Tahun terus berganti. Namun, aku masih terus memikirkan dirimu. Setiap untaian senyummu selalu terkenang di pikiranku, yang semula cerah menjadi sendu karena Tuhan telah merenggut mu.
Aku mati rasa.
Dirimu adalah satu-satunya alasan kenapa aku ada di sini. Memberikan sebuah kehangatan yang selama ini aku butuhkan.
Takemichi. Malaikatku. Anakku yang paling berharga.
Jangan terlalu serius:)
Hari ini, Ran duduk termenung di tepi halaman kepolisian yang sepi. Mati, itulah yang ingin ia rasakan saat ini. Tangan yang dulu ia gunakan untuk melakukan hal keji telah menyusut.
Secarik kertas lusuh bergambarkan satu sosok bocah kecil dengan warna hitam dan biru, serta satu orang dewasa berwarna lilac tengah menggandeng nya sambil tersenyum.
Netra yang dulu berkilat tajam, kini telah kosong tak bernyawa. Hilang sudah cahaya dalam dirinya. Sebutir jiwa semakin lama semakin menyusut, hingga akhirnya habis tak bersisa.
Memori akan kehidupan yang ia jalani selama 20 tahun, sebelum akhirnya masuk pada jeruji besi terus berputar layaknya kaset video.
Dari kenangan manis, asam, dan pahit masih teringat jelas.
Salah satunya adalah kejadian yang sungguh membuat Ran ingin menghancurkan dunia sampai ke akar-akarnya.
Satu tragedi yang membuat Takemichi, buah hati Ran, harus merenggut nyawa dengan tragis.
Tepat di depan matanya, seluruh kejadian yang terjadi saat itu terekam jelas.
Panas, ya.
Sudah berjalan 6 bulan setelah hari ulang tahun Takemichi. Hari itu adalah hari dimana dirinya merasakan kasih sayang yang luar biasa.
Dari para pamannya yang memberikan begitu banyak hadiah hingga kasih sayang yang Ran, selaku ayahnya sendiri tak bisa memberikannya.
Namun, bagi Takemichi, Ran adalah pahlawannya. Ayah yang selalu ada untuknya. Melindungi serta melakukan apapun yang dirinya ingin.
Takemichi ingin terus bersama daddy.
Takemichi ingin hidup lebih lama.
Takemichi ingin merawat daddy suatu saat nanti.
Dan, Takemichi ingin melakukan semua hal bersama.
Angin siang itu bertiup cukup kencang, beberapa pohon besar yang tertanam ikut bergoyang sesuai kemana angin bertiup.
Langit sedang bersedih hari itu, tak ada satu dunia biru yang biasanya terpancar di atas. Yang ada hanya gumpalan awan hitam yang menghalangi.
Takemichi berbaring terlentang pada karpet yang terpasang di kamarnya. Netra sebiru laut itu terlihat memandangi awan-awan, lukisan planet dan bintang membentang luas memenuhi kamar.
Akane juga duduk disebelahnya, melipat baju sembari menemani tuan muda yang sejak tadi terus mengeluh.
"Ane san, kapan daddy pulang?" Keluhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda [ Ran x Takemichi ] ✔
Short StoryEnd. Berusaha menjadi orang tua yang baik dengan sifat yang sedikit tidak normal. . . . . Karakter bukan milik saya!! Terima kasih.