16 ✓ Curious Or Care?

112 22 18
                                    

"Fandi!"

Seseorang berlari tergopoh-gopoh sembari meneriaki nama saudaranya. Jeffano, lelaki itu bahkan tak memedulikan penampilannya saat ia datang ke sini. Celana jeans hitam sobek-sobek, kaos oblong berwarna senada, serta menenteng ransel di salah satu lengannya. Penampilan yang tidak biasa bagi seorang yang teramat memedulikan kerapihan seperti Jeffano.

Siapa yang menyangka, dering telepon pagi tadi membawa kabar kurang sedap pada keluarganya. Dan siapa yang mengira, salah satu bilik rumah sakit saat ini menjadi tempat terbaringnya orang yang teramat ia sayang.

Lantas tanpa berpikir panjang, lelaki itu membeli tiket pesawat dan bergegas terbang dari pulau seberang.

"Kenapa bisa drop lagi? Sekarang udah baik-baik aja kan? Jawab Fan! Ibu gak apa-apa kan?" tanya Jeffano. Raut panik jelas tergambar pada wajah lelaki itu.

Di hadiahi pertanyaan bertubi dari sang kakak, Fandi hanya bisa terdiam. Lelaki itu sejak tadi duduk di teras, sengaja berdiam diri di sana untuk menyambut kedatangan Jeffano. Sudah ia tebak akan berakhir seperti ini, kakaknya ini pasti mencak-mencak saat datang. Ditambah ia yang tak langsung mengabari begitu ibunya dilarikan ke rumah sakit, Fandi sudah menyiapkan mental dan telinga untuk mendengarkan semua ceramah panjangnya.

"Bang, tenang dulu," sergah Fandi berusaha menenangkan kakaknya. "Ibu baik-baik aja. Kemarin emang sempat drop, tapi sekarang udah mendingan."

"Lo kenapa gak ngabarin gue, sih? Minimal telepon kek, atau kalo gue sibuk belum sempat angkat telepon, chat gue kan bisa. Lo gak tau gimana jantung gue rasanya mau copot denger kabar ibu drop lagi," omel Jeffano, masih dengan tampang paniknya.

"Kan ini juga udah ngabarin lo."

"Tapi gak begini juga, udah dua hari loh ibu dirawat, dan lo baru ngabarin gue pagi tadi? Bener-bener lo!"

Bukan maksud Fandi untuk tak memberitahu sang kakak mengenai hal sepenting ini. Namun Fandi juga paham situasi, keadaan pekerjaan Jeffano memang sedang tidak bisa ia tinggal sewaktu-waktu. Makanya Fandi memilih mengabarinya pada weekend pada saat kakaknya itu libur.

"Sttt, Iya, iya, gue minta maaf telat ngabarin lo, Bang. Gak usah pake teriak-teriak juga, nanti kalau kedengaran ibu dari dalam gimana? Nanti deh, gue jelasin alasannya di dalam, gak enak di sini banyak orang," Ucap Fandi selembut mungkin memberi pengertian pada kakaknya.

Jeffano baru menyadari kebodohannya. Sontak saat melihat sekeliling, banyak pasang mata yang mengalihkan atensi kepadanya.

"Sana temui ibu dulu. Katanya ibu kangen sama bang Toyib," ujar Fandi, praktis mendapatkan tempelengan dari Jeffano.

"Gue bukan bang Toyib!"

"Sama aja, jarang pulang."

Sesaat Jeffano hendak membalas perkataan Fandi lagi, namun urung sebab Fandi dengan seenaknya mendorong tubuh bongsor Jeffano memasuki ruangan rawat sang ibu.

Sementara dibalik dinding abu-abu, seorang gadis terdiam cukup lama di tempatnya. Putri mematung mendapati suasana yang tak pernah ia duga sebelumnya. Lalu detik dimana ia datang kemari, dan menjejakkan kaki lebih jauh lagi, gadis itu merutuki dirinya sendiri. Kenapa harus mencari tahu tentang Fandi sampai sejauh ini?



***


Sore itu, Putri baru saja pulang dari menjalankan tugas PKL seperti biasa. Aroma teh hangat berpadu perasan jeruk kasturi yang baru ia buat cukup menenangkan, sejenak membayar rasa lelahnya. Tugasnya hari ini benar-benar melelahkan, apalagi saat sang partner seringkali absen membuatnya harus double job seharian.

LOVE BANKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang