Empat ⚜️

378 72 0
                                    

Jam tangan yang terlihat sangat biasa, berwarna hijau tua yang senada dengan seragamnya. Layarnya bisa menampilkan banyak hal. Salah satu teknologi canggih buatan manusia yang bisa memindahkan seisi komputer ke dalam satu benda kecil. Terlihat sangat biasa, dengan fungsi yang luar biasa —setidaknya untuk empat gadis yang terpaksa berhadapan dengan Kapten Choi.

Dan diletakkan tepat di depan hidung mereka.

"Jadi, hukuman apa yang sebaiknya aku berikan?" Yeonjun merebahkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia melirik sekilas ke arah anak buahnya. "Bagaimana kalau membantu petugas kantin?"

"Ide bagus," celetuk salah satu letnan. "Mereka kekurangan tenaga sejak beberapa petugas diturunkan ke darat."

Chaeyoung memutar bola matanya. Ia tahu salah satu letnan yang berdiri di dekat pintu. "Informasi yang menarik," sahutnya acuh.

Dibalas dengan decakan oleh sang letnan. "Dan hukuman untuk gadis militer karena telah menyusup ke ruang mesin tempo hari."

Mereka serempak mengumpat di dalam hati. Sama-sama melirik ke arah Chaeyoung yang menggunakan atribut lengkap ala prajurit militer. Kalimat itu cukup membuat mereka merinding. Apalagi melihat air muka sang kapten yang berubah dalam hitungan detik.

Tangannya ia tumpu di atas meja. "Kau tahu hukumannya jika menyusup ke ruang mesin tanpa izin, Nona Lee?"

Chaeyoung bergeming. Beberapa detik, kemudian ia mengangguk mantap. "Aku sudah hafal di luar kepala, kapten."

"Lalu, kenapa masih melanggar?"

"Ia mengaku tersesat saat itu, kapten." Kali ini Minju menjawab, menarik atensi sang kapten.

Yeonjun terkekeh. "Oke. Aku terima alasanmu, tapi aku mau bicara dengan teman kalian," katanya sambil memutar kursi. "Letnan Hwang dan Sersan Park, tolong antar mereka ke asrama masing-masing. Masalah hukuman akan kita bicarakan besok pagi."

"Ayo," kata petugas bernama Letnan Hwang, memberi kode kepada gadis lainnya untuk segera bangun.

Minju dan Isa dengan berat hati berdiri, tapi tidak dengan Yeji.

"Nona Yeji, silahkan ikuti Letnan Hwang," perintah Yeonjun sekali lagi.

"Aku ingin menemani sahabatku," sahut Yeji. Ia memperbaiki letak kacamata beningnya. "Memastikan sahabatku aman berada dalam satu ruangan dengan dua laki-laki?"

Yeonjun hampir saja berteriak tapi ia urungkan. Sebagai gantinya, ia menarik nafas panjang. "Kau bisa buang aku ke lautan jika aku melakukan hal yang melanggar norma, Nona Hwang Yeji."

"Bagaimana aku bisa tahu kau melakukan apa jika tidak ada pengawasan, Kapten Choi Yeonjun?" Yeji bersikeras.

"Ck, baiklah. Kalian berdua kembali ke asrama kalian."

Yeji tersenyum penuh kemenangan. Ia menatap tepat ke manik hitam legam milik sang kapten, mencoba memberi tahu bahwa ia baru saja kalah dengan seorang gadis. Sedangkan sang kapten menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Entah apa yang akan terjadi pada Chaeyoung. Masing-masing dari mereka bahkan menolak untuk memikirkan itu. Sampai lift membawa mereka ke lantai 8, asrama kelas ilmu pengetahuan alam. Isa melirik ke arah Minju, sebagai bentuk ucapan selamat tinggal dan segera melangkah keluar lift. Pintu lift ditahan oleh Sersan Park sampai ia memastikan Isa memasuki kamarnya. Begitu tubuh Isa hilang di balik pintu kamarnya, pintu lift kembali tertutup.

"Bolehkah aku ke toko kelontong dulu? Persediaan cemilanku habis."

"Tidak." Jawaban tegas itu keluar dari mulut Letnan Hwang.

The Greatest LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang