14 ✓ He Knows

73 35 33
                                    

Ssstt, tahan dulu. Siapin hati dulu buat baca chapter spesial ini. Kalo udah, Let's get it!

Happy Reading
.
.
.

"Kok makannya jauh-jauhan, dek?"

Januar yang terduduk di depan mereka terheran-heran. Bahkan sebelum duduk tadi, lelaki itu sempat merasakan hal yang aneh hingga membuatnya terdiam cukup lama di tempatnya. Bangku panjang tempat mereka duduk berderet pun tak hanya terisi dua orang, ada pak Bayu dan pak Andreas juga.

Kedua orang paruh baya itu sama-sama heran. Bahkan saking herannya, pak Bayu sampai-sampai tak memperdulikan sekitar. Dia sibuk bermain telepon genggam, memilih menyumpal telinga dengan earphone, sembari menyantap makan siangnya.

Beda halnya dengan pak Andreas, meskipun masih merasa canggung dengan suasana dingin yang tak biasa terjadi, dia masih saja sibuk menggoda. Masih setia dengan sifatnya yang menyebalkan.

"Mas Janu itu gak tau, apa pura-pura gak tau, sih?" celetuk pak Andreas, begitu tau ucapan Januar tak kunjung mendapat jawaban.

"Gak tau tentang apa?"

Dengan sekonyong-konyong, pria itu menunjuk Putri dan Fandi secara bergantian. "Tentang bocil-bocil ini."

Januar mengernyitkan dahi, sama sekali tak menangkap kemana arah pembicaraan pak Andreas.

"Dari desas desus yang beredar di lingkungan bank sini, ada dua anak manusia yang-"

Ucapan pak Andreas yang belum sepenuhnya selesai harus terpaksa berhenti sebab Fandi tiba-tiba menyela, "social distancing, mas Janu."

Januar mengangkat alisnya, dilanda kebingungan sebab otak lemotnya ini kembali tak menangkap maksud lawan bicara.

"Jawaban pertanyaan mas Janu yang pertama," sambung Fandi.

Bukan Arfandi Narayyan Mangkubumi namanya kalau tidak bisa bersikap apa adanya seperti ini. Mungkin tak terlalu ia tunjukkan, namun untuk membuat lawan bicara mendadak bungkam, Fandi jagonya.

"Oh itu. Oke, alasan diterima." Tatapan Januar kembali beralih pada pak Andreas, masih penasaran perihal ucapan yang sempat terpotong tadi. "Lanjutin dong, Pak. 'Yang' apa yang tadi pak Andreas mau bilang?"

Yang lebih tua menghembuskan nafas berat, berusaha mendramatisir keadaan. "Gak jadi deh, mereka kayaknya lagi sensi ya, sama pak Andreas?" tanyanya sembari tersenyum penuh makna.

Tanpa sadar, pak Andreas tak hanya memberi penjelasan melainkan memberi pertanyaan sekaligus. Kedua anak yang sedang dibicarakan, hanya terdiam menyimak. Sesekali menyuap makanan ke dalam mulutnya.

"Daripada nanti makin kesal mereka, lebih baik aku diam."

Putri diam-diam mengapresiasi, kalau situasinya lebih baik mungkin dia akan memberikan empat jempol untuk pak Andreas (include jempol kaki). Bakat mendramatisasi memang pak Andreas ahlinya diantara mantri-mantri yang lain.

"Apaan sih pak, bikin penasaran aja anda," protes Januar menaikkan suaranya satu oktaf.

Pak Bayu yang telah selesai santap menyantap, tak terusik sama sekali. Earphone-nya terlihat belum terlepas dari tadi. Dapat dipastikan dia masih asyik dengan dunianya.

"Tanya aja noh, sama orangnya langsung. Lagian lo kenapa baru masuk sekarang sih Jan, kan jadi ketinggalan hot news!"

"Dua minggu kemarin, Janu isolasi mandiri, Pak. Gara-gara si Corona tuh, jadi nggak bisa kemana-mana. Keluar rumah aja gak bisa, apalagi gantiin pak Jo jaga," jelas Januar.

LOVE BANKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang