Bayangan MutiaraAku yang mengira hubungan kita telah selesai, ternyata cerita kita masih ada banyak episode berikutnya yang perlu diceritakan. Aku masih tidak rela bila kamu tak berada di sampingku, tapi memang keadaan yang tidak memungkinkan untuk kita bersama lagi. Aku melakukan kesalahan besar yang selalu berulang kali kulakukan, yaitu aku yang membuka cerita baru padahal aku belum benar-benar sembuh, dan cerita antara aku dan kamu memang belum selesai, maafkan aku yang terburu-buru membuat cerita dengan orang lain, karena aku tahu bahwa keadaan yang membuatku seperti ini, kukira dengan caraku ini akan bisa membuat keadaan menjadi lebih baik dari pada sebelumnya.
Aku mengajakmu di sebuah tempat untuk mengajakmu kembali merangkai cerita secara diam-diam, namun berbeda dengan apa yang kuharapkan. Aku menemuimu untuk mengajukan bahwa aku ingin tetap bertahan, aku ingin mencintaimu kembali dan aku berharap kamu juga demikian. Betapa tersayatnya hati ini saat kudengar bahwa kamu ada yang mendekati, kamu pun bukan malah menjauhinya namun memberikan ruang pada semuanya, seperti kamu menebarkan perhatian kepada semua orang, betapa sakit perasaan ini bila saja kamu berbicara itu padaku. Perasaanmu ke aku juga telah hilang, kutahu karena kamu sendiri yang mengucapkan, aku ingin mundur karena hal ini, untuk apa aku berlarut-larut mengejarmu bila kamu saja tak menghargai perasaanku. Kamu juga mengatakan kemungkinan akan pindah tempat, bahkan pindah kampus, banyak alasan yang kamu utarakan, membuatku semakin sakit hati dan berserah. Kamu juga akan menutup pintu hatimu kembali, dengan kemunduranku, aku membuat sebuah keputusan serta kesepakatan. Aku ingin mengikhlaskanmu dengan caraku sendiri. Caraku ini dengan menjauh serta membuang perasaan apa pun tentangmu.
Aku memutuskan untuk berakhir dan kita seperti orang asing yang tak saling kenal, bukan seperti awal, namun ini lebih ke permasalahan. Kita tak lagi menyapa karena kesepakatan kita, aku coba walau itu sulit dan selalu saja mengganggu pikiranku. Kesepakatan yang kita buat bagai cermin yang sama antara nyata dan gambar di cermin, sebab kamu memberlakukanku seperti aku memberlakukanmu. Kita sama-sama menjalani kisah yang rumit, namun sama-sama bagi waktu. Bila aku mulai menyapamu, kamu pun diharap untuk kembali menyapaku, bila aku mulai mengobrol denganmu, kamu pun selayaknya mengobrol denganku dan seterusnya sampai kita benar-benar menemukan titik temunya.
Aku mengira perpustakaan akan menjadi tempat untukku berpeluang memiliki kamu kembali, namun ternyata rasamu telah habis total tak tersisa semenjak aku mengembalikan foto wajahmu, kamu mengira aku telah mengikhlaskanmu, namun sebenarnya aku menyimpan hal yang besar kepadamu.
Aku meminta agar kita semakin jauh seperti orang asing yang tak saling sapa, bahkan berusaha untuk tidak bertemu dan selalu membuang muka bila tak sengaja bertemu. Kita mulai membiasakan seakan-akan tak saling mengenal satu sama lain. Waktu kita bertemu di hari sabtu waktu itu di sebuah tempat parkir, aku berusaha untuk mencari jalan agar tak berpapasan denganmu.
Dengan caraku menghindarimu justru akan membuatku sulit mengikhlaskanmu, walau sebenarnya dapat sedikit meringankan keadaanku. Aku yang menghindarimu membuat pikiranku selalu tersematkan padamu dan ternyata caraku salah. Aku merasa, dengan kita menjadi sahabat seperti dulu malah membuat kita semakin damai, kita bisa saling bercerita, dan kita memang benar-benar menjadi sahabat seperti dahulu. Kita saling menerima dan kamu menjadikanku rumah karena kita pernah mengatakan bahwa kita adalah best friend forever.
Keadaan memang membaik, kukira secara mutlak, namun tetap saja untuk sementara. Sebenarnya tahu, namun butuh orang untuk mengingatkan. Dalam perkara ini bukan mudah, juga bukan sulit, lebih tepatnya rumit, kadang lupa kalo kita salah minum obat, dan kita juga sebenarnya punya obatnya, karena kita pernah sembuh, namun terkadang memang lupa obat yang mana.
Aku hampir setiap hari berdoa agar cintaku ke kamu segera hilang dan aku mampu menutup cinta denganmu dan membuka dengan orang yang tepat. Bayanganmu selalu membuatku seketika ingat tentang segala hal yang berkaitan denganmu, maka doaku tak hanya agar mengikhlaskanmu, namun juga agar rasa cintaku kepadamu hilang tak tersisa.
Aku mulai merasa nyaman seketika kamu mulai berbicara padaku, ternyata denganku selalu menghindar bukan malah memperbaiki keadaan, namun hanya menjadi pengobat sementara, maka aku mulai mencoba berbicara padamu, aku mulai berdamai dan melunasi kesepakatan kita, aku ingin kita kembali damai bagai cermin yang sama antara sikapku dan sikapmu. Di sebuah obrolan online kita mulai berbicara dan menanyakan kabar dan kamu menunjukkan kepadaku sebuah lukisan karyamu, terlihat sederhana, namun ketika kamu menunjukkan kepadaku, itulah yang membuatku nyaman dan teringat masa-sama kita masih bersahabat. Aku pernah menghadiahkan sebuah lukisan gambar yang belum selesai kepadamu, dan kamu tunjukkan kepadaku dalam keadaan telah diwarnai, sederhana namun itu membuatku kembali nyaman dengan sikap hangatmu, kamu membayar rasa rinduku yang sekian pekan telah kutabung. Ketika kita asyik mengobrol, tak terduga masih saja ada yang menyukaimu sampai mengaitkanku, itu membuatku murka kembali walau aku berusaha menutupi di hadapanmu. Ternyata di balikku dia membenciku, itu membuatku semakin ingin meminta penjelasan kepadanya, tapi aku ingat tentang kenyataan, bahwa aku dan kamu bukanlah siapa-siapa.
Aku ingin memberanikan diri untuk kembali mengobrol denganmu, dan aku meminta kamu untuk memberikan waktu untuk kita berdua mengobrol, dan ternyata tanggapanmu sangat ramah, kamu mulai bersikap baik dan hangat, walau aku tahu tak ada kenyamanan di dalamnya. Saat kita melakukan kegiatan secara bersama-sama, aku membuka kembali raut wajahku yang muram dan aku mengubahnya seindah pelangi walau pelangi tampak hanya sejenak, aku mulai tersenyum dan memandangi parasmu yang manis, aku juga berusaha mencari topik pembicaraan untuk mengobrol.
Aku juga perlahan mengungkit terus kenangan saat aku berada di sebuah kafe tempat kita dulu mengerjakan tugas, aku juga memotret kertas tugas dari hasil cosplaymu menjadi guru. Nota pembayaran pada sebuah kafe waktu kita pernah keluar bersama juga masih kusimpan sehingga kutunjukkan bukti kenangan kita dulu. Aku kembali merasakan patah hati setiap kali melihat banyak laki-laki yang menyukaimu namun aku tetap memotivasi diri bahwa aku sudah tak berhak dan kukembali kepada niatanku karena dulu pernah bilang bahwa aku tak mau mendengar apa pun bila kamu sedang dekat dengan orang lain, karena aku pastinya akan sakit hati.
Pada saat aku merindukanmu aku mulai melihat obrolan kita yang dulu saat kita masih sahabat baik, belum terjadi konflik yang besar, aku mulai sadar bahwa aku pernah senyaman itu denganmu, aku juga mendapat nasihat dari temanku untuk tidak menjauhimu dan tetap baik padamu, melewati semua dengan biasa saja, karena melupakan bukan dengan ucapan atau sebuah tindakan niat, namun menjalani semuanya seperti dulu dan melewatinya tanpa beban.
Aku memiliki niat untuk kembali damai seperti dulu, karena luka ini cukup parah dan tak ingin lagi terlalu banyak atraksi untuk mencari pengobatan, karena aku tahu bahwa obatnya ada dalam diriku. Perlu adanya aku yang memulai, tak lagi terlalu membahas hal yang berkaitan dengan perasaan, namun lebih fokus pada kenyataannya. Aku telah mencobanya dan ternyata perlahan aku berhasil, aku mulai dekat denganmu dengan status sahabat dan lebih, aku juga ingin menemuimu untuk mengobrol, yang pasti aku berterima kasih karena kamu memberi waktu kepadaku walau itu terburu-buru karena sudah larut malam, kita sepakat untuk kembali seperti semula dan merasakan persahabatan tanpa perasaan, kita akan membuka cerita baru di semester baru dengan kehangatan yang mungkin memang tak seperti dulu, namun aku akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik demi persahabatan kita, aku harap perasaan ini dapat ditaklukkan sehingga tak lagi menjadi bebanmu dan semuanya. Terima kasih mutiaraku, terima kasih Belati Mutiara.
Ikhlas itu tak seharusnya selalu dicari hingga jauh, namun ikhlas itu berasal dari diri kita sendiri ketika kita tak lagi memikirkan apa yang seharusnya tak perlu dipikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELATI MUTIARA
No FicciónIni kisahku tentang permata yang begitu indah dan kukenal hingga pada akhirnya aku mampu meraihnya. Bukan sekedar bertemu lalu bersamanya dengan mudah, namun ada bentangan yang menghadang sampai air mata, keringat menyelimuti dengan paksa. Awal ber...