17. Merasa Bersalah

79 8 4
                                    

Kumpulan kata yang dijadikan sebuah kalimat, lalu dibaitkan menjadi sebuah paragraf dan disatukan dalam sebuah karangan biasa.

Happy Reading💚

"Kalian bukan orang lain. Tapi, kalian keluargaku"- Fathaan
______________________

17. Merasa Bersalah

Fathaan pulang ke rumah dengan terhuyung, tubuhnya mulai terasa kesemutan, di sepanjang jalan Ia akan berhenti di toilet-toilet pinggir jalan hanya sekedar buang air kecil, Ia juga memuntahkan seluruh makanan yang dimakannya.

Ketika sampai di rumah, Fathaan melihat kedua orangtuannya dan Ella sedang duduk di ruang keluarga, seperti menanti kepulangannya.

"Ayah, itu Kak Fathaan udah pulang," Ella menunjuk ke arah Fathaan, raut wajahnya tampak sangat khawatir.

"Nak udah pulang, kesini sebentar Ayah mau bicara sesuatu," ucap Fairuz ketika melihat kehadiran Fathaan.

Fathaan sekuat tenaga mempertahankan tubuhnya yang ingin ambruk, badannya terasa sakit semua. Namun, Ia tidak ingin membuat orangtuanya khawatir.

"I-iya Ayah," Fathaan duduk di sebelah Ella, Ia berusaha mengatur pernapasannya.

"Nak, Dokter Bagas udah ngomong sama Ayah, tentang penyakit ginjal yang baru saja kamu derita," lirih Fairuz.

Bunda yang berada di samping Ayah, menahan tangis, dan Fathaan tidak suka itu. Ia tidak suka melihat Bunda ataupun Ayah yang sedih akibat dirinya.

"Kenapa Fathaan gak ngomong sama Ayah ataupun Bunda? Kenapa Fathaan ingin sembunyikan semua ini?" tanya sang Ayah lembut.

Fathaan tidak mampu berkata-kata,Ia menundukkan kepalanya, airmata sudah jelas mengambang di pelupuk matanya, ditambah lagi sakit yang semakin menjalar.

"Dokter Bagas bilang, kamu melarang dokter untuk memberitahu kami. Nak, privasi antara pasien dan dokter itu memang harus diterapkan, tapi terhadap orang lain. Sementara kami, kami keluarga kamu, jika kamu melarang dokter bagas untuk memberitahu kami, berarti kami orang lain?" kini Meli bersuara, air matanya tidak pernah berhenti, suasana hatinya campur aduk, apalagi baru mendengar tentang vonis penyakit yang benar-benar Ia takutkan.

"Bu-Bukan begitu Bunda, kalian adalah keluarga Fathaan, rumah untuk Fathaan. Tapi, Fathaan tidak ingin membuat kalian khawatir," isakan Fathaan mulai terdengar, Ia sangat sakit ketika mendengar Bundanya menangis.

"Kalau begini caranya, kita lebih khawatir Kak. Amit-amit, jika terjadi sesuatu sama Kakak, sedangkan kami gak tahu apapun, itu menakutkan," Ella merasa bodoh, sama sekali tidak mengetahui keadaan Kakaknya.

"Maaf Ayah, maaf Bunda, maaf Ella. Fathaan minta maaf... Fathaan minta ma.."

Kepala Fathaan terjatuh di Pundak Ella, dirinya tidak sadarkan diri.

"Cepat, telpon Dokter Bagas," Fairuz membopong tubuh Fathaan ke dalam kamar disusul dengan Bunda, sementara Ella segera menelpon dokter Bagas.

***

Pukul 9 malam, Mirza baru saja pulang kerumah sehabis bekerja, Ia masuk ke kamar nenek, di dalam Ia melihat neneknya sudah tertidur, Mirza merapikan selimut Nenek yang sedikit kusut dan menciumi kening Nenek.

"Nek, Mirza udah pulang kerja, tidur yang nyenyak ya Nek."

Mirza keluar dari kamar Nenek, Ia melanjutkan ke kamar Adik-adiknya, Ia masuk ke dalam kamar mereka dan mendapati mereka sudah tertidur pulas. Pelan-pelan Mirza membuka lemari yang sudah lapuk untuk mengambil pakaiannya. Lalu Ia keluar kamar dan menuju dapur, di dapur ada sebuah ruangan yang sudah disekat, disinilah Mirza tidur, ditemani obat nyamuk dan alas seadanya.

Funfflugel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang