Buah dalam JerujiPertengahan Mei kita mulai menghadapi pembelajaran dan kita sering bertemu sampai mengerjakan tugas bersama-sama beserta sahabatmu yang lain, malam itu aku menyempatkan ke rumahmu hingga larut malam, tanpa sengaja jaketku tertinggal di rumahmu. Aku tak menyangka malam itu bisa di rumahmu dan bisa melihatmu tersenyum dengan pakaian santai serasa kita telah hidup serumah, aku memotret wajahmu yang penuh kegembiraan sehingga menghiasi galeriku. Aku cetak juga wajahmu itu sehingga kupasang di kamar kostku.
Ketika kampus kita ada sebuah fasilitas perahu, kita menggunakan dengan teman-teman lain yang menggunakan helm serta pelampung, kita menaiki perahu tersebut dengan dayung yang mendorong perahu sehingga mampu melaju, kamu berada di depanku dan aku sendiri di belakangmu, dari awal aku berharap kita bisa duduk bersampingan, namun kamu membiarkanku sendiri di belakang, sebelum itu terjadi, kamu lebih memilih untuk meninggalkanku padahal aku belum juga siap menaiki perahu itu, aku melihat bahwa kamu merasa terganggu karenaku, aku seakan-akan tak berguna saat itu, kamu berusaha mengalihkan perhatian setiap kali aku perhatian padamu.
Maaf bila aku mengatakan egois, bagaimana pun aku adalah sahabatmu, lebih-lebih aku mencintaimu, apakah kamu sulit untuk menghargaiku? Selepas kita menaiki perahu, kamu masih saja meninggalkanku, kamu seperti terburu-buru dan berupaya untuk tidak menatapku. Aku belum selesai melepas pelampung, kamu pun menghilang.
Aku mengejarmu dan kamu ada urusan yang harus diselesaikan, pada akhirnya kamu berjalan seenaknya sendiri dan aku membiarkanmu berpisah jalan. Tak pamit kepadaku kamu menghilang dengan cepat, patah begitu patah perasaanku saat itu.
Kini persahabatan kita mulai retak menuju kehancuran sebab aku mulai mencintaimu, perasaanku juga tidak biasa, apalagi kita sering berboncengan dan berangkat ke kampus bersama-sama, kita jadi sering bersama sampai aku telah bertekat bulat mencintaimu dengan sepenuh hati. Aku tak terlalu berpikir tentang sahabat lagi sebab aku telah yakin mencintaimu. Aku merasakan bahwa aku telah melihat mutiara yang telah terselimut oleh air laut di samudra.
Keluar bersamamu telah menjadi hal yang kutunggu-tunggu, tak lupa aku pernah memakaikan helm ke kepalamu, itu hal sederhana namun aku sangat menyukaimu, ketika kupasang dan kutatap wajah manismu dengan rambut yang kadang terurai. Apakah kamu masih ingat di kafe itu aku menembakmu di depan sebagian teman-temanmu dan aku dengan yakin akan tulus mencintaimu. Ternyata tak semudah itu aku bisa mendapatkanmu, kukira aku mampu mendapatkanmu, namun ternyata banyak syarat yang harus kutempuh. Kamu memintaku untuk bisa mendapatkan restu dari semua teman-temanmu dan aku akan bisa mendapatkanmu. Ketika selepas pulang aku sulit untuk tidur, karena aku memikirkan tentang perkataanmu bahwa kamu berkenan menjadi pasanganku, aku menelepon beberapa temanmu untuk meminta restu kepada mereka, satu persatu aku meminta dukungan kepada mereka, awalnya mereka ragu, namun aku berusaha meyakinkannya. Ada yang responsnya bagus, ada juga yang ragu, yang pasti mereka berdoa yang terbaik walau beberapa waspada takut aku menyakitimu, namun kenyataannya sebaliknya saat aku tahu ternyata semua teman-temanmu banyak yang ragu dan tidak menyetujui, aku telah berusaha dengan yakin namun ternyata kenyataannya agar aku bisa kesulitan untuk mendapatkanmu sehingga aku berhenti berjuang.
Semakin dekat dan semakin aku mencintamu hingga terbawa perasaan, justru akan semakin membuatku sakit, sebab aku terlalu dalam untuk berusaha mendapatkanmu, aku melukai diri tanpa kamu sadari, dari setiap waktu aku berdoa agar bisa membuatmu jatuh hati padaku, kamu belum juga luluh padaku, aku terus berusaha untuk membuatmu jatuh cinta kepadaku walau hanya setitik merah pada sebuah lembar putih, kamu bisa membuatku gila karena itu, aku akan berusaha untuk menjagamu, dengan kemampuan yang aku bisa, aku berusaha untuk menjadikanmu hal yang sangat berharga, seperti mutiara tanpa goresan yang kuselipkan di dalam hati yang paling dalam.
Aku yang tersakiti berulang kali namun tetap saja berusaha tegak mengakar di atas pasir tepi pantai yang terseret air laut namun tetap saja mengakar berusaha untuk tidak jatuh. Aku bertahan di hamparan pasir yang terus berusaha merobohkan usahaku untuk memilikimu walau tak sepenuhnya dan berusaha untuk tidak menghindari sebuah permasalahan yang telah disajikan.
Langkah kita menuju sebuah danau dan di dekatnya aku mengajarimu memakai dasi dan kamu mencoba berulang kali sampai kamu mahir memakainya, kamu terlihat gembira saat berhasil melakukan sesuatu, aku yang mengajarimu di depanmu dan menatap dengan senyuman yang ikhlas, begitu sedap dikenang bila aku mengingat hal tersebut. Aku ingin kamu selalu lari kepadaku, dan aku salalu mengusahakan bisa membantumu.
Kumau dirimu mencoba bersamaku untuk merangkai cerita, tak apa walau hanya sejenak, karena aku membutuhkanmu
KAMU SEDANG MEMBACA
BELATI MUTIARA
Non-FictionIni kisahku tentang permata yang begitu indah dan kukenal hingga pada akhirnya aku mampu meraihnya. Bukan sekedar bertemu lalu bersamanya dengan mudah, namun ada bentangan yang menghadang sampai air mata, keringat menyelimuti dengan paksa. Awal ber...