Bab 4. Garis Waktu

480 71 3
                                    


Jangan melewati batasmu !

Kalimat perintah akan bayangan dari masa lalu itu kembali hadir ke kesendirian sorenya ini. Bayangan seorang gadis remaja yg hadir diingatannya semakin membuatnya kalut akan rasa itu lagi.

Rasa yg pernah ada tapi tak ditakdirkan bahagia.

05.15

Sore di rooftop itu kembali menjadi saksi akan lemahnya seorang Ara dikala masa sulitnya. Entahlah...

Dia hanya menyukai kesendiriannya, tanpa ada yg mengganggu ataupun mengusiknya.

" Hehe... Nggak usah nangis, ntar cantiknya ilang loh ! " Bayangan gadis itu kembali memenuhi isi pikirannya, membuatnya tanpa sadar menjatuhkan buliran air mata yg telah membasahi pipinya.

Senyum yg manis, tawa yg selalu ceria, mata yg teduh ketika menatapnya, apalagi caranya memperlakukannya. Manis. Semua itu masih terekam dengan jelas dipikiran Ara.

" Kak Vivi, aku rindu. " Lirihnya sendu, menatap kearah matahari yg sudah ingin berpulang keperaduannya.


*****


Bagi Chika, Ara adalah segalanya. Dia adalah orang pertama yg mau menerimanya apa adanya. Tanpa memikirkan diri sendiri dan selalu membantu setiap orang disekelilingnya dengan muka datar, itulah Aranya.

Chika masih dapat dengan jelas mengingat saat pertama kali bertemu dengan Ara.

Waktu itu dia masih kelas 8 SMP. Waktu dimana dia masih bingung ingin melakukan apa, waktu dimana dia belum menjadi seterkenal sekarang.

Singkat cerita...

Sore itu di SMP dulunya, ia sering dibully. Sering dibully tanpa ada yg mau membantunya keluar dari jeratan tangan jahanam sang pembully, sampai akhirnya ada seseorang yg menolongnya keluar dari jurang keputus asaan itu. Dan dialah Ara. Si murid baru.

Murid baru yg katanya pindah karena disekolah lamanya dia terkena masalah berupa membuat seorang murid masuk rumah sakit.

Rasanya belibet ya bahasa author ???

Zahra Nur Khaulah. Name tag yg dapat dibacanya kala itu, mampu membuatnya kenal dengan sang penolong hidupnya.

Setelah kejadian itu, Chika mulai merasakan ketertarikan dengan Ara, walau dia tak berani mendekatinya kala itu.

Karena Ara serem...

Pikirannya waktu itu. Gimana nggak ? Orang Ara emang nyeremin, muka yg datar, tatapan tajam serta dingin, juga tak segan untuk menghajar siapapun yg mencoba mengusiknya.

Termasuk kak Vivi.

Mantan terindah seorang Ara.

Chika heran, dulu kak Vivi sama Ara itu bagaikan api sama air. Gak bisa nyatu, berantem Mulu pokonya. Ehh... tapi setelah kak Vivi lulus malahan mereka berdua pacaran, kan bikin satu sekolah geger waktu itu.

Chika masuk ke SMA ini juga karena ngikutin Aranya, kalau nggak udah masuk di sekolah lain dia.

Pokoknya Chika nggak akan nyerah buat milikin si Ara, bahkan kalau saingannya sekelas ci Shani sekalipun. Bidadari tak bersayap nya sekolah.

Iya. Dari semenjak tadi pagi ditaman sekolah, Chika mulai was was sama ci Shani.

Tatapan itu.

Tatapan yg sama saat dia menatap Ara. Tatapan dimana ada rasa ketertarikan yg mendalam pada sosok dingin satu itu. Membuatnya sadar, kalau ketua OSIS nya itu telah menaruh sedikit rasa pada sang pujaan. Membuatnya semakin merasa berat karena saingannya bertambah, mana bidadari pula.

Dan disinilah dia, rooftop sekolah.

Tempat dia menyaksikan sang pujaan hati tengah duduk menatap sendunya senja, dengan aliran air yg telah membasahi pipinya.

Kak Vivi ya ?    Pikirnya, kala mendengar lirihan pelan yg masih dapat didengarnya.

Putusnya Ara dengan sang kakak kelas tak dapat diketahui alasannya dengan jelas oleh Chika. Karena memang kejadiannya sudah cukup lama. Kalau tak salah ketika Chika dan Ara sama sama telah menaiki jenjang bangku SMA. Saat itu dia mendengar rumor dari teman baiknya, Eli. Kalau Ara dan Vivi sudah putus, terbukti dari dia yg menyaksikan dengan langsung bagaimana Ara yg terlihat kalut kala rumor itu beredar.

Dia benar benar merasa kasihan waktu itu, ingin rasanya merangkul dan mengatakan kalau semuanya baik baik saja, tapi disaat yg sama ia tak berani. Bahkan untuk sekadar menyapa saja dia selalu mengurungkannya.

Garis waktu takkan mampu, menghapusmu...

Penggalan lagu milik Fiersa Besari yg didengarnya saat ini melalui earphone seakan mengutarakan apa yg saat ini dialami oleh Aranya.

Dan sekarang dia harus terpukul kembali oleh kenyataan, kalau Ara masih belum bisa membuka hatinya untuk siapapun saat ini.

Bahkan setelah perjuangan satu tahun delapan bulan dua Minggu empat hari enam belas jam sembilan menit dan empat puluh tujuh detik.

Tapi Chika yakin. Suatu hari nanti Ara akan benar benar mampu merasakan perasaan yg saat ini dimilikinya padanya. Pasti. Pikiran Chika yg selalu optimis.

Chika perlahan menghampiri Ara dan duduk disebelahnya, turut menyaksikan tenggelamnya sang Surya ditemani oleh sendunya langit senja.

" Jangan nangis. Ntar cantiknya ilang Lo ! " Ucapnya sembari menghapus air mata dipipi Ara, tak menyadari kalau kata katanya persis sama seperti milik pemilik hatinya, dahulu.

Senyuman lembut dengan tatapan sendu turut ditujukan pada Ara, membuatnya semakin terlena akan hal itu.

" Kalo ilang ? " Tanya Ara pelan, membalas tatapan Chika dengan tatapan teduh yg disukai olehnya.

" Gak papa. Aku tetep suka kok. " Senyuman lebar Chika juga ikut terpatri diwajah cantiknya. Membuat Ara terpana sesaat sebelum kembali menatap sang Surya yg masih belum menghilang juga.

" ... "

Sepi.

Hanya itu yg saat ini mampu menemani mereka berdua, tapi keduanya tak mempermasalahkannya sama sekali. Malahan keduanya menyukainya, suasananya mungkin sepi, tapi hati mereka berdua tidak.







Mereka terus seperti itu, diam ditemani dengan kesunyian, tanpa menyadari kalau sedari tadi ada sepasang mata yg menatap mereka dengan sendu.

" Telat ya... "


*****


" Kak Ara !!! "

Teriakan keras itu mampu terdengar diseluruh penjuru rumah, bergema dengan lantang membuat sang pemilik nama harus bersabar mendengarnya.

" Ihh... Kebiasaan deh jam segini baru pulang. Emangnya ada apaan sih disekolah kakak sampe jam segini baru pulang ??? Kakak juga kan udah keluar dari klub dance ??? Kakak juga bukan anggota OSIS ??? Terus kenapa kak ??? Jawab kak ?!! "  
-Azizi bawel Asadel.

Dimarahin sama anak SMP kan jadinya...

Dia juga sebelum pulang harus nganterin Chika dulu, abis dipaksa soalnya... Makanya mau.

" Satu satu dek. Abis nganterin temen pulang barusan, makanya lama. " Jawab Ara.

" Temen ??? Siapa ??? Kakak cantik diperpustakaan waktu itu ya ?!! Ngaku ?!! " Tuduh Zee. Udah nuduh sambil nunjuk pula.

" Bukan. " Hanya itu kata yg terucap dari Ara sebelum dia pergi melewatinya menuju kamar.

" Ehh ? Terus siapa ?? Kan kakak nggak punya temen lain ??? Ada sih satu. Kak Olla. Ya tapikan... Ah ! Tau lah ! Pusing. " Gerutu Zee sebelum kembali ke kamarnya, tapi sebelum itu...

" Kak Ara ! Masakin dong !! Zee laper !!! " Pintanya pada sang kakak sembari menggedor kamarnya cepat.


*****























TBC...

Dialog SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang