Bab 14. Mungkin

348 49 0
                                    





*****



Duduk dibangku kayu sendirian, melamunkan sesuatu yg tak seharusnya ia renungkan.

Chika bergumam dengan mata yg terlihat masih berkaca kaca, suara nya sedikit tercekat tat kala mengucapkan kalimat terakhir

" Aku nggak bisa nyerah Ra. Bahkan jika aku udah capek secapek capeknya, aku nggak bisa. Rasa ini terlalu dalam untuk sekadar kutinggalkan. "

Sebuah gumaman berbisik yg mampu didengar oleh Ara.

" Aku tau kamu denger Ra. Aku tau. " Lirih Chika yg telah menyadari keberadaan Ara semenjak ia mendudukkan diri dibangku itu.

" Aku tau aku nggak bisa maksa kamu buat punya rasa yg sama kayak aku. Tapi tolong Ra... " Chika menarik nafas sebelum menghembuskan nya pelan, berusaha menenangkan dirinya sendiri dari gejolak rasa yg hadir.

Tapi sepertinya hal itu tak berhasil.

" Aku masih punya hati. " Lirihan pelan yg mampu Ara dengar itu mampu membuatnya terdiam. Mengurungkan niatnya yg ingin bergegas kearah Chika.

Ara bahkan mampu mendengar gemetar dalam suaranya.

Chika menangis.

Ia kini memperlihatkan sisi lemahnya pada Ara, yg tak mungkin diperlihatkannya kepada orang lain.

Tapi Ara tak mungkin hanya diam saja kan ?

Grep

Ara memeluk Chika dengan lembut. Mencoba menyalurkan rasa hangat pada Chika, tapi hal itu semakin membuat tangis Chika semakin deras.

" I'm here. " Hanya dua kata, tapi berhasil membuat Chika semakin terisak.

Usapan lembut pada punggung Chika disertai tepukan dibelakang kepalanya, membuat tangis Chika berhasil mereda. Sedikit tindakan dari Ara hari ini memicu perang badai rasa dalam diri Chika. Rasanya, ia dibuat naik turun akan kenyataan hari ini.

Setelah beberapa saat Ara pun merasa kalau Chika sudah berhenti menangis. Tapi ia masih tak melepaskan pelukan itu.

Ara hanya merasa kalau Chika masih membutuhkan pelukan itu untuk menenangkan diri, walau bukan cuma Chika saja yg membutuhkannya.

" Ra... " Suara serak sehabis menangis itu terdengar dipendengaran Ara, memanggil namanya dengan sayu.

" Iya ? " Jawabnya pelan.

" Nyanyi. "

" ? "

Tak mendapat balasan apapun dari Ara membuat Chika paham apa yg sedang terjadi.

" Nyanyi Ra... Aku pingin denger suara kamu. " Pinta Chika yg masih betah membenamkan diri dalam dekapan hangat milik Aranya.

Beberapa saat menunggu, tapi hanya keheningan yg menemani mereka. Membuat Chika yakin kalau Ara tak akan bernyanyi untuknya saat ini. Mungkin permintaan Chika sedikit berlebihan bagi Ara, sehingga hal itu tak terkabulkan.

Bahkan usapan serta tepukan itu kini sudah berhenti, berbalik hanya memeluknya erat.

Tapi, tiba tiba saja...

" Wahai gadis bermata sendu...

Mengapa kau merenung...

Tertunduk di sudut dunia...

Apa yang kau sesali... "

Sebuah suara lembut itu mengalun ditaman belakang sekolah yg saat ini diisi oleh mereka berdua, membuat Chika terbuai akan lantunan nada merdu itu.

Dialog SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang