Rasa yang belum hilang
Ketika meeting selesai aku kembali ke ruanganku, dari tadi pikiranku terus membawaku pada kejadian pagi tadi di mana putri kecilku memegang foto seorang gadis yang sampai sekarang belum aku bisa lupakan.
Darimana dia menemukan foto itu? Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalaku. Aku memijat pelan pelipisku, mengingat semua itu membuat kepalaku ini terasa berat.
"Apa Karin masih menyimpan foto Kanaya?" Gumamku. Setahuku semenjak aku menikahi Karin sudah tidak ada lagi foto Kanaya yang tersisa, aku sudah membuang semuanya ralat tapi mama yang membuangnya.
Mama tidak ingin rumah tanggaku hancur karena gadis yang sudah tiada, dia tidak tau saja jika hatiku sulit untuk menerima kenyataan.
Tok tok tok..
Aku melirik ke arah pintu, di sana Tio sudah berdiri dengan memegang sekaleng soda. Pria berambut keriting itu mendorong pintu kaca ruanganku.
"Lagi ada masalah dengan rumah tangga Lo?" Tanya Tio yang ingin sekali aku jawab bukan rumah tanggaku yang bermasalah tapi hatiku yang bermasalah.
"Nggak." Jawabku singkat.
Pria itu menyodorkan sekaleng soda yang ia bawa tadi. Aku menatapnya sekilas lalu mengambil soda dari tangannya ketika mendapati senyum diwajahnya.
"Rafa, gue tau Lo pasti lagi ada masalah." Aku hanya diam menyimak ucapannya tanpa ada niat untuk membalasnya.
"Saat meeting tadi lo kelihatan nggak fokus, ada apa sih?"
Aku menghela nafas panjang lalu meneguk soda yang diberikan Tio tadi. "Tio, apa Lo masih mengingat Kanaya?"
Aku melihat pria itu tertawa tapi tawanya itu terlihat seperti menyakitkan. Aku yakin Tio masih belum bisa melupakan Kanaya, gadis yang sempat juga ia cintai sebelum aku mencintai Kanaya.
"Siapa sih yang bisa melupakan Kanaya? Gadis yang selalu membuatku semangat untuk terus berjuang melawan masalah hidup." Tio beralih duduk di sofa sembari menatapku dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.
"Lo sendiri?" Pertanyaan yang keluar dari mulut pria itu membuatku terdiam, mulutku kaku harus menjawab apa. Jika aku menjawab bahwa nama Kanaya masih sangat aku rindukan pasti dia akan berfikir jika aku sudah menyakiti Karin walaupun memang kenyataannya seperti itu.
"Gue harap Lo bisa move on, Lo harus bisa terima kenyataan." Ucapannya memang benar, aku harus menerima kenyataan bahwa dia sudah pergi dan tidak akan kembali, lagi pula sekarang aku mempunyai Karin dan Kanaya kecilku.
"Lo benar, gue harus bisa melupakan Kanaya."
"Gue tau itu berat buat lo tapi hargai kehadiran Karin."
Aku terdiam lama
"Tadi pagi putri kecilku menemukan foto Kanaya." Ucapku membuat pria yang tengah duduk itu sontak terkejut.
"Bagaimana bisa? Darimana dia menemukannya?"
"Sepertinya Karin masih menyimpan foto foto Kanaya."
"Terus terus." Tio sepertinya semakin penasaran.
"Dia bertanya di dalam foto itu siapa."
"Terus Lo jawab apa?"
"Gue bilang kalau gue nggak tau siapa gadis yang ada di dalam foto itu."
Kami kembali terdiam, tidak tau lagi harus mengucapkan apa.
____
Jujur, hatiku selalu ngilu setiap menatap nama Kanaya yang terukir di atas batu nisan. Aku selalu bilang untuk melupakan gadis itu tapi nyatanya itu sangat tidak bisa. Aku akan selalu tampil senyum dan terlihat baik baik saja di depan istri dan anakku tapi tangis di dalam hatiku terus memberontak.
![](https://img.wattpad.com/cover/318768576-288-k143219.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
STADIUM AKHIR
RomanceKamu akan tetap menjadi yang kedua setelah mama, tidak akan ada yang menggantikannya