Telaga Awan

5 1 0
                                    


Telaga Awan

Awal April aku mengajakmu di sebuah kafe di kota perantauan, malam hari bersama teman-teman laki-laki lainnya, begitu bahagianya kita bisa bertemu setelah aku datang dari kampung halamanku, walau ketika kutawarkan akan menjemputmu kamu tidak berkenan. Aku terus memandangimu yang berada di depanku, kamu membawa senyuman yang biasa kamu pasang, aku tetap nyaman melihat senyum itu sampai kamu pulang dahulu, dan maafkan aku bila selalu melarang untuk pulang, karena rindu ini belum juga lunas terbayarkan, aku mengikutimu sampai ke tempat parkir, kuucapkan pesan-pesan agar kamu tetap hati-hati di perjalanan dan kupastikan kamu cepat tidur dan istirahat. Aku melihatmu pulang mengendarai sepeda motor sendirian dan aku memantau sampai kamu tak terlihat sejauh mata memandang.

Ada hal yang membuatku cemburu namun aku juga tak berhak saat kudengar kamu mengucapkan bahwa baru saja kamu panggilan video bersama mantanmu, dia ingin memberikanmu kado, namun ketika ingin dia kirim sedangkan kamu sudah mau kembali. Aku mendengar ceritamu sudah biasa seperti itu karena juga aku sadar kita memang sebatas sahabat.

Aku masih ingat ketika kamu ingin kita masih sahabat dan nanti kita pacaran karena masih fokus kuliah, kamu mengajak membuat sebuah target, terdengar ada sebuah kesempatan untuk kamu terima diriku. Maafkan diriku yang terus berambisi ingin memilikimu, aku masih ingat tentang kamu yang mengatakan bahwa kita akan lihat nanti karena kamu juga tidak bisa menentukan jodoh dan kamu mengajak untuk menjalaninya terlebih dahulu. Aku menawarkan untuk kita dekat terlebih dahulu, dan kamu mengiyakan, aku berani menuliskan ini karena memang obrolan kita masih tersimpan di Hpku.

Jangan terlalu terikat, itu yang kamu katakan karena kamu kasihan dengan diriku, kamu takut bila kamu memberi harapan palsu kepadaku, sehingga kamu mengajak kita berdiskusi kembali.

Ingatkah kamu ketika di bulan Ramadhan?  Hampir setiap hari kita mengobrol dan aku yang membangunkanmu walau aku tak tahu apakah kamu bangun juga dari spam teleponku, namun dengan inilah usahaku.

Awal April yang membekas kenangan sampai detik ini ketika siang itu kamu mengatakan bahwa meminta untuk mengantarkanmu pulang, betapa bahagianya aku dengan tawaran itu. Kita mengobrol di jalan dan kupilih jalan yang jauh agar perjalanan kita semakin lama, dan kulambatkan kecepatan sepedaku karena berlama-lama denganmu adalah sebuah kenyamanan. Waktu itu masih di bulan puasa dan ada buka bersama, aku menyiapkan kursi untukmu agar nanti kamu bisa duduk di sampingku, namun usaha itu gagal, dan aku tetap berusaha untuk bisa dengan denganmu, semakin memakan waktu aku memindahkan kedudukanku untuk berada di depanmu, sehingga aku bisa melihat wajahmu. Saat kamu mau beranjak pulang, seperti biasa aku mengantarmu sampai keluar dan selalu menyampaikan pesan agar kamu selalu menjaga diri.

Sering terjadi ketika kita habis bertemu bukannya rindu ini telah lunas terbayar, namun justru semakin menjadi-jadi sehingga baru saja kita bertemu, aku masih minta bertemu lagi, bila tidak bisa, aku memintamu untuk mengirim foto terkini, itu sangat membuatku senang dan aku merasa tenang ketika kamu tersenyum kepadaku.

Bila bertemu tak mampu mengobati rindu, maka bosan yang mengatasinya.

Masih awal April, aku yang setiap hari selalu perhatian kepadamu walau hanya di pesan WhatsApp, tanpa disengaja mamamu melihat pesanku, karena memang Hpmu dipegang mamamu, pada akhirnya aku salah tingkah dan kamu serta mamamu pun tertawa menanggapinya, aku khawatir karenaku kamu dimarahi oleh mamamu.

Pada saat kita panggilan video, aku memegang spidol dan kugoreskan tintanya pada sebuah kanvas untuk menggambarkan wajah manismu, kamu bertanya aku lagi ngapain?  Aku sibuk sendiri, maaf aku tidak menjawab jujur karena ini adalah sebuah kejutan untukmu, kamu menyukai gambar itu dan puisi yang kubuat untukmu, walau kamu lebih menyukai puisi yang kubuat untukmu, aku sangat senang bila kamu menyukainya. Kamu tertawa terus terlihat dari obrolan kita saat kamu melihat gambar yang kukirim, merasa bangga bisa membuatmu bahagia. Aku mengatakan bahwa kita Best friend forever, kamu pun menjawab demikian disertai stiker cinta. Aku membuat puisi itu tidak sampai setengah jam, dan gambaran wajahmu sekitar dua hari, lalu kumenunggu hari ulang tahunmu.

BELATI MUTIARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang