Lima ⚜️

383 79 10
                                    

Ini benar-benar kapal. Kapal raksasa yang memecah keheningan samudera pasifik. Mungkin lima puluh tahun silam, hampir tidak ada manusia yang membayangkan bahwa kaum mereka bisa menciptakan tempat sehebat ini. Hampir tidak ada yang mau memikirkan bagaimana menyeimbangkan kehidupan manusia dengan alam semesta tanpa saling menjatuhkan. Hampir tidak ada, selain The Four Greatest Ladies.

Sebutannya memang seperti itu. Empat wanita yang digadang-gadang sebagai ilmuan terhebat sepanjang sejarah manusia. Mereka pernah berjuang, saling bahu-membahu untuk menciptakan trobosan yang luar biasa bagi kaum manusia. Menciptakan tempat pelatihan para remaja yang jauh dari hiruk pikuk godaan duniawi, melatih para remaja yang mendekati kata 'sempurna', kemudian dilepas ke berbagai penjuru bumi untuk bersama-sama membangun kehidupan yang layak bagi seluruh umat manusia dan alam semesta.

Sampai kematian mereka menimbulkan kehebohan —ledakan di laboratorium, itulah alasan kematian mereka. Seluruh dunia menangis saat itu. Lantera berwarna kuning mengisi sebagian langit bumi. Rekaman-rekaman mereka diputar hampir dua puluh empat jam di seluruh dunia. Kanal-kanal berita menampilkan seluruh informasi tentang mereka.

Dunia pernah sesedih itu, kemudian bersamaan dengan raga mereka dikubur, cerita itu juga dikubur dalam-dalam. Dilupakan seolah mereka hanya pemeran figuran dalam penampilan drama picisan.

Masih belum ada penerus The Four Greatest Ladies sampai saat ini. Dan dunia pun setuju, bahwa mereka tidak akan pernah memiliki penerus. Menurutmu, apakah mereka benar-benar tidak ada?

"Seluruh murid semester akhir kelas militer silahkan berbaris dengan rapi!"

Pengumuman dari pengeras suara membuat jantungnya berdebar tiga kali lebih cepat. Kamis sore, giliran Chaeyoung diambil sampel DNAnya. Kabar buruknya, mereka belum berhasil mencuri apa yang mereka butuhkan, apalagi kabur.

Sepasang mata itu kembali menatap teman-temannya di luar ruangan. Tanpa bicara pun, ia sudah bisa membaca isi pikiran mereka. Apakah ini saatnya menyerah?

"Bagaimana ini?"

"Aku juga sedang berpikir, Lee Isa."

"Berpikirlah lebih cepat," desak Isa, yang dibalas dengan gerangan frustasi dari kedua temannya.

Saat itu, petugas pengambilan sampel DNA masuk ke ruangan. Mereka adalah dokter militer terbaik yang dimiliki oleh dunia. Kapten Choi muncul dari arah belakang, sempat melirik ke arah mereka yang berdiri kaku di depan ruangan. Kemudian tiga orang lainnya yang berhenti tepat di depan pintu ruangan.

Arah pandang Isa beralih ke Sersan Park yang bersandar di dinding lorong kapal. Kemudian kembali ke jendela ruangan yang menampilkan Chaeyoung dengan wajah kusutnya berdiri di barisan depan. Tiga orang lagi sebelum mereka mendapatkan sampel DNA Chaeyoung. Mereka terdesak, sama sekali tidak ada celah.

"Now or naver, guys."

Chaeyoung tiba-tiba berteriak dan memaki petugas yang berdiri di sampingnya, menuduh petugas itu telah mengelus bokongnya. Kapten Choi bergerak, begitupula ketiga anak buahnya. Begitu melihat kesempatan, Minju menekan tombol kecil di saku jaketnya.

Seluruh listrik tiba-tiba padam. Terdengar teriakan histeris dari seluruh penjuru kapal. Seisi kapal mulai panik, tidak terkecuali para petugas. Kejadian itu berlalu begitu cepat. Listrik kembali menyala beberapa detik kemudian. Semua orang kebingungan, tentu saja. Terutama Kapten Choi yang menyadari Chaeyoung —dan teman-temannya— menghilang.

"Cari mereka!" Berbuah satu perintah yang segera dituruti oleh anak buahnya. "Kemana Sersan Park?"

Mereka baru menyadari anggota mereka kurang satu. Sersan Park menghilang bersama empat gadis itu!

⚜️

Isa terpaksa mempercepat langkah kakinya begitu menyadari Sersan Park mulai bangkit untuk mengejarnya. Ia memaki kepada Chaeyoung yang harusnya membuat Sersan Park pingsan, bukan sekedar menghajarnya seperti anak SMA yang sedang bekelahi. Ia juga memaki diri sendiri karena jarang berkeliling kapal, kali ini ia tidak tahu jalan menuju titik kumpul mereka.

"Berhenti!" teriakan Sersan Park terdengar menggema di lorong-lorong kapal.

Tentu saja hal itu membuat Isa semakin berlari kencang. Ia berbelok di ujung lorong, masuk ke sebuah ruang tempat latihan fisik para murid kelas militer. Ia mengunci pintunya dan menahannya dengan meja kayu.

Ruangan ini cukup luas, kira-kira seluas lapangan basket indoor di daratan. Bisa dibilang Isa sedikit diuntungkan karena ruangan ini memiliki dua pintu. Pintu tadi adalah pintu belakang, dan sekarang ia sedang berlari ke arah pintu depan.

Di belakang sana, Sersan Park mulai berhasil membobol pintu. Pintu depan menghubungkan langsung dengan halaman terbuka di lantai 40. Angin laut menerpa rambut panjangnya yang diikat sembarangan. Kemudian ia berbelok ke tangga darurat.

Belum ada tanda-tanda kemunculan Sersan Park di belakangnya. Akhirnya ia memutuskan berhenti untuk membuka peta dari jam tangan yang berhasil ia curi. Ia harus mencari titik kumpul mereka sebelum kehebohan terjadi —walaupun sekarang pengeras suara sudah mengumumkan prihal kaburnya empat gadis dari masing-masing kelas.

Isa berhasil mengingat jalan menuju titik kumpul mereka setelah mempelajari peta dengan singkat. Ia baru akan menaiki tangga ketika lengannya ditarik dengan kasar dari belakang. Tubuhnya didorong hingga menabrak dinding. Nafasnya tercekat begitu mengetahui siapa orang itu.

"Kau sungguh merepotkan, Isa," katanya ditengah-tengah nafasnya yang menderu. Sudut bibirnya mengeluarkan darah segar, pukulan Chaeyoung cukup keras rupanya.

"Aku akan mengembalikan jam tanganmu, tapi tolong lepaskan aku." Isa memohon walaupun ia tahu semua itu tidak ada gunanya.

Sersan Park tampaknya agak sebal. Ia mencengkram lengan Isa dengan erat, menguncinya agar tidak kemana-mana. "Apa yang akan kau lakukan?"

Isa menghela nafas, sekuat tenaga menahan tangisnya. "Mencari keadilan untuk ibuku. Biarkan aku pergi, ku mohon, Jay."

Jay menghela nafas. Menatap manik cokelat muda itu membuat nafasnya tercekat. Ada kejujuran dan keputusasaan di sana, bahkan Jay bisa merasakan kesedihan yang begitu mendalam. Boleh katakan Jay terlalu berlebihan, tapi perasaannya ikut putus asa karena manik cokelat muda itu.

"Aku mohon. Lepaskan aku." Gadis itu mulai terisak. Sebulir air mata mengalir dari pelupuk matanya.

Cengkraman Jay pada lengannya berangsur-angsur melemah. Di detik berikutnya, Jay melepaskan tangannya kemudian mundur beberapa langkah. Melihat celah yang tercipta antara tubuhnya dengan tubuh sang sersan, Isa melempar jam tangannya ke lantai. Sempat menundukkan kepala sekilas ke arah Jay sebelum ia kembali berlari menaiki tangga. Ia tidak mengerti, sama sekali tidak mengerti.

Sersan Park sudah tidak mengejarnya lagi, ia berlari berlawanan arah dengan Isa. Tapi masalah selanjutnya adalah di titik kumpul yang sudah mereka janjikan, mereka tidak ada di sana. Begitupula pesawat yang sudah mereka siapkan.

Isa seolah dihantam ribuan ton jangkar kapal di atas dadanya. Mereka meninggalkannya?

⚜️

Hiiii! Gimana ceritanya so far? Semoga ngefeels ya🥺🫶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hiiii! Gimana ceritanya so far? Semoga ngefeels ya🥺🫶

The Greatest LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang