7. Suara Macan yang Sedang Mengaum

18.3K 4.2K 691
                                    

"Besok lo sibuk nggak?"

Adin menoleh ke arah kalender dengan cepat. Mengingat besok dia tidak ada kelas, tidak banyak kegiatan yang ia lakukan di luar. Karena besok dia berpotensi bosan seharian, ia berencana untuk datang ke Magandhi dan bersenang-senang dengan anak-anak di sana. Tapi karena Lerstari tiba-tiba bertanya seperti itu melalui seberang telepon, Adin menganggap bahwa dia tidak memiliki keinginan untuk datang ke Magandhi.

"Enggak, kenapa?" Malam belum terlalu larut ketika Adin memutuskan untuk menghubungi gadis itu, tapi setelah bertanya apakah besok dirinya sibuk atau tidak, gadis itu berhenti bicara cukup lama. "Lestari?"

"Ng.." gadis itu menggumam, seolah ia ingin mengatakan sesuatu namun cukup ragu untuk mengutarakannya. "Gue boleh minta tolong nggak? Itu kalau lo nggak sibuk sih. Tapi kalau lo nggak bisa, gue minta tolong ke Arga aja."

"Lestari, jangan sampai ada Arga di antara kita. Mau ngapain lo minta tolong sama bajingan itu?" terdengar Lertari tertawa terbahak-bahak. Meskipun Arga menyebalkan dan sering membuat masalah sampai-sampai harus Adin yang menyelesaikannya, Adin tidak menganggap Arga seburuk itu ketika menjadi temannya. Bocah tengik itu baik, hanya menyebalkan saja. Apalagi saat Lestari berkata bahwa butuh pertolongan, nyawanya seolah sudah melayang menembus plafon kamar. Jadi tidak akan ia biarkan Arga mengacaukan semuanya. "Kan ada gue, lebih baik minta tolongnya sama gue aja."

Lagi-lagi, ucapan itu membuat Lestari tergelitik. "Soal jendela rumah gue. Kemarin-kemarin gue nggak begitu peduli soalnya nggak mungkin ada maling yang ngincer rumah gue, tapi kayaknya gue berubah pikiran deh."

"Kenapa?" Raut wajah laki-laki itu seketika berubah. Ada sesuatu yang mengganggu saat Lestari berkata demikian.

Sebenarnya Adin sudah berencana datang ke rumah gadis itu besok lusa. Dia akan membantu Lestari meskipun gadis itu tidak memintanya sekali pun. Dia berpikir bahwa cukup bahaya jika jendela rumah dibiarkan seperti itu untuk waktu yang lama. Kejahatan jelas bukan hanya soal perampokan, belakangan ini marak sekali kejahatan seksual yang mengincar. Itu menjadi sesuatu yang sangat ia pikirkan sejak Moza berkata bahwa jendela rumah Lestari tidak bisa ditutup. Tapi karena minggu lalu Tara datang ke rumah dan membawa semua alat-alat pertukangannya, Adin memutuskan untuk datang ke rumah Lestari besok lusa setelah semua peralatannya dikembalikan--sesuai yang Tara janjikan.

"Gue nggak yakin sih, tapi tetangga sebelah rumah gue bilang ada yang clingak-clinguk di rumah gue jam 3 pagi. Gue agak... takut." ada nada tercekat ketika gadis itu bersuara.

"Lo di rumah jam berapa besok?" tanyanya. Meyakinkan Lestari bahwa ia sudah move on dari mantan pacarnya tidak mudah, jadi ini jelas kesempatan yang tidak bisa ia sia-siakan begitu saja.

"Gue seharian di rumah."

"Puja kerang ajaib!" Adin tergelak saat kata-kata andalan Jaya itu melintas di kepalanya. "Ratu kerja part time akhirnya beristiharat juga."

Di seberang telepon, Lestari terkekeh. Keramaian yang ada di sekeliling gadis itu tak lantas membuat Adin terganggu. Riuh, tapi jatuh cinta membuat Adin tidak bisa mendengar apa-apa selain suara gadis itu. Lestari mungkin tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa hidupnya dipenuhi kesulitan, tapi Adin cukup jelas untuk membaca apapun yang gadis itu simpan rapat-rapat darinya. Gadis itu menghabiskan banyak waktu bersamanya selama mengurus organisasi, jadi sejujurnya, ada banyak hal yang Adinata ketahui tentang kehidupan gadis itu. Tentang ia yang akhirnya hidup sendirian setelah kematian ibunya. Tentang ia yang akhirnya berjuang melunasi hutang-hutang. Semuanya. Ada banyak hal yang Adinata ketahui, hanya saja ia memutuskan untuk menempatkan dirinya di posisi 'ia tidak tahu apa-apa'.

"Lo udah selesai main basketnya?"

"Udah, baru aja selesai mandi." saat itu Adin menatap pantulan dirinya di cermin. Ia berhenti mengeringkan rambutnya untuk beberapa saat karena pertanyaan gadis itu membuat dadanya berdebar-debar. Dia bahkan tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Padahal itu bukan pertanyaan yang istimewa, tapi tetap saja ia merasa senang. "Lo masih di cafe?"

Meant 2 Be✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang