STADIUM AKHIR 25

77 47 1
                                    

Cinta tak harus memiliki





Pertandingan akan segera di mulai namun sang kapten basket kebanggaan SMA Bina Nusantara belum juga menunjukkan batang hidungnya. Anggota geng Eagle kini sudah bersiap dengan di ketuai Alfarez sebagai pengganti Rafa.

"Rafa an*ing!" Umpat Beni sembari menatap wajahnya di cermin.

"Dia udah buat muka gue jadi gini terus sekarang dia menghilang!" Omel Beni.

Tio menatap Beni dengan tatapan datarnya. Sedari tadi pria itu terus saja sibuk menatap wajahnya di cermin dengan mulut yang terus saja mengomel. Beni tidak ikut serta dalam perlombaan itu, wajahnya ia jadikan sebagai alasan untuk tidak ikut dalam pertandingan kali ini.

Pak Nurdin selaku pelatih basket masuk ke dalam ruang ganti untuk memastikan bahwa mereka sudah siap untuk bertanding.

"Apa kalian sudah siap?" Tanyanya.

"Sudah pak." Jawab Alfarez.

"Rafa masih belum datang juga?"

"Sepertinya dia tidak akan datang pak." Ucap Satya yang baru saja selesai mengikat sepatunya.

Pak Nurdin menghela nafas panjang, ia menatap ke arah jam tangannya. Tidak biasanya Rafa alpa dalam pertandingan.

"Apa kalian sudah menghubunginya?"

"Sudah pak, tapi hp nya mati." Jawab Satya lagi.

"Pak, tadi dia bilang sendiri kalau tidak akan ikut dalam pertandingan ini." Ucap Alfarez.

"Kita akan tetap bertanding walaupun Rafa tidak ada di sini." Ucap Alfarez lagi.

"Baiklah, pertandingan akan segera di mulai. Bapak harap kalian akan benar benar siap dan bisa membawa kemenangan untuk kita." Ucap Pak Nurdin lalu pergi dari sana.

"Lo si Al pake acara berantem segala sama Rafa." Ucap Marvel membuatnya mendapatkan pukulan ringan di lengannya dari Angga.

"Ahk! apa sih Ngga. Gue itu serius, kalau Al bisa jaga omongannya kita bisa aja bujuk Rafa." Semuanya terdiam mendengar ucapan Marvel.



Di sisi lain


Rafa melangkah menelusuri lorong lorong rumah sakit bagaikan mayat hidup. Pria itu sama sekali tidak berminat untuk hidup hari ini, menunggu Kanaya untuk membuka mata begitu sangat lama.

Ceklek

Dengan langkah pelan pria itu masuk ke dalam ruang rawat Kanaya. Gadis itu masih setia menutup matanya, apa dia tidak lelah tidur terus?

Rafa menarik kursi lalu duduk sembari menatap Kanaya yang berwajah pucat itu.

"Lo kapan bangun Nay?" Tanya Rafa.

Ia mengusap lembut punggung tangan Kanaya.

"Hari ini.." ucap Rafa tampak sangat ragu.

"Gue nggak ikut pertandingan."

"Lo pasti akan bertanya kenapa kan? Hahah nggak ada Lo di sana nggak akan bisa buat gue semangat Nay." Ucap Rafa setiap kata demi kata menahan tangisnya.

"Lo itu penyemangat gue. Saat liat Lo kayak gini semangat gue hilang entah kemana. Gue akui kalau gue itu sangat lemah jadi cowok tapi gue benar nggak bisa bohongi diri gue sendiri. Jujur tanpa Lo mungkin gue nggak bisa bertahan, gue nggak pernah bisa mendapatkan seseorang yang benar benar sayang sama gue selama ini. Tapi berkat Lo, hidup gue jadi mempunyai arti dan tujuan." 

STADIUM AKHIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang