Bab 6. Simfony

421 64 1
                                    



Alunan musik diruang seni itu berhasil memantik rasa penasaran yg dimiliki oleh Ara.

Ia kebetulan lewat didepan ruang musik hanya sekadar untuk mencari angin.

Tanpa rasa takut diapun mencoba mengintip siapa yg memainkan alat musik dikala sore hari begini.

Terlihat didalam sana ada seorang gadis sedang memunggunginya memainkan alat musik piano dengan begitu lancar, seakan dia adalah seorang pianis profesional yg telah banyak melakukan penampilan didalam sebuah panggung pertunjukan musik.

Melodi yg tercipta begitu senada dengan harmoni menciptakan kesan indah yg hanya mampu dipahami oleh hati.

" Kak Shani ? " Ara mengenal sosok pemilik punggung itu. Orang yg beberapa hari lalu sempat lalu lalang dalam pikirannya.

Ara pun memutuskan untuk masuk kedalam, dan suara tuts piano itu semakin terdengar dengan jelas, diiringi oleh suara lembut yg didengarnya.

" Luka luka hilanglah luka...

Biar tentram yg berkuasa...

Kau terlalu berharga untuk luka... "

Suara itu berhenti dan tuts piano tak ada yg terdengar lagi. Tiba tiba saja Shani berhenti, Ara mampu melihat kalau sang ketua OSIS tengah menarik nafasnya dalam sebelum menghembuskan nafasnya perlahan.

Shani bernyanyi, memperdengarkan Ara suara merdunya, tapi lirik dari lagu itu berhasil menarik perhatiannya lebih dalam lagi.

Suara lembut dengan penghayatan yg dalam, seakan akan Shani bernyanyi untuk dirinya sendiri.

" Katakan pada dirimu... "

Karena Shani yg berhenti, maka Ara yg akan melanjutkannya. Tentu membuat Shani terkejut.

Dia memutar badannya dan melihat kini Ara tepat ada dihadapannya, tengah menatapnya dengan tatapan teduh yg membuat hati kecil Shani bergetar. Kemudian lanjut...

" Semua baik baik saja. "

Akhir Ara, mengakhiri lagu tersebut.

Shani menatap Ara, begitu pula sebaliknya. Tanpa menyadari kalau jarak mereka telah sangat dekat.

" Are you okay ? " Tanya Ara pelan, ketika melihat tatapan gelisah milik Shani dapat terlihat dengan jelas.

" Yeah. I'm okay. "

" I'm not sure. "

" Why ? "

" Terkadang sakit nggak harus selalu terlihat, tapi dirasakan. " Ucapan Ara sontak membuat tubuh Shani bergetar,

" Nggak akan ada yg ketawa kalau kamu nangis. Trust me. " Lanjutnya.

Pecah sudah tangis Shani, ia menangis tanpa ada suara. Hanya air mata yg mengalir membasahi pipinya, menyuarakan isi hatinya saat ini.

Terkadang tanpa suara seseorang mampu menceritakan dirinya. Sama seperti Shani saat ini.

Ia hanya mampu tersenyum setiap kali sedang berada di keramaian. Tapi Ara tau. Itu hanya senyuman diatas kesedihan, Shani begitu hebat mampu menyembunyikannya dari orang orang.

Ara hanya mampu memperhatikannya dalam diam, tak berniat menghapus air mata itu sama sekali. Karena dia mengerti, Shani hanya butuh menangis saat ini, bukan yg lain.

Beberapa saat kemudian tangis Shani mulai mereda, dia menatap Ara yg masih setia berdiri dihadapannya memandangnya dengan lembut. Bukan tatapan yg iba ataupun kasihan, tapi tatapan yg lembut nan teduh.

Dialog SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang