!!TW: Self Harm!!
Adrian masuk ke dalam gudang, berkeliling di dalam sembari mencari arlojinya yang ketinggalan tiga hari lalu, petugas kebersihan pastinya sudah meletakkannya pada kotak barang hilang.
Menyadari bahwa pintu gudang dikunci, lelaki itu berdecak pelan; ia lupa kalau pintu gudang memang selalu dikunci dan ia tidak punya niat untuk mencari guru yang memegang kunci.
Adrian sontak menggeser jendela yang seperti lupa dikunci, melompat masuk, dan mulai menjelajahi gudang; mencari sebuah kotak putih yang katanya tempat menyimpan barang-barang hilang.
Ponsel dalam sakunya bergetar, Adrian mengeluarkannya dari saku lantas membaca nama yang terpampang di atas benda pipih itu.
Suster Naya, suster yang memang dikhususkan untuk merawat Aliya.
Ia langsung mengangkat dan mendekatkan ponselnya pada indra pendengaran. Frekuensi suara lembut mengalun ke telinganya, membuat seluruh tubuhnya meremang.
"Adi." Hanya ada satu orang yang memanggilnya demikian, itu nama panggilnya semasa kecil.
"Kakak—" Adrian terkesiap; mendadak ada bulir bening yang tertahan pada matanya.
"Gimana kabar Adi?"
Pertahanan Adrian tumpah; pertanyaan basa-basi semacam itu dilontarkan oleh Aliya di ambang kematiannya; membuat Adrian semakin mengutuk dirinya sendiri. Hanya ada keheningan di kedua ujung telepon, suara Adrian tertahan di tenggorokannya.
"Kakak ga jadi mati, ya." Ada embusan napas Aliya dari ujung telepon. "Maaf udah ngerepotin Adi sama Ayah."
Adrian terisak, ada perasaan yang hendak meledak dari dadanya. "Maaf—"
"Adi sekarang sudah kelas berapa, ya? Udah berapa tahun?"
Menghiraukan pertanyaan Aliya, Adrian berbicara, "Maaf, maaf, maaf, maaf—" Kelopak mata Adrian tidak sanggup menampung bulir-bulir kesedihan itu.
"Adi kenapa minta maaf? Adi ga salah." Mendadak suara Aliya melemah, membuat Adrian merasakan panik sesaat. "Kakak pengen ketemu Adi ...."
"Sebentar, aku segera ke sana," jawab Adrian langsung. "Maaf, Kak."
Sambungan telepon terputus, dan tubuh Adrian langsung tumbang, punggungnya ia sandarkan pada dinding. Lelaki berkacamata itu menggigit bibirnya lantas berusaha menangis tanpa suara.
Dia sendiri tidak tahu itu tangisan bahagia atau tangisan penyesalan yang kembali datang. Ia memukul kepalanya sendiri, menghukum dirinya sendiri.
Ada orang sebaik itu, dan dia memutuskan untuk menghancurkan hidup orang itu. Tidak ada yang bisa menghentikan Adrian untuk berpikir kalau semua ini adalah salahnya.
Hukuman.
Adrian melihat ke sebelahnya, ada sebuah silet. Pikiran gilanya mengambil ahli sementara, orang seburuk dan seegois dia masih harus dihukum; dihukum supaya dia tidak menyakiti Aliya lagi dan supaya gumpalan rasa bersalah itu mengalir bebas lewat setiap tarikan garis di atas epidermis.
Darah segar mengalir dari lengan bawahnya; ada rasa perih yang menusuk kulitnya dari luka yang barusan Adrian buat, ia merapatkan giginya, lantas tangannya sendiri mulai menggoreskan beberapa garis kecil.
Harus lebih sakit lagi.
Klek!
Suara kunci yang diputar membuat kepala Adrian mendongak. Dengan pandangan yang buram oleh air mata; ia melihat seorang gadis dengan rambut gelombang. Tubuhnya mematung di tempat.
Sialan.
To be continued ....
444 kata
![](https://img.wattpad.com/cover/315200705-288-k758320.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ameliorate [END]
Jugendliteratur[Teen Fiction] Bagaimana rasanya menjadi yang teratas; ketika semua pandangan hanya tertuju padamu, ribuan mata seakan-akan menyiratkan kebanggaan yang sanggup membuat jantungmu meledak oleh euforia. Menyenangkan bukan? Sama, aku juga bertanya-tanya...