27. Nenek

33 5 3
                                    

Kumpulan kata yang dijadikan sebuah kalimat, lalu dibaitkan menjadi sebuah paragraf dan disatukan dalam sebuah karangan biasa.

Happy Reading💚

"Sudah pernah dikatakan, hidupku bertahan karena nenek,"- Mirza
_____________/

27. Nenek

Fathaan melirik jam tangannya, pukul 06.50. Dengan sedikit terburu-buru Ia mengambil tasnya dan turun kebawah menuju ruang makan, disana Ia telah melihat keluarganya sudah berkumpul.

"Fathaan, kalau belum sanggup sekolah, jangan sekolah dulu," ucap Pak Fairuz sebelum menyesap kopinya.

"Kondisi Fathaan udah membaik, Yah. Tinggal minum obat, Fathaan akan sehat," jawab Fathaan mantap, Ia tidak ingin orangtuanya kembali khawatir kepada dirinya. Terlebih, alasannya ingin sekolah karena ingin menjelaskan semuanya kepada Devanie.

Setelah menikmati oatmel yang diolah menjadi pancake dan meminum air putih secukupnya, Fathaan bersiap berangkat ke sekolah. Ia tidak pernah berangkat dengan Ella adiknya, karena adiknya itu akan berangkat dengan teman-temannya, sama seperti Fathaan Ia akan berangkat dengan Mirza.

"Ayah, Bunda. Fathaan berangkat dulu," Fathaan menyalami kedua orantuanya.

"Hati-hati, kalau ada apa-apa langsung kabari Ayah atau Bunda," jawab Bunda sambil mengelus kepala Fathaan.

Fathaan mengangguk lalu Ia tersenyum sekilas pada Ella mengisyaratkan dia akan pergi duluan. Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke rumah Mirza, karena rumah sahabat karibnya itu tidak jauh dari rumahnya.

Fathaan mengetuk pintu rumah Mirza, Ia menunggu beberapa saat. Namun, tidak ada jawaban atau suara orang melangkah untuk membukakan pintu. Ia mencoba mengetuk sekali lagi, tapi tetap tidak ada yang membukakan pintu.

Ia melihat Bu Indah, tetangga Mirza. Beliau sedang membuang sampah di pembuangan sampah di depan rumahnya, Fathaan segera menghampiri Bu Indah.

"Bu, maaf. Ibu tahu gak, Mirza pergi kemana? Barangkali Ibu ada lihat dia pergi. Fathaan ketuk-ketuk pintunya, tidak ada jawaban," ucap Fathaan.

Sekilas Bu Indah melihat rumah Mirza, "Belum pulang ya. Semalam, Nek Fatimah sakit dan dibawa ke puskesmas dekat sini. Tapi, sampai sekarang belum pulang, mungkin harus di rawat sementara," jawab Bu Indah.

Fathaan terkejut mendengar ucapan Bu Indah, "Terima kasih Bu," ucap Fathaan. Lantas Ia berlari menuju puskesmas yang dimaksud Bu Indah. Biarlah hari ini Ia bolos sekolah, karena ada seorang teman yang membutuhkan bantuannya.

***

Devanie menatap meja kosong yang ada di belakangnya, dua meja itu tampak kosong. Bukan hanya Devanie, Megan dan juga Erlangga menatap meja tersebut.

"Kira-kira mereka kemana ya? Udah jam segini belum datang," pertanyaan Erlangga dijawab gelengan kepala oleh Megan.

Jika Fathaan tidak hadir, Devanie tahu alasannya. Tapi, ini Mirza juga tidak hadir, biasanya temannya itu akan selalu hadir meski badai menerpa.

"Ck, mereka kemana sih, bentar lagi masuk," Megan melirik jamnya, lima menit lagi pembelajaran akan dimulai. Namun, tanda-tanda kehadiran mereka belum tampak.

Devanie menghela napas berat, Ia memikirkan Fathaan, apalagi kemarin setelah Ia melihat kondisi Pria itu, makin tidak tenang pemikirannya. Ia semakin khawatir ketika melihat guru mereka berada di ambang pintu, sudah dipastikan kedua temannya tidak akan datang.

Devanie menyoret-nyoret bukunya, penjelasan dari gurunya sama sekali tidak dapat Ia pahami. Pikirannya berkelana kepada kedua temannya. Di tengah lamunannya, Ia dikejutkan dengan lemparan kertas dari arah samping. Devanie melihat ke arah samping, dan melihat Erlangga serta Megan sedang menunjuki kertas yang baru saja mereka lempar.

Funfflugel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang