ALusya11

11 1 0
                                    

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-


Aldino menyusuri lorong kelas yang ramai karena bel pulang sekolah telah berbunyi. Berbeda dari biasanya, ia kali ini membawa dua tas. Satu berwarna hitam di punggungnya dan ransel kecil berwarna coklat muda di tangan kirinya.

Ia langsung memasuki UKS untuk menemui sang pemilik ransel. Kedatangannya disambut oleh tatapan bingung dari Lusya.

"Yok." Tangan kanan Aldino yang menganggur langsung menyambar pergelangan tangan Lusya untuk digandengnya. Lusya hanya menurut mengikuti Langkah Aldino tanpa perlawanan.

"Kok jadi lo yang nyamperin gue? Perasaan tadi gue nge-chat Railin deh."

"Railin sibuk, nggak bisa bareng kamu." jawab Aldino asal, padahal ia yang meminta Railin untuk pulang duluan.

Dalam perjalan menuju tempat parkir mereka tidak luput dari perhatian siswa lain. Bergandengan saja sudah mencuri perhatian apalagi saat ini Aldino yang membawa ransel Lusya.

"Hah iya, buku paket gue dimana?" Lusya menghentikan langkahnya begitupun Aldino.

"Di tas aku. Ngapain juga bawa tas sekecil ini cuma muat buku tulis doang." Aldino meneteng ransel Lusya agak tinggi.

"Ya terserah gue lah."

Aldino kembali melajukan langkahnya dan diikuti Lusya tentunya. "Kan nyusahin diri kamu sendiri Sya. Bagus ya bagus, tapi kan ribet kalau harus bawa buku paket di tangan segala. Apalagi kamu naik motor kan." Dasar tukang komentar, Lusya kan dibonceng tentu saja membawa buku paket di tangan masih bisa ia lakukan, motor juga ada bagasinya kan.

Lusya tidak mempedulikan perkataan terakhir Aldino karena mereka sudah sampai di tempat parkir. Lusya melepas gandengannya pada Aldino. dan menjulurkan tangannya untuk meminta ransel miliknya.

Aldino langsung memacu motornya dengan kecepatan sedang membawa Lusya ke tempat tujuan awal. Lusya hanya diam karena ia tahu kemana Aldino akan membawanya. Pasti Railin sudah bilang pada Aldino bahwa ia ingin ke butik mamanya.

Aldino menghentikan kendaraannya tepat di depan café BrownChoco tempat mereka pernah bertemu dulu.

"Kok berhentinya di sini sih? Kan butik mama ada di sebrang sana Al."

"Nggak mau minum dulu? Buat mama kamu sekalian."

"Nggak ah, minum air aja di butik ada." Tolak Alusya. Sebenarnya ia malas masuk ke cafe itu lagi karena kenangan memalukannya.

"Yaudah terserah kamu. Sana, ati-ati nyebrangnya."

Lusya memutar bola matanya malas. Memangnya dia anak kecil nyebrang harus diingatkan.

Setelah melihat Lusya menyebrang dengan selamat, Aldino langsung masuk ke cafe milik bundanya tersebut. Sebenarnya tidak ada yang bisa ia lakukan disana, ia hanya memeriksa apakah bundanya baik-baik saja. Walaupun ada supir yang menjaga tapi ia akan tetap menyempatkan untuk melihat sang bunda.

ALusyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang