XIV. A CALL

813 63 4
                                    

Buat kalian yang sudah kasih semangat buat author, terimakasih banget banget banget ya....༎ຶ‿༎ຶ
Dengan support kayak gitu, bisa buat author happy dan tambah semangat buat nulis loh...(~ ̄³ ̄)~

Sekali lagi, THANK YOU EVERYONE❤️

∅ ∅ ∅

Happy reading semuanyaaaaaaa

• • •


Malam harinya, saat jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, Karamel tengah berada di depan televisi bersama dengan sepiring nasi goreng di atas meja dan tak lupa dengan segelas air putih. Karamel juga sempat menyalakan televisi untuk menemaninya makan malam hari ini.

Namun, suara nyaring yang dihasilkan dari sendok yang bersentuhan dengan piring jauh lebih dominan dibanding dengan suara televisi yang terdengar. Itu mungkin karena Karamel sangat menikmati makanannya. Sehingga Karamel tidak sadar kalau ia sedang membuat kebisingan. Syukurnya lagi, tidak ada yang bisa memprotes Karamel. Sebab hanya Karamel yang tinggal di rumah minimalis ini.

Setelah meneguk semua air yang ada di dalam gelas, Karamel beranjak dari duduknya berlalu menuju dapur. Meletakkan piring kotornya di tempat pencucian piring. Gelas kosong yang masih Karamel pegang kembali diisi dengan minuman bersoda dari dalam kulkas. Setelah itu, Karamel kembali ke ruang tengah berniat bersantai sembari menonton acara televisi yang sedang berlangsung.

Uwih..... Uwiuwiuwi uwiuwi...... Uwiuwiuwi uwiuwiuwi.....

Perhatian Karamel teralihkan oleh suara bising yang diciptakan oleh ponsel yang ada di depannya. Karamel pun segera meraih ponselnya dan bersiap untuk mengangkat. Namun, jari jempolnya tiba-tiba berhenti di udara. Tidak jadi mengangkatnya dan malah membiarkan ponselnya terus berdering dalam genggamannya.

Alisha is calling...

Nama itulah yang menjadi penyebab Karamel tidak langsung mengangkatnya.

"Alisha? Sejak kapan Alisha tau nomor telepon gue?" tutur Karamel kebingungan.

Karamel tiba-tiba menepuk jidat, merutuki ketololannya. "Lupa gue. Ini kan dulunya ponsel Esha. Ya otomatis nomornya masih di simpen dong sama orang-orang. Contohnya Alisha."

"Tapi, kenapa Alisha nelpon? Dia kan tau, kalau Esha itu udah mati." Karamel mulai menegang.

"Atau jangan-jangan, Alisha cuma iseng doang kali ya? Tapi, gak mungkin Alisha segabut itu. Masa gabutnya nelpon orang yang udah mati, sih. Ngeri amat dah." Berbagai spekulasi mengenai Alisha yang tiba-tiba menelpon memasuki kepala Karamel. Sehingga membuat Karamel dilanda kebingungan hebat. Ditambah lagi denyut jantungnya yang terus berdetak kencang akibat deg-degan.

"Aduh, angkat gak ya? Angkat gak nih?" racau Karamel yang kelimpungan sebab ponselnya terus berdering tidak mau berhenti. Mana nada deringnya aneh banget lagi.

Karena tidak tahan mendengarnya, Karamel melempar ponsel itu sambil menutup mata dan berhasil mengenai dinding lalu terjatuh di atas lantai, sehingga menciptakan suara kegaduhan beberapa detik. Suara aneh itu berhasil hilang dan membuat Karamel mendekat.

Dengan wajah seolah-olah tidak terjadi apa-apa, Karamel meraih ponsel itu yang tergelatak secara terbalik di atas lantai. Karamel meringis pelan menatap layarnya yang telah retak bahkan ada beberapa bagian yang hancur di bagian pinggirnya.

Karamel menekan-nekan layarnya dan memencet tombol power serta tombol volume beberapa kali. Bermaksud mengeceknya, apakah masih menyala atau sudah rusak. Karamel menghembuskan napas lega, karena ponsel itu tidak mau menyala alias sudah rusak.

𝐎𝐔𝐓 𝐎𝐅 𝐓𝐇𝐄 𝐁𝐋𝐔𝐄  [нιαтυѕ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang