-
Matahari pagi kembali menyapa bumi. Kamar bernuansa cream yang sebelumnya nampak tanpa cahaya sekarang sudah dimasuki oleh kilauan mentari. Gorden ruangan telah dibuka oleh pemilik rumah. Walau begitu, sinar matahari tak mengusik tidur sang pemilik kamar.
"Sya. bangun sayang." Yulia mencoba membangunkan putrinya yang sudah seperti putri tidur ketika hari libur tiba.
"Hmmmm." Lusya hanya bergumam tanpa membuka matanya.
"Udah nggak demam gini kok, ayok bangun sarapan." Yulia membangunkan tubuh Lusya hingga sang empunya terduduk.
Sore setelah pulang dari sekolah Lusya merasakan badannya lebih hangat dari biasanya. Mungkin karena ia terus mengenakan rok yang basah hingga pulang sekolah. Oh iya, sesuai yang dikatakan Lusya, kemarin ia pulang bersama Railin.
"Jam berapa ma?"
"Jam 8, cepat ditunggu papa di bawah."
Jarang-jarang Lusya sarapan dengan formasi keluarga lengkap. Hari libur seperti inilah yang selalu memungkinkan momen tersebut ada.
"Iya, nanti Lusya turun. Mau cuci muka dulu."
Kurang dari 10 menit Lusya turun setelah menggosok gigi dan mencuci muka.
"Lama amat, udah kayak tuan putri." Sinis Rico. Ia sudah menunggu lama untuk sarapan.
"Ngiri aja." Lusya mendudukkan dirinya di sebrang kakaknya.
"Makannya dikit banget Sya. Nggak gede-gede kamu nanti." Ucap Rama, melihat putrinya hanya mengambil sebuah roti dan sedikit selai kacang yang dioleskan diatasnya.
"Nggak nafsu pa. Papa kapan pulangnya kok Lusya baru lihat?"
"Papa pulang tadi malam kayak biasanya, kata mama kamu udah tidur."
Lusya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Memang tidak seperti biasanya Lusya tidur pukul 8 malam. Mungkin karena tidak enak badan.
"Papa ada hadiah buat Lusya."
"Apa?" Tanya Lusya semangat.
"Tadi papa titipin ke mama."
"Mana ma?" Tanya Lusya penasaran.
Yulia memperlihat jemarinya yang mengenakan dua cincin hampir sama. Satu cincin di jari tengah dan satu lagi di jari manis. Lihatlah ekspresinya, mungkin Lusya mewarisi sifat tengil dari Yulia.
Alusya menjulurkan tangan kanannya meminta. Yulia segera melepas cincin yang ada di jari manisnya untuk diberikan pada Lusya. Lusya menerimanya dengan senang. Cincin emas itu tampak begitu manis dengan permata merah muda kecil ditengah dan dua berwarna putih di sisi-sisinya.
Lusya segera mengenakan cincin tersebut ke jari tengahnya. Tampak sangat manis di jarinya. Lusya sangat senang sekarang. Ia segera berdiri dan memeluk papanya yang juga dibalas pelukan hangat oleh pria paruh baya tersebut. Papanya adalah orang paling manis di dunia. Ia akan mencari suami seperti papanya kelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALusya
Teen Fiction"Sya." "Hmm?" Lusya menjawab seadanya karena makanan masih ada dimulutnya. "Kayaknya aku suka deh sama kamu." - "Jangan senyum!" "Kamu cantik kalau senyum. Senyum-senyum mulu bikin deg-degan tahu nggak?!" Protes Aldino dengan wajah serius. - - Alus...