7 ✓ Korelasi Galau dan Sendiri

149 67 20
                                    

Mentari masih enggan menampakkan diri, bersembunyi dibalik awan yang temaram. Langit nampak mendung, meskipun sejak kemarin hujan terus membasahi bumi, sepertinya hari ini juga belum mau berhenti. Terbukti, beberapa kemudian menit hujan turun lagi.

Putri suka hujan, menatap air yang jatuh serasa teduh, seakan bisa menggugurkan segala beban pikirannya. Namun yang Putri tidak suka, tanah jadi sering becek. Genangan dimana-mana. Saat berkendara pun tidak bisa melihat dengan jelas. Buram. Belum lagi saat ia harus repot-repot memakai jas hujan polkadot milik mamak. Huh, mau tak mau ia pakai sebab jas hujan Putri telah poyak gara-gara Regan. Sama dia dibuat main barongsai-barongsaian, saking aktifnya main kesana kemari, gak taunya malah nyangkut di paku. Dan prepet. Habis sudah.

"Kok kamu belum berangkat jam segini? Biasanya udah kelabakan takut telat."

Gadis yang masih duduk diam meratap hujan menoleh ke sumber suara. Pria paruh baya melenggang santai duduk disebelah Putri.

"Belum pak, masih hujan."

"Lho, lho, bukannya jas hujan mamak bisa kamu pakai? Apa kamu malu memakainya?" Tanya bapak Putri.

Putri menggeleng tegas, "putri cuma nunggu hujannya sedikit reda kok, Pak. Soalnya airnya suka nusuk-nusuk mata kalo Putri lagi bawa motor."

"Berat dong?"

"Hah?"

"Bawa motor kan katamu? Yo berat!"

"Mengendarai, pak. Bukan dibawa seperti yang bapak maksud." Putri merengek layaknya anak kecil. Lagipula siapa yang tidak kesal dengan candaan super garingnya bapak.

"Hehe, intinya hati-hati nanti di jalan, jangan ngebut. Bapak dengar, daerah tempat kamu PKL rawan longsor akhir-akhir ini," ujar bapak.

"Putri mana berani ngebut sih, pak."

"Iya, di depan bapak bilangnya begitu. Gak tau kalau aslinya, ya?"

"Huss, bapak! gak baik tau suuzon wae sama anak sendiri." Mamak menyembul secara tiba-tiba. Menimpali ucapan bapak dengan lagak jumawa.

Celemek dan sutil masih setia menemaninya, hingga dia merasa terusik sehingga keluar dari daerah kekuasaannya—dapur.

"Tuh pak ...." Putri ikut-ikutan protes.

"Opo?!" Seru bapak tak terima. Putri terkekeh ringan.

"Putri berangkat dulu ya, hujannya udah lumayan reda, pak, mak," ujar Putri.

"Mau bapak antar gak?"

"Gak usah pak, Putri sendiri aja. Nanti gak bisa pulangnya kalo diantar. Kan gak bawa motor sendiri."

"Gampang! Nanti sore motor kamu biar bapak kirim lewat kantor pos," celetuk bapak.

Pria paruh baya ini masih tetap sama dari dulu, sukanya ngelawak mulu!

Suasana seperti ini jarang-jarang Putri rasakan, bapak itu orangnya sangat suka bercanda. Meskipun begitu dia orang yang pekerja keras. Pantang baginya menunjukkan keluh kesah didepan anak-anaknya. Yang ia tampilkan hanya raut bahagia, seakan semua baik-baik saja.

Berbicara tentang pekerja keras, Putri seringkali mendapati bapak yang berangkat dari rumah ke tempat kerja pukul 3 dini hari. Putri belum bangun jam segitu, tapi bapak sudah berangkat kerja dan pulang kala senja tak lagi menampakkan cahayanya.

Semua itu ia lakukan demi menjalankan kewajibannya terhadap keluarga. Demi melihat orang-orang tersayangnya bahagia.

Putri memutar bola matanya malas, "Mana bisa bapakkk!!"

LOVE BANKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang