Sepuluh ⚜️

364 75 5
                                    

Makan malam hari ini adalah sup labu buatan Yeji. Markas ini punya laboratorium bawah tanah yang berisi berbagai macam tumbuhan, luasnya kira-kira dua kali lapangan sepak bola. Semua tumbuhan tumbuh dengan teknologi canggih. Isa — dan ibunya— adalah penguasa ilmu pengetahuan itu. Labu ini salah satu hasil panennya. Ini adalah labu paling sempurna yang pernah mereka makan.

Ini jam 8 malam, mereka masih menunggu keputusan sang kapten. Untuk pertama kalinya dalam sejarah karirnya, Yeonjun tidak bisa memutuskan apapun. Kembali ke The Roxyburgh sama dengan bunuh diri, Taeyong akan tetap menyingkirkan empat gadis ini —bonus ketiga anak buahnya. Tapi menetap di sini... entahlah. Mereka adalah gadis-gadis gila yang bahkan tidak butuh seorang Kapten.

Hubungan mereka sudah lebih baik sejak tadi siang. Hyunjin dan Minju masih sering berdebat, tapi sudah tidak punya keinginan untuk melubangi kepala masing-masing. Lihat saja sekarang Minju sedang menyentil dahi Hyunjin karena tidak mendapat strike saat main bowling, dilanjutkan oleh cacian pedas dari Lee Chaeyoung. Bisa dibayangkan betapa sialnya Letnan Hwang saat ini?

Sunwoo, Isa dan Jay jadi satu tim. Pembagian yang tidak adil karena Sunwoo dan Jay sangat jago main bowling. Mereka terus-terusan mendapat strike. Begitupula Isa yang cepat belajar, walaupun belum pernah mendapat strike, setidaknya ia selalu menjatuhkan delapan pin.

"Kau tidak ikut tanding?" Yeji datang dari dapur kemudian duduk di sampingnya. Yeji mendorong sekaleng minuman soda ke arah sang kapten.

Mereka sedang duduk di bar minuman di lantai tiga. Lantai ini penuh dengan permainan yang seru, seperti tempat bermain yang bisa dijumpai di mall-mall.

Setelah mengucapkan terima kasih, Yeonjun membuka penutup kaleng dengan satu tangan. "Kau sendiri?"

Yeji melirik ke arah mereka yang sedang merayakan kemenangan tim Sunwoo, Jay dan Isa. Ia terkekeh. "Aku terbiasa berdiam diri di meja belajar. Rasanya aku tidak cocok bermain seperti itu."

Yeonjun ikut terkekeh. "Aku kaget karena kau juga perlu belajar."

"Kau tidak akan tahu isi buku kalau kau tidak membacanya, Kapten."

Yeonjun terkekeh lagi, menganggukkan kepala setuju. Ia menatap Yeji yang sedang meneguk minuman sodanya sampai habis. "Aku akan kembali," katanya pada akhirnya.

Yeji menoleh. Ia menghela nafas. Jarinya menggoyangkan kaleng minuman soda yang sudah kosong. "Bagaimana kalau Taeyong membunuh kalian?"

"Aku akan memalsukan kematian kalian."

"Itu bukan jalan keluar, kapten. Itu hanya akan menunda masalah." Yeji memutar badan. Ia menatap Yeonjun yang juga sedang menatapnya.

Yeonjun melirik sekilas ke arah teman-temannya. Kali ini mereka sedang main biliar di balik rak buku raksasa yang membatasi ruangan. "Jay sebenarnya memaksa kami untuk menetap. Kabar buruknya sepertinya ia menyukai salah satu adikmu."

"Sungguh?" Yeji tertawa kecil. "Isa berkata Sersan Park membiarkannya pergi tempo hari."

Yeonjun membulatkan mata. "Wah, bersekutu pada musuh? Akan ku penggal kepalanya."

Yeji kembali tertawa keras. "Aku akan bertanggung jawab atas prilakunya itu."

Terdengar teriakan heboh dari belakang mereka. Kali ini tim Hyunjin, Minju dan Chaeyoung menang karena Hyunjin sangat pandai bermain biliar. Jadilah sekarang mereka pindah ke permainan dance pad pump karena skor kedua tim imbang.

"Tapi aku tidak bisa membayangkan kalau Isa tidak berhasil kabur hari itu," lanjut Yeonjun setelah teriakan mereka mereda, berganti dengan lagu pop yang sangat keras. "Ah, mengapa aku harus berhadapan dengan Lee Taeyong?!"

The Greatest LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang