Bab 5. Coklat

464 65 5
                                    



" Hahhh... "

Hembusan nafas pelan itu mampu didengar dalam ruangan OSIS yg sepi.

Hari yg sama dimana akan ada saja hal yg harus di kerjakannya.

Menjadi seorang ketua OSIS begitu menguras tenaga baik dalam hal fisik maupun mental. Dan Shani sudah terbiasa akan hal itu.

" Shan... Makan dulu gih. Pucet muka Lo. Dari pagi Lo sibuk terus gue liatnya. " Usul Anin padanya, yg tentu hanya diangguki tanpa berniat melakukannya.

Kebiasaan buruk seorang Shani Indira dimana dia tak akan menyentuh makanan sedikit pun sebelum tugas miliknya selesai.

" Gue udah nitip sama Gracia, nasi goreng Bu kantin buat Lo. Lo harus makan ya ! Gue mau ke toilet bentar. Kebelet. " Ucap Anin terburu buru, kebelet beneran dia.

Sepeninggal kepergian Anin, ruangan itu pun hanya menyisakan Shani beserta pikirannya. Pikiran semrawut akan banyak hal, yg tentu tak akan ada habisnya.

Tok

Tok

Ketukan pintu coklat itu menyadarkan Shani akan keberadaan seseorang diluar sana. Ia berjalan menuju pintu itu, karena biasanya anggota OSIS tak akan mengetuk pintu terlebih dahulu. Pasti orang lain.

" Eh ? " Heran Shani tat kala melihat Ara ada dihadapannya sambil membawa nampan berisikan nasi goreng beserta air mineral dalam botol.

" Disuruh. " Jelasnya singkat, mengetahui keheranan Shani.

Ia yg awalnya ingin keperpustakaan mengurungkan niatnya karena Gracia tiba tiba saja datang menghampiri dan memberinya nampan itu, menyuruhnya tuk membawa keruang OSIS dan memberikan pada sang ketua. Gracia mengatakan kalau dia kebelet dan ingin segera ketoilet, jadinya mau tak mau Ara harus membantunya.

" Ah iya... Makasih. Maaf ngerepotin ya Ra. " Ucap Shani tak enak pada Ara, walau ia tak mengerti kenapa nampan itu bisa ada pada dirinya. Gracia kemana coba ?  Batinnya.

" Duluan. " Pamit Ara, bahkan sebelum Shani menawarkannya untuk masuk kedalam dia sudah pergi lebih dulu.

Shani yg melihatnya pergi pun tak mampu untuk menghentikannya, ia hanya terdiam.

" Hah... "   Batinnya menghela nafas, mendekati Ara tak semudah saat ia bertemu dengannya diperpustakaan kala itu. Lebih susah jika dia benar benar tak memiliki kepentingan yg penting. Ara bahkan tak akan melirik jika sampai itu benar terjadi.



*****


" Ara~~ " panggil seseorang menghentikan langkah Ara kembali, entah sudah ke berapa kali ia harus menghentikan langkahnya hanya karena ada saja yg memanggil.

" ? " Alis terangkat menatap sang pemanggil sudah cukup mengisyaratkan kepadanya kalau dia bertanya, tapi sayangnya si pemanggil tak begitu mengerti akan hal itu.

" Ih... Ara... Kalau ku panggil ya balas dong ! " Keluh Chika dengan muka cemberutnya.

Ya, si pemanggil nama Ara adalah Chika.

Bukankah sudah pernah author kasi tau... Dimana ada Ara pasti ada Chika. Udah ya ? Apa belum ?

Alih alih membalas, Ara sepertinya ingin segera beranjak dari tempat itu, tapi sebelumnya tangan Chika lebih cepat untuk menahannya sebelum pergi.

" Ara... Jangan tinggalin Chika ! " Serunya sambil menggoyangkan lengan Ara yg berhasil digapainya.

" Hah... Kenapa ? " Tanya Ara lembut. Kalau nggak begitu mana mungkin Chika mau lepasin lengannya.

Dialog SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang