16. Musim yang Berbeda

17K 3.6K 1.4K
                                    

Jauh di depan matanya, matahari mulai menyingsing perlahan-lahan. Di jam-jam bergantinya sore ke malam seperti ini, biasanya akan ada kereta kargo yang lewat. Entah sejak kapan, Adin suka sekali mendengar suara kereta yang berisik. Juga aroma pekat dari roda-rodanya yang bergesekan dengan besi rel. Dari jauh, suara anak-anak Rumpi saling bersahut-sahutan. Ada Jeffery di sana, makanya Adin memilih menjauh dan menunggu sampai laki-laki itu benar-benar pergi dari sana. Dia sudah tidak lagi membencinya sebesar dulu. Hanya saja, masih membekas dalam kepalanya mengenai fakta bahwa laki-laki itulah yang membuat kakak yang paling ia sayangi pergi dari dunia ini. Adin hanya merasa, dia akan lebih baik jika tidak bertemu dengan pemuda itu sama sekali.

Benar kata Bang Tama, memaafkan diri sendiri jauh lebih sulit daripada memaafkan orang lain. Sejak pertengkarannya dengan Jeffery berbulan-bulan yang lalu, ia mulai bisa memaafkan semua keadaan yang ia alami. Ia mulai menerima bahwa dengan cara seperti itulah kakaknya harus mati. Namun, seperti pion yang mati, Jeffery nyaris tak bergerak dari tempatnya terpuruk. Kedatangannya ke Rumpi dan Maghandi hanya membuat pemuda itu terlihat jauh lebih kosong. Termasuk hari ini, ketika Adin melihat pemuda itu tertawa dengan suara yang riang, sorot matanya justru mengatakan sebaliknya.

Jeffery telah menerima konsekuensi dari tindakannya di masa lalu. Kehilangan mimpi, kehilangan jati diri, kehilangan teman, kehilangan apapun yang semula ia miliki. Dulu, Adin berharap bahwa pemuda itu akan hidup dengan keadaan seperti itu seumur hidupnya. Tetapi bentuk hukuman jenis apapun yang Jeffery terima, kenyataan itu tak lantas membuat kakaknya hidup kembali. Jadi untuk pertama kalinya, ketika Adin memandang pemuda itu dari kejauhan, ia berharap Jeffery juga bisa berdamai dengan dirinya sendiri.

Semakin berlalunya waktu, matahari terlihat bergerak lebih rendah. Langit semakin penuh dengan warna oranye, dan angin semakin kencang berhembus. Namun dalam gemerisik sore yang bertebaran di sekelilingnya, wangi dari daun ilalang tak lagi terasa pekat. Ada wangi dari aroma lain yang mendekat ke arahnya. Sedikit demi sedikit, sampai wangi itu terasa penuh dalam hirup paru-parunya. Itu adalah wangi parfum yang dahulu sering ia rindukan keberadaannya. Wangi yang selalu menjadi favoritnya. Dan benar saja, ketika ia menoleh ke belakang, ia menemukan Gayatri berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.

Setelah delapan kali bulan purnama, Adin melihatnya lagi dengan penampilan yang berbeda. Riasan di wajah cantiknya mungkin tak banyak memiliki perubahan, selain warna bibirnya yang diombre dengan lipstick berwarna terang. Rambut legamnya dipangkas pendek di atas bahu, memperlihatkan penampilan yang jauh lebih segar dari sosoknya yang dahulu. Gaun pendek putih tulangnya bergerak tersibak angin. Lalu sepatu itu... Adin menipiskan bibirnya. Ia sampai lupa, dia sudah mengirimkan sepatu itu kepada pemilikinya kemarin melalui kurir. Seperti keinginannya, sepatu itu terlihat cocok di kedua kakinya. Dan sore ini, sepatu itu membawa Gayatri kembali berjalan ke arahnya--duduk di sampingnya dengan sorot mata yang berlari jauh ke arah matahari yang mulai tenggelam.

Keduanya duduk di sana untuk waktu yang cukup lama, tanpa mengatakan sepatah kata pun. Jauh di arah kiri, kereta kargo yang sejak tadi Adin tunggu mulai terlihat. Menggaung seperti dia lah tokoh utamannya sore hari ini. Tahu bahwa kereta tersebut akan semakin mendekat, Adin melepaskan kemejanya untuk ia sampirkan di atas kaki jenjang Gayatri. Khawatir kalau-kalau angin yang terbawa kereta membuat gaun pendeknya tersibak ke atas.

"Jaya bilang kalau sekarang kamu udah punya pacar baru?" setelah sekian lama, gadis itu bersuara. Dia akhir kalimat, ia menoleh ke samping. Menunggu laki-laki di sebelahnya untuk bicara. Atau sebenarnya, ia ingin memperhatikan paras itu jauh lebih dekat. Karena Gayatri benar-benar merindukannya setengah mati.

"Kayaknya dia lebih cocok jadi adik kamu daripada adikku." terkekeh, Adin juga menoleh ke samping. Membuat pandangan mereka bersirobok untuk waktu yang cukup lama. "Kapan-kapan kamu harus ke rumah, ajak dia main atau beliin dia hot wheels keluaran terbaru."

Meant 2 Be✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang