aku menolak mereka semua. Aku cuma mau kau!"

   "Kau menungguku selama itu? Maafkan aku."

Dia mengusap air matanya, lantas menatap wajah tampan pria di depannya.

   "Jangan pergi lagi."

   "Aku tidak akan pergi, sekalipun aku menghilang, tetap aja aku akan terus menemukanmu. Tidak peduli kau berada di belahan bumi manapun. Janji tetaplah janji."

Kali ini Aera di ajak oleh Jihoon pergi ke jalan raya, suara teriakan dari para karyawannya tak dia pedulikan. Baginya, bersama Jihoon adalah yang lebih baik.

Saat menyebrang, sebuah mobil melaju dengan cepat dan menghantam tubuh mungil Aera hingga terpental jauh. Tubuhnya kini tertusuk benda tajam, Aera tersenyum. Samar-samar bayangan Jihoon datang menghampiri dan mengajaknya pergi.

Aera terlalu lama depresi hingga sesekali dia berhalusinasi. Seperti tadi, sebenarnya semua hanyalah halusinasinya saja.

Jalanan pun ramai, ambulan mengangkut tubuh itu dan membawanya ke rumah sakit. Sayangnya, nyawa Aera sama sekali tak tertolong. Dalam kematiannya, para dokter terkejut ketika bibir itu tersenyum.

Mereka menelepon orang tua Aera dan jelas itu adalah berita paling menggegerkan. Dunia keduanya seakan runtuh, ibunya pingsan, ayahnya menangis tak henti-henti.

Namun, dua orang yang saling mencintai tengah menatap mereka dari pintu ruangan Aera. Mereka saling bergandengan tangan dan berjalan menuju ayah dan ibunya.

   "Maafkan aku, ayah. Tolong jaga ibu."

Saat itu, ayahnya merasakan sesuatu seperti ada yang memeluknya.

   "Aera?" gumamnya.

Tamat...

Bener tamat loh ini, ini tuh udah tamat... Gaada extra part-_

Btw, nanti jangan lupa mampir di cerita gue yang lain, wajib mampir pokoknya...

Gue buat cerita juga gak melulu tentang lookism yaaa anack" yang manis

Mampir loh kalo gue udh post ceritanya

Yang gak baca, awas ye gue suruh dupyo gentayangin kalian.

See u babay, sampai bertemu di next ceritaaaaa....

Aku di mana? (lookism)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang