15. Adam menemukannya

16 1 1
                                    

Percayalah, dalam diam aku selalu memperhatikanmu

***

Adam datang dengan membawa parcel buah untuk kekasihnya. Sudah 3 hari kekasihnya - Manda dirawat di rumah sakit karena tipes. Sepulang sekolah ia menyempatkan diri untuk menemuinya.

"Assalamualaikum." Adam membuka pintu kamar pelan.

"Wa'alaikumsalam. Adam sini masuk Nak."

"Iya tante."

Adam mengulurkan tangan untuk mencium tangan ibu Manda dan memberikan bingkisan yang dibawanya.

"Ya ampun Dam, kamu kok repot-repot segala bawa beginian."

"Enggak kok Tan. Buat iseng-iseng aja nanti kalau nemenin Manda."

"Kamu gimana kabarnya, udah mendingan?" tanya Adam dengan mengusap lembut punggung tangan kekasihnya.

"Udah kok," jawab Manda parau, wajahnya masih terlihat pucat walaupun tidak seperti kemarin.

"Makan yang banyak biar cepet sembuh. Jangan betah-betah disini."

"Siapa juga yang mau lama-lama disini," ucapnya manja.

Ibu Manda memilih meninggalkan mereka berdua sebentar untuk mencari makan siang.

"Gimana rasanya enggak ada aku," Adam mengusap lembut kepala Manda.

"Sepi, enggak ada yang gangguin aku."

"Makanya cepet sembuh ya."

Manda mengangguk dan tersenyum padanya. Cantik sekali pacar Adam walaupun sedang sakit seperti ini.

Tak lama ibu Manda datang dengan membawa bungkusan untuk dirinya dan Adam, sedangkan Manda hanya boleh memakan makanan yang diberikan dari rumah sakit saja.

"Dam, makan dulu sini, tante tadi beli nasi padang di kantin." Ibu Manda meletakkan 2 piring di atas meja.

"Iya tante, makasih banyak."

"Mama, kenapa beli itu sih, aku kan pengen." Manda tergoda dengan makanan favoritnya.

"Makanya cepat sembuh," goda Adam.

Akhirnya Ibu Manda dan Adam menikmati makan siangnya, sedangkan Manda hanya bisa cemberut melihat mereka makan dengan nikmat tanpa peduli ada yang iri dengan mereka.

"Tante aku pamit pulang dulu ya, udah sore juga. Besok pulang sekolah aku kesini lagi."

"Iya Dam, makasih ya udah nemenin Manda. Salam buat ibu bapakmu di rumah ya."

"Iya tante nanti Adam sampaikan."

Adam beralih pada Manda, "aku pulang dulu ya, kamu harus cepat sembuh."

Manda mengangguk dan tersenyum, " hati-hati ya Dam pulangnya," tambahnya.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam."

Adam menyusuri koridor rumah sakit, terlihat tali sepatunya terlepas sebelah, akhirnya ia berhenti di bangku tunggu yang memang tersedia disepanjang koridor ini.

"Ada sedikit kemajuan dari hasil kemo kita pada Mas Damar akhir-akhir ini. Beberapa sel kanker mulai berkurang pertumbuhannya, tapi itu tetap tidak menutup kemungkinan kalau itu bisa kembali lagi."

"Berarti ada harapan dong Dok untuk adik saya sembuh seperti semula?" Dania merasa sangat bahagia. Ia tidak peduli dengan kalimat terakhir yang diucapkan Dokter Hendra, yang ia tahu adiknya akan segera pulih.

"Semua harapan pasti selalu ada walaupun kemungkinan hanya 0,1% sekalipun. Kita tetap akan pantau perkembangannya Mas Damar. Mas Damar juga harus rajin periksakan diri kesini dan minum obat yang teratur serta makan makanan yang bergizi. Mereka harus di lawan Mas."

Damar mengangguk, ia bahagia mendengar penuturan dokter yang selama ini memeriksanya. Masih ada harapan hidup baginya.

"Makasih banyak ya Dok. Saya akan pastikan adik saya ini akan menuruti semua anjuran dokter. Sekali lagi terima kasih banyak." Mereka menjabat tangan Dokter dan segera meninggalkan ruangannya.

"Denger itu Dam, jangan macem-macem kamu kalau mau sembuh."

"Iya,"

Mereka terkejut saat ada seseorang yang berdiri tegap di balik pintu ruangan tadi. Ada Adam yang sejak tadi tidak sengaja mencuri dengar karena ruangan yang tidak tertutup rapat. Ia menanti seseorang yang selama ini membuat kakaknya - Icha tidak karuan.

Ingin sekali ia menghajar laki-laki yang sudah membuat kakaknya menangis dan menyesal. Tapi melihat kondisi Damar yang mulai terlihat kurus dan memucat, belum lagi ia juga mendengar penuturan dokter tadi dan pada akhirnya ia mengurungkan niat.

"Adam?" Damar tak percaya akan bertemu Adam di tempat seperti ini.

"Kenapa, Kak?" tanya Adam seperti hendak mencari jawaban atas ini semua.

"Kak, boleh tinggalin gue sama Adam dulu sebentar?" tanya Damar pada Dania.

"Oke, gue tunggu lo di parkiran ya."

Damar mengangguk. Akhirnya ia mengajak Adam duduk di salah satu kursi yang sepi pengunjung, mungkin sekarang ia harus menceritakan apa yang sedang di alaminya saat ini.

Damar menceritakan semuanya ke Adam dari awal ia di rumah Icha sampai saat ini yang akhirnya ia harus bertemu dengan Adam.

"Jadi tolong lo rahasiain ini semua dari Icha. Gue enggak mau buat dia khawatir atau kecewa lagi."

"Tapi lo udah buat Kak Icha enggak karuan begini, Kak. Lo buat Kakak gue merasa bersalah dan kecewa lagi."

"Gue minta maaf Dam, gue cuma enggak mau Icha melihat gue lemah kaya gini. Bahkan dokter dulu aja udah memvonis hidup gue enggak akan lama, gue enggak mau lihat dia sedih kalau harus kehilangan gue. Lebih baik dia terus benci gue karena itu enggak akan buat dia sakit kalau harus kehilangan gue lagi, mungkin untuk selamanya."

"Lo jangan mendahului Tuhan, Kak. Kematian itu rahasia Tuhan, enggak akan ada yang tahu."

"Mungkin gue bakalan kasih tahu Kak Icha kalau Kak Damar masih ada disini."

"Jangan Dam. Tolong jangan kasih tahu Icha soal keberadaan gue ini."

"Gue enggak janji Kak."

"Biar gue yang kasih tahu Icha sendiri, Dam.  Gue enggak mau dia tahu dari orang lain."

"Kalau memang lo mau pergi, tolonglah pergi dengan pamit. Jangan biarin kakak gue tersiksa dengan kesalahan yang dia sendiri enggak tahu apa salahnya." Adam mencoba membuat Damar mengerti kondisi kakaknya saat ini.

"Jujur sama perasaan kalian. Kalau memang harus berpisah biar Tuhan sendiri yang memisahkan kalian."

"Gue minta maaf, Dam. Gue tahu selama ini gue udah salah sama Icha."

"Jangan minta maaf sama gue, Kak. Tapi sama Kak Icha, dia yang harusnya bisa coba mengerti kondisi lo. Gue pamit, Kak. Permisi." Adam pergi meninggalkan Damar yang masih termenung di bangku koridor. Ia sadar sudah mengecewakan Icha lagi dan lagi.

Damar terus menatap lurus ke koridor, sesekali ia menghembuskan nafas besar. Ia menyusul Dania ke parkiran. Pikirannya masih terus memikirkan Icha, ia semakin merasa bersalah setelah mendengar cerita Adam tadi.

"Gimana Dam?" tanya Dania saat Damar sudah masuk ke dalam mobil.

"Dia kacau, Kak."

"Kan kemarin gue udah bilang sama lo. Terus rencana lo apa sekarang?"

"Gue enggak tahu kak, gue juga bingung harus gimana."

"Udah lo enggak usah banyak pikiran, yang penting sekarang lo mikirin kesehatan lo aja. Kalau lo sembuh lo bisa temuin Icha lagi dan minta maaf sama dia. Tolong saat ini lo pikirin kesehatan lo dulu."

Damar mengangguk, walaupun itu tidak akan terjadi, setiap saat bayang-bayang Icha terus menghampirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mengejar Cintamu LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang