9. Luka Masa Lalu

19.1K 4K 732
                                    

Adinata tahu benar seperti apa kesalahannya saat ini. Harusnya dia bisa sedikit lebih lama menunggu dan tidak bertindak buru-buru seperti tadi. Harusnya dia bisa menggunakan akal sehatnya sedikit lebih banyak meskipun fase-fase jatuh cinta terlanjur membuatnya bodoh. Sekarang dia sudah mengacaukan genjatan senjatanya dalam pendekatan. Lestari jelas sudah tidak akan memandangnya lagi dengan cara yang sama.

"Sial! Gue salah taktik!" ia memekik cukup keras dalam hati, kesal terhadap tindakannya yang impulsif dan bodoh barusan. Saking kesalnya, ia sampai melempar kain basah yang ia pegang ke atas kap mobil dengan sangat keras.

"HEH! Kalau nyuci mobil tuh pakai perasaan! Dikit aja gue lihat body mobil gue lecet, kepala lo gue botakin!" persis di depan pintu garasi, Eros bersendekap. Laki-laki itu bahkan masih membawa raket nyamuk. Kalau-kalau si kunyuk itu kabur dan tidak mencuci ulang mobilnya, dia akan menyengatnya dengan arus listrik bertegangan rendah. Sementara di atas dipan, Jovan tergelak. Harusnya pemuda itu bersiap untuk pergi tidur, tapi karena Adin harus menjalani hukumannya, ia tak sampai hati untuk meninggalkan adiknya itu menderita sendirian. Minimal dia harus ada di sana untuk menertawakannya.

"Nggak bisa gue cuci besok aja apa? Udah jam dua belas anjir."

"Nggak!" Eros memekik. "Udah tahu besok subuh gue udah harus jalan. Lagak bener lo habis hujan bawa keluar mobil gue."

"Lagian ini tuh nggak kotor-kotor banget, Kak Ros. Harus semulus apaan sih? Pantat bayi?"

"Mata lo kagak kotor! Lo lihat tuh di pintu belakang! Tanahnya pada naik semua!" Adin jelas mendengus. Lagian orang gabut mana sih yang bakal komentarin mobil dia yang kotor? Lagipula tanah yang naik pun tidak sampai separah itu sampai-sampai dia harus melotot seperti sekarang. "Pokoknya gue nggak mau tahu! Besok pagi nih mobil udah harus kinclong."

Setelah mencak-mencak seperti barusan, Eros berlalu. Laki-laki itu meninggalkan Adin yang mulai tak berkutik. Sudah tidak ada pilihan lain selain mencuci mobil ini sampai kinclong seperti sebelum ia membawanya pergi. Dia juga sudah malas berkomentar. Kehadiran Jovan di sana pun tidak memberikan kontribusi apa-apa. Jadi lebih baik diam dan bergegas menyelesaikan pekerjaannya sebelum malam berganti pagi dan dia kehilangan jam tidurnya.

"Lagian si Eros kan udah ngeluarin ultimatum dari siang, kalau nggak ada yang boleh bawa mobilnya keluar. Nekat banget sih lo?" Jovan kembali tergelak. Meskipun saat ini Adin sedang membelakanginya, dia tahu bahwa anak itu pasti sedang manyun sekarang.

"Ini tuh demi keberlangsungan agenda pendekatan gue!"

"Wow! Matre juga sampai harus dijemput pakai mobil." mendengar itu, Adin jelas berdecak. Laki-laki itu bahkan menoleh ke arah kakaknya dengan tatapan mata yang tajam.

"Lestari nggak matre! Gue aja yang belagu." gerutunya, lagi-lagi membuat Jovan tertawa terbahak-bahak. "Tahu gini gue jemput pakai motor aja tadi."

"Iya sih, acara pendekatan emang kudu effort. Orang yang lo suka harus tahu betapa totalitasnya perasaan lo." kata Jovan, seolah dia adalah panglima cinta paling bijak di rumah ini.

Sesaat setelah itu, keduanya dilingkupi keheningan yang cukup panjang. Jovan merebahkan diri di atas dipan dengan mata memejam, sementara Adin mulai mengeluarkan kanebo dari dalam tabungnya. Namun ketika ia mengibaskan kanebo yang telah basah, ia teringat kembali dengan kejadian saat masih berada di rumah Lestari tadi. Ia tidak bermaksud untuk terburu-buru dan bertindak sejauh itu. Ia hanya ingin Lestari berhenti mengkhawatirkan atau menerka-nerka sesuatu yang seharusnya tidak ia pikirkan. Gelagat gadis itu bisa dengan mudah ia baca. Ada perasaan ragu setiap kali gadis itu ingin mencoba lebih dekat dengannya. Itulah kenapa Adin selalu berusaha selangkah lebih maju. Namun siapa yang menyangka jika kelakuannya justru membuat hubungan di antara mereka kembali canggung.

Meant 2 Be✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang