31. Terima Kasih Mamah

61 5 2
                                    

Kumpulan kata yang dijadikan sebuah kalimat, lalu dibaitkan menjadi sebuah paragraf dan disatukan dalam sebuah karangan biasa.

Happy Reading💚

"Mah, terima kasih telah memberikan kesempatan ini,"- Megan.
_________________________

31. Terima Kasih Mamah

Ruangan ini kembali di datangi oleh Fathaan, bahkan kini Devanie juga ada bersamannya. Alat-alat yang sangat di benci oleh Fathaan seolah menantinya. Mungkin definisi benci jadi cinta, meskipun Ia membenci semua alat yang akan menempeli tubuhnya, tapi Ia tetap berterima kasih kepada alat tersebut, yang menjadi perantara bertahannya.

"Dolphini, kamu tidak takut melihat alat-alat itu?" tanya Fathaan sambil menolehkan kepalanya kebelakang, karena Devanie lah yang mendorong kursi rodanya.

Devanie menggeleng, Ia mengusap rambut Fathaan sembari menjawab,"Yang gue takutin adalah kalau lo melewatkan jadwal cuci darah."

Fathaan mungkin tidak akan tahu betapa takutnya Devanie saat Fathaan pingsan tempo hari, Ia pikir Fathaan akan pergi meninggalkannya dan teman-teman yang lain.

Devanie membopong Fathaan menuju kasur, Ia menaikkan sedikit brankar, agar Fathaan merasa nyaman. Tidak lama masuklah salah satu perawat yang siap akan memasukkan alat-alat hemodialisa itu ke tubuh Fathaan. Fathaan memejamkan matanya, Ia terlalu takut melihat alat-alat itu masuk ke dalam tubuhnya. Devanie yang melihat proses hemodialisa itu meringis, ternyata dirinya juga sedikit takut melihat prosesnya.

Di tengah proses hemodialisa, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka menampilkan Mirza yang beberapa hari tidak kelihatan.

"Fathaan, gimana kondisi lo? Maaf, kalau gak sempat jenguk. Soalnya beberapa hari ini gue lagi sibuk sama operasi Nenek," ucap Mirza yang berjalan mendekati Fathaan.

"Sudah membaik, setelah cuci darah ini, aku udah bisa pulang," jawab Fathaan dengan lemah.

"Gimana operasi Nenek? Lancar 'kan?" tanya Devanie yang duduk di ranjang kosong, disebelah ranjang Fathaan.

Mirza mengangguk,"Alhamdulillah, operasi Nenek lancar, mungkin nanti sore udah bisa pulang."

Devanie dan Fathaan sama-sama menghela napas lega, tidak lupa juga mereka mengucapkan rasa syukur atas kesembuhan Nenek.

Mirza turut duduk di sebelah Devanie,"Oh iya, yang dua lagi mana?" tanya Mirza.

"Megan dan Erlangga, mereka ke perusahaan Mamahnya Megan," jawab Devanie.

Mirza mengangguk lemah, "Pasti permasalahan yang ada di berita."

"Semoga kali ini Megan berhasil mengutarakan semuanya," ucap Devanie.

Devanie dan Mirza sama-sama menatap Fathaan yang sudah terpejam, mungkin tertidur. Mesin hemodialisa itu terus berjalan membawa darah Fathaan, Mirza memeriksa tangannya seolah merasakan kengerian saat darah itu di proses.

Devanie mendekati Fathaan, Ia melihat bibir Pria itu yang pucat, bahkan deru napasnya saja tidak beraturan. Devanie kembali mengelus rambut yang tampak lepek itu, mungkin karena beberapa hari tidak keramas.

"Lo suka sama Fathaan?" suara berat Mirza memecah keheningan.

Devanie membelalakkan matanya, Ia meletakkan jaru telunjuknya di bibir,"Diam, nanti di dengar sama Fathaan."

Mirza mengendikkan bahunya, seolah tidak mempermasalahkan pertanyaannya tadi.

"Fathaan suka sama lo."

Funfflugel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang