Hening.
Tempat Aizawa lebih hening dibanding biasanya.
Tak ada suara cekikikan ataupun barang pecah. Tak ada suara anak kecil berlarian kesana kemari dan televisi yang berisik. Tak ada pula suara ceria dan keras yang memanggilnya.
Rasanya memang berat bagi Aizawa untuk melepaskan si bocah. Meskipun ia berisik dan mengutarakan kata-kata mutiara terus menerus.
Namun, apa boleh buat. Kesehatan [Y/N] adalah prioritas utama. Dan satu-satunya tempat yang mempunyai fasilitas lengkap dan tenaga ahli adalah tempat si dokter.
Dokter itu bilang, penyakit [Y/N] itu unik. Dari luar, [Y/N] terlihat seperti bocah kurang ahklak. Tapi di dalamnya terdapat tantrum, suka berkhayal sampai menganggapnya nyata, trauma, dan lain-lain.
Namanya yang panjang dan tak masuk akal serta menganggap orang asing adalah 'ayahnya' adalah bukti nyata.
"Ada tipe-tipe yang seperti itu. Tingkahnya terlihat normal dan ceria tetapi mental mereka rusak. Ada pula yang seperti [Y/N], berkhayal terlalu kuat sehingga batas antara fantasi dan realita tak terlihat."
Aizawa menghela napas panjang.
"[Y/N] telah menjalani terapi selama ini. Kami tak tau sebab pasti kenapa hal ini bisa terjadi tetapi tebakan terbaik kami adalah trauma. Kebanyakan fantasinya tentang keluarga sehingga kami menduga adanya kekerasan ataupun ditelantarkan. Inner child nya pasti meluap-luap."
Aizawa mengetuk-ketuk meja, berharap keputusannya tepat.
Namun, bocah itu tak menurut. Ia bahkan ngotot tak mau pergi. Mau tak mau, Aizawa sendiri yang harus mendorongnya. Namun, ia mendorongnya terlalu keras.
"Haishh...." Aizawa menggelengkan kepala, berusaha mengenyahkan perasaan bersalah yang sayangnya tak bisa ia singkirkan.
[Y/N] pasti membencinya sekarang. Anak itu terlihat sangat terluka tadi.
Meskipun Aizawa bilang akan menjemputnya ketika sudah sembuh, ia tak yakin apa [Y/N] ingin bersamanya lagi.
Yah, semoga [Y/N] bertemu orang baik yang bisa menjaganya lebih dari Aizawa. Semoga ia bisa tertawa lepas dan bahagia bersama keluarga barunya.
Dan ketika itu terjadi,
"Aku akan mengunjungimu."
°
°
°
°
°
Kelas 1-A.
[Y/N] sangat menyukai kelas ini sejak kali pertama ia datang. Bocah itu senang berlarian di antara meja-meja, bermain dengan murid, atau sekedar menggambar di belakang kelas. Ia juga senang membuat rusuh. Makan di depan murid yang mengerjakan soal contohnya.
Tapi yah, sepertinya yang paling bocah itu suka adalah berinteraksi dengan 1-A. Well meskipun butuh usaha ekstra baginya untuk duduk di kursi ataupun meja di kelas.
Aizawa membuka pintu 1-A. Dirinya langsung disambut oleh keheningan.
"Pagi."
"Are? Sensei, [Y/N]-chan dimana?" tanya Uraraka.
"[Y/N] sudah pergi dengan wali nya," kata Aizawa yang membuka buku.
"Eehhh....sayang sekali. Padahal aku sudah buat permen jeruk," ujar Ashido.
"Ini memang mendadak tetapi [Y/N] telah pergi kemarin. Jangan khawatir, wali [Y/N] adalah seorang dokter yang sudah kami cek latar belakangnya."
"Aizawa-sensei!" seru Midoriya yang mengangkat tangannya.
"Ada apa Midoriya?"
Pemuda itu menurunkan tangannya lalu berdiri, "[Y/N]-chan itu terlihat kesepian dan menderita. Dia memang tak pernah bercerita, tetapi aku yakin itu benar karena [Y/N]-chan pernah bilang kalau Aizawa-sensei dan kelas 1-A adalah satu-satunya keluarga yang ia punya."
Midoriya menjeda ucapannya. Ia menatap Aizawa Shota penuh harap,
"Karena itu, apa keputusan ini sudah benar, Aizawa-sensei? Apa benar ini yang terbaik untuk [Y/N]-chan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hero: Daddy Issue [Aizawa Shouta]
Fanfic[ Reader X Aizawa Shouta ] Isekai ke novel favorit sih memang enak. Tapi isekai ke manga favorit bestie kau lebih menantang! Berbekal secuil spoiler dari bestie, [Y/N] reinkarnasi di dunia BNHA dalam tubuh seorang anak kecil yang sekarat. Mampukah a...