Part 9 : Memberitahu

123 10 0
                                    

“Rintan! Aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Ini penting banget, kamu harus tau!”

Gleid datang membuat kegaduhan di pagi itu. Satu kelas dibuat kaget dengan teriakan Gleid yang raganya belum sampai di kelas, namun suaranya sudah menggelegar pecah.

Kini, semua pasang mata tertuju padanya. Menatap Gleid bingung. Gleid pun dibuat kikuk dengan tingkahnya sendiri. Gleid memasang cengir lebar. Tidak biasanya ia seheboh ini. Bahkan bisa dibilang Gleid terlalu pasif ketika berada di sekolah. Hanya ketika bersama Rintan saja dia bergerak sedikit aktif. Mengapa sekarang berbanding terbalik? Justru, Rintan sekarang sedang duduk anteng di tempat duduknya sambil menatap Gleid cengoh.

Tak menghiraukan sekitar, Gleid kembali melangkah lebar ke arah Rintan. Binar di kedua bola matanya membuat Rintan bertanya-tanya, heran.

“Rin, kamu harus tahu ini. Tapi gak di sini,” bisik Gleid dan langsung menarik tangan gadis itu untuk ikut bersamanya.

“Apa, sih? Gak usah tarik-tarik juga kali,” cibir Rintan lewat bisikan.

Gleid hanya terkikik geli dengan tingkahnya. Namun, tak urung melepas pergelangan tangan Rintan. Keduanya berjalan keluar kelas meninggalkan pertanyaan di benak murid-murid.

Di sepanjang koridor, keduanya tak mengobrol banyak. Rintan hanya pasrah saja ketika Gleid membawanya pergi tanpa tujuan yang jelas. Mereka sedang berjalan ke arah toilet sekolah. Entah apa maksud Gleid mengajaknya kemari. Entah ada hal spesial apa yang hendak ditunjukkan oleh Gleid di sini.

Di tengah perjalanan, mereka berpapasan dengan Melvano yang sepertinya baru saja keluar dari toilet laki-laki. Rambut lelaki itu sedikit basah, begitu pun dengan wajahnya yang terdapat cipratan air. Raut kusut jelas-jelas terpampang di wajahnya. Tidak seperti biasanya yang jahil dan usil.

Langkah Gleid dan Rintan terhenti, begitu pun dengan Melvano. Rintan secara refleks melirik Gleid. Gleid dan Melvano saling beradu pandang. Sekilas. Hingga Melvano mengalihkan pandangan dan berlalu dari sana. Tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Hal yang membuat Gleid maupun Rintan mengerut kening heran.

“Tumbenan banget tuh anak gak nge-bully,” cetus Rintan yang bahkan sampai hapal dengan kelakuan Melvano jika sudah dalam satu ruang bersama Gleid.

Gleid melirik sinis, tak suka. “Bukannya, bagus?”

“Hm, ya iya, sih.” Merasa salah bicara, Rintan kikuk sendiri. Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Meringis dalam hati merutuk diri.

“Yok!” Gleid menarik pergelangan tangan Rintan dan membawanya masuk ke dalam toilet. Rintan sedikit tersentak karena hal itu.

Melihat Gleid yang tampak aneh---menengok sana-sini seperti mengawasi sekitar, Rintan mengerut kening bingung.

“Ngapain, sih? Aneh banget!” cibir Rintan.

Merasa sekitar aman, Gleid menghadap kembali ke arah Rintan dengan jari telunjuk menempel di bibir. Menyuruh gadis itu untuk diam sembari mendesiskan lidah.

Mereka sedang berada dalam salah satu bilik toilet. Gleid bergerak dan duduk di atas toilet duduk itu. Gerak-geriknya semakin membuat Rintan yang berdiri memandanginya bingung.

“Siram kaki aku pake air!” titah Gleid.

“Hah?” Rintan yang belum konek. Apa barusan dia tidak salah dengar?

Gleid berdecak. “Kamu budeg? Siram kaki aku pake air!” titahnya sekali lagi, kali ini nada suaranya sedikit meninggi.

Tak ingin dibentak lagi, Rintan menuruti perintah sahabatnya itu. Dia mengambil segayung air dan membasahi kaki Gleid membuat kaus putih dan sepatu basah.

Bola mata Gleid membulat besar. Lalu, menatap Rintan kesal, penuh protes.

“Rintannn!” geramnya.

“Lah, kan lo yang nyuruh tadi!” Rintan memblea diri. Raut wajah gadis itu sudah tidak bersahabat.

“Ya tapi jangan sebanyak itu juga kali!” balas Gleid penuh sentakan.

Hingga perubahan yang terjadi pada badan Gleid membuat perhatian dua remaja itu teralih. Gleid dan wujud duyungnya.

Rintan menutup mulut dengan telapak tangan, tak percaya dengan pemandangan di depannya. Dia mendekat ke arah Gleid. Perlahan tangannya terulur dan mengusap sisik-sisik berwarna ungu bercampur biru cerah di badan Gleid. Ini nyata, Rintan tidak sedang bermimpi.

Rintan beralih menatap Gleid yang kini mengumbar senyum tipis. “I-ini beneran lo, Gleid?” tanyanya hati-hati, “lo ... mermaid? Seriusan?!”

Gleid mengangguk semangat. Senyum yang sedari tadi terpatri di wajah kian melebar. “Iya, ini aku. Gleid Mahatma.”

“Gimana ceritanya? Gue gak lagi mimpi, kan? Kok, bisa beneran terjadi?” Rintan frustasi. Gadis itu melayangkan pertanyaan beruntun.

“Aku juga gak tau kenapa tiba-tiba berubah kayak gini. Kemarin ....” Lalu, Gleid menceritakan apa yang ia alami semalam sampai bisa berubah wujud seperti ini. Mengenai penyebab Gleid tiba-tiba berubah, dia sendiri pun tidak tahu. Apa mungkin karena doa-doanya yang terkabul selama ini? Yang ingin menjadi mermaid?

“Intinya, aku senang banget. Akhirnya impian aku terkabul, Rintan!” sorak Gleid di akhir kalimat saking senangnya.

Perlahan, senyum tipis terbit di bibir Rintan. “Gue senang kalo lo senang,” katanya kemudian.

“Halo, apa di dalam ada orang?” Hingga suara dari luar diikuti suara ketukan pada pintu mengalihkan perhatian dua remaja itu.

Keduanya sama-sama melirik ke pintu lalu beradu pandang. Gleid meneguk salivanya susah payah. Ekornya belum kering dan bagaimana ini?

Kerisauan jelas-jelas terpampang di wajah keduanya. Rintan tak kalah panik.

***

Dua Dunia (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang