STADIUM AKHIR 22

73 45 3
                                    

Pergi untuk selamanya?







Kanaya meraih tas nya yang ia simpan di atas meja. Rasa lemas menyelimuti seluruh tubuh gadis itu sejak ia bangun tadi. Bella sempat melarang anaknya itu untuk tidak ke sekolah namun hari ini ada ujian yang begitu penting dan itu tidak bisa ia tunda.

Ia mengambil sebuah pemerah bibir dari dalam tasnya, tidak hanya itu gadis itu juga mengambil cermin kecil. Ia menatap wajahnya yang tampak begitu sangat pucat.

"Kanaya yang malang." Ucap gadis itu pada dirinya sendiri.

"Coba aja Lo tu nggak sakit pasti idup Lo bahagia banget kayak orang orang."

Ia mengoleskan sedikit pemerah bibir pada bibirnya. Kanaya menatap sendu gadis yang ada di pantulan cermin itu, ia tersenyum kecut lalu menyimpan kembali cermin dan pemerah bibirnya ke dalam tas.

Kanaya menoleh menatap ke arah pintu, ia mengerutkan keningnya saat mendapati Rafa tengah melangkah menghampiri nya dengan wajah yang begitu girang.

Tanpa di suruh Rafa langsung menarik kursi lalu mendudukkan dirinya di samping Kanaya.

"Gimana, apa jawaban Lo?" Tanya Rafa membuat gadis itu bingung.

"Maksud Lo apa sih."

"Lo lupa? Hari ini kan penentuan Lo terima gue apa nggak."

Kanaya memukul dahinya. Bagaimana bisa ia lupa jika hari ini adalah hari yang di tunggu tunggu Rafa.

"Jadi gimana?"

"Rafa."

"Ummm?"

Kanaya terdiam cukup lama, ia menggigit bagian dalam bibirnya karena gugup.

"Gu-gue kasi jawaban ntar aja ya. Pas pulang sekolah."

Wajah girang yang di pasang Rafa seketika layu saat mendengar ucapan Kanaya.

"Kenapa nggak sekarang aja?"

"Gue nggak bisa jawab sekarang."

"Perjanjiannya kan hari ini."

"Pulang sekolah nanti juga hari ini kok."

"Itu terlalu lama Nay buat gue."

"Ya udah kalau nggak mau."

"Oke oke, ntar pulang sekolah."

Kanaya mengambil buku lalu mulai membaca untuk menghilangkan rasa gugupnya saat di dekat Rafa.

"Lagi belajar ya?" Tanya Rafa.

"Humm." Kanaya hanya berdehem tanpa melihat Rafa.

"Emang bisa juga di baca?" Tanya Rafa lagi membuat Kanaya menatapnya bingung.

"Bukunya kebalik sayang."

Kanaya menoleh menatap buku yang ia pegang dan benar saja sedari tadi ia membaca dengan buku terbalik.

"O-oh gu-gue belum baca kok. Ini baru mau baca." Ucap Kanaya sembari menyembunyikan wajah malu nya di balik buku itu.

Rafa terkekeh melihat tingkah gadis yang ada di sampingnya itu.

"Setahuku matematika itu di cakar bukan di baca." Ucap Rafa menahan tawa.

Kanaya menatap Rafa bingung. "Siapa juga yang baca matematika? Gue lagi baca buku biologi kok." Ucap Kanaya, saat melihat buku yang ia pegang itu Kanaya langsung membulatkan matanya. Entah sejak kapan buku itu berubah menjadi matematika.

Rafa tertawa akibat tingkat lucu dari Kanaya. Sementara gadis itu lagi lagi menyembunyikan wajahnya di balik buku.

Pria itu berhenti tertawa dan mendekatkan wajahnya dengan buku yang menghalanginya untuk menatap wajah Kanaya. Ia menyimpan jari telunjuknya di atas buku dan perlahan lahan menurunkan buku itu.  Kini mata mereka saling memandang satu sama lain, Kanaya menelan ludah dengan susah paya melihat wajah Rafa sedekat itu.

STADIUM AKHIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang