Naluri Tak TersajiYang kurasakan seperti ditepis kepedulian. Aku mencoba untuk menghargai mutiaraku, aku berusaha ikhlas dengan segala hal walau itu sulit, aku dengan segenap keseriusan ingin tetap bertahan padamu, sebab aku seperti orang gila yang begitu mencintaimu dengan tak ada kontrol. Kamu kadang juga tak peduli denganku, karena kamu ragu padaku, bagaimana aku bisa yakin bila kamu sendiri yang ragu.
Bagaikan menanti merpati yang terbang bebas lalu berharap dia datang dan bertengger di bahuku. Begitulah yang kuharapkan, namun berbeda dengan kenyataannya, aku tersadar memang kita tak bisa menyatu, kita adalah dua insan yang terlarang bersatu, untuk mengikhlaskanmu bukanlah sesuatu yang mudah.
Saat kamu sebagai mutiaraku tak peduli padaku lagi, aku mulai ingin fokus dengan yang baru, namun lucunya kalian sama-sama tak peduli, sehingga membiarkanku terkapar sendiri ditemani sakitnya hati. Aku pun memilih untuk menyendiri dan berpikir lebih tenang agar aku tak salah dalam mengambil keputusan.
Naluriku tak tersaji dengan khusyuk. Aku masih saja bingung harus berdoa bagaimana? Doa yang seperti apa yang kuterapkan. Kadang sikapmu yang hangat bagai fajar yang mengisi setiap pelosok dunia, kadang seperti dingin yang menjerat paksa badan, menjadikanku tak tentu arah, sebab aku masih berharap kamu bisa selalu di sampingku hingga kita dapat menyatu secara sah. Bersikaplah yang hangat agar aku mendapatkan kenyamanan, sebab kenyamanan lebih ingin kudapatkan dari pada sekedar manipulasi perasaan.
Jamuan abstrakmu yang sulit ditebak membuatku heran karena kamu bisa mengatakan bahwa kamu nyaman padaku, namun kita juga tahu keadaan yang tak merestui kita. Kita saling nyaman, sebenarnya tujuanku telah tercapai, namun tetap saja aku masih merasa kurang, harapanku yang selalu ingin lebih, karena aku ingin terus bersamamu.
Aku memilih tetap mencintaimu, karena aku menyadari sayangku kepada yang lain tidak bisa menggantikan posisimu di dalam hatimu, jadi aku tetap bertahan dalam harapan yang seperti tak bisa digapai. Sudah banyak korban kepada orang yang kukira bisa menggantikanmu, tapi tetap saja bila aku bersama yang lainnya, bayanganmu selalu hadir dalam jiwaku. Aku di sini tetap menunggumu untuk mencintaiku kembali dan merasakan hari-hari bersamaku. Aku juga tidak tahu sampai kapan aku harus seperti ini terus, meratapi nasib sembari menunggumu hadir dan mengungkapkan perasaan cinta kembali kepadaku.
Aku cukup mencintai wanita yang kupilih, kamu yang kupilih maka kamulah yang paling spesial dari yang lain. Aku pernah berhasil mendapatkanmu, walau akhirnya mutiaraku jatuh kembali ke laut samudra terseret kasarnya ombak. Aku tak peduli takdirnya bagaimana, karena kenyamanan menjadi sebab utama keinginanku.
Entah sampai kapan aku membendung sakit hati ini, aku ingin segera ikhlas atau mungkin bosan kepadamu. Aku yang mencoba untuk menjauhimu justru seperti membuatku terikat padamu, maka aku berusaha untuk perlahan mendekat seperti mengikuti arus air agar aku tak menerobos ombak kenyataan, sebab takdir kita memang tak bisa menyatu. Bila ombak tersebut kuterobos, juga akan berakibat buruk padamu, maka dari itu untuk mencari aman, aku mengikuti alur arus air, entah aku dibawa ke mana oleh air tersebut, aku menelusuri sungai dan pada akhirnya mampu bertemu air laut yang membawaku ke samudra untuk merebutmu dari sang karang. Walau seperti kumenerjang kabut, aku yakin bahwa kabut akan tertiup angin, seperti permasalahan yang tertiup waktu.
Buatlah aku nyaman kepadamu, bila aku tak bisa memilikimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BELATI MUTIARA
Non-FictionIni kisahku tentang permata yang begitu indah dan kukenal hingga pada akhirnya aku mampu meraihnya. Bukan sekedar bertemu lalu bersamanya dengan mudah, namun ada bentangan yang menghadang sampai air mata, keringat menyelimuti dengan paksa. Awal ber...