Enam

58 31 0
                                    

Kamis, 25 Agustus 2022

•••

Siang ini Yedam terbangun dari tidurnya, bagaimana dirinya memilih untuk menginap di kontrakan rumah milik Rendi. Bagaimana terlihat jelas bentuk Kamar Rendi yang penuh dengan penghargaan dan piala-piala berada di atas lemari.

Yedam berusaha untuk mengisi nyawanya kembali, dengan hanya diam dan sekuat mungkin membuka matanya. Terlihat Rendi masih tertidur itu, "Astaga. Ini anak ternyata masih molor, gue kira gue ini yang kebo. Ternyata ada yang lebih kebo." ucap Yedam dengan senyum tipis.

Yedam berdiri dan mencoba untuk mengambil jaket miliknya yang ada di kursi belajar milik Rendi. Bagaimana pandangannya terarah fokus melihat isi meja Rendi. "Astaga. Ini Rendi tidur jam berapa? Apaan si yang dia kerjain?" Yedam melihat-lihat buku dan kertas-kertas yang berserakan di atas meja itu.

"Buset, emang si Rendi nggak normal. Ngapain ada manusia yang gila belajar kayak dia?" ucap Yedam, melihat Rendi masih tertidur itu.

Yedam menghembuskan napas. "Rendi lebih cocok jadi anaknya papa dan mama. Dari pada gue,  bener-bener nggak cocok banget" lagi ucap Yedam.

Yedam segera memasang jaketnya dan mengambil gitar miliknya. "Rendi, gue cabut dulu, ya? Maaf ya gue nggak bilang Lo kalo mau cabut. Thanks" ucap Yedam yang beranjak keluar dan membuka pintu pelan.

"Oh, iya. Rendi, Lo jangan terlalu belajar keras cuma buat selembar kertas yang nggak menjamin hidup Lo!" ucap Yedam dengan kekehan kecil. Karena Yedam tau, jika dia berkata seperti itu Rendi akan membanting tubuhnya.

•••

Siang ini bagaimana cuaca sangatlah panas. Yedam terus berjalan menyusuri sudut jalan. Langkahnya tidak memiliki tujuan. Dengan gitar yang terus dia bawa, Yedam melangkah menuju tempat yang dia pikir mungkin saja bisa membuat pikirannya lebih tenang.

Napas Yedam Terdengar berat ketika sudah sampai ke tujuannya. Sebuah kursi panjang di siang hari, cukup panas hari ini. Tapi kursi itu cukup teduh untuk di duduki. Dengan rasa lelah yang Yedam rasakan, dirinya memilih duduk.

Suara desisan terdengar dari Yedam, "Kenapa si hidup gue nggak bisa semulus kulit Jung Jaehyun ataupun Lee Taeyong?!" ucap Yedam.

Beberapa menit Yedam duduk disitu, rasa panas mulai terasa di tubuhnya. "Cuaca hari ini bener-bener panas banget!" ujar Yedam. Bagaimana pandangannya terasa silau ketika melihat langit siang itu.

Yedam mengacak rambutnya yang sudah berantakan itu, "Gue pengen teriak, tapi nanti dikira gue gila atau bahkan kelainan kelamin," desisnya. Bagaimana Yedam merasa otaknya dan dirinya sedang tidak sejalan.

"Maksud kamu kelainan kelamin?" suara itu mengejutkan Yedam. Bagaimana Lea, perempuan yang Yedam kira adalah sosok lain datang dengan membawa sekantong plastik.

"Banci?" jawab Yedam cepat.

Lea mengeluarkan satu minuman teh bermerek teh pucuk harum, rasa Terbaik ada di pucuknya. Dan meletakkannya di samping Gitar milik Yedam yang di letakan di kursi itu. "Hah? Apa hubungannya?" Tanya Lea.

Yedam tidak menjawab dan matanya terarah oleh sebotol minuman yang ada di sampingnya. "Lupakan. Wah, Es teh. Terima kasih" ucap Yedam mengambil minuman itu dengan senang.

Lea yang masih berdiri itu berkata, "Bukan es teh. Tapi teh pucuk harum!" Jelas Lea ke Yedam.

"Sama aja, ngab. Ini itu teh, dari pohon teh."

Lea menatap sinis Yedam yang ada di hadapannya. "Suka-suka kamu." ucap Lea membiarkan pemikiran Yedam.

Lea masih berdiri di samping kursi panjang itu, pandangannya terus menelisik orang-orang yang berlalu lalang. "Ngomong-ngomong dari mana aja Lo? Beberapa hari setelah kejadian gue ngira Lo setan, tiba-tiba hilang." tanya Yedam, beberapa hari setelah kejadian itu Yedam sering sekali lewat jalan ini.

"Sibuk."

"Sibuk apa?" Tanya Yedam.

"Jangan ingin tau! Kita bukan teman. Oke, aku permisi. Ini masih siang bolong, bukan waktunya buat bersantai." ucap Lea. Sebelum pergi begitu saja meninggalkan Yedam.

Yedam hanya bisa diam tanpa ekspresi. Ketika perempuan bernama Lea itu, bisa-bisanya mengabaikan dirinya begitu saja. "Anjir, jadi cewek irit banget!" ucap Yedam kesal.

Yedam kembali meminum Teh pucuk harum pemberian Lea kepadanya. Setelah meminum beberapa teguk, Yedam melihat seksama label Minuman itu dan menutup kembali teh pucuk harum itu. Entah Kenapa tangannya terangkat begitu tinggi. "AH---- SEGAR. INGAT TEH PUCUK HARUM, RASA TERBAIK ADA DI PUCUKNYA!" ucap Yedam dengan suara keras. Perasaannya saat ini sedang bercabang. Yedam ingin sekali berteriak, namun tidak bisa. Dia pikir dengan cara seperti ini rasa khawatir di dirinya mampu mereda.

"PUCUK....PUCUK...PUCUK..." lagi ucap Yedam keras.
Membuat siapa saja orang-orang yang tengah berlalu lalang di sana menatapnya aneh.

Yedam menyadari orang-orang tengah melihatnya. "Ngapain lihat-lihat? Gue lagi iklan Teh pucuk harum. Siapa tau bisa jadi bintang iklan, iyakan?" ujar Yedam. Membuat orang-orang semakin bingung dan hanya bisa geleng-geleng dengan kelakuan laki-laki itu.

Setelah Yedam merasa lebih enakan dan baikan. Dirinya kembali berdiri dari duduknya. "Gue harus pulang. Gue nggak boleh egois dan menyesal nanti." ucap Yedam membawa Gitar dan tentu saja botol teh pucuk harum yang sudah kosong itu.

Dengan pertimbangan, Yedam memutuskan untuk kembali kerumahnya. Bagaimana pun, dirinya harus pulang. Sampai kapan dia akan terus pergi dari rumah. Meski mimpinya bertentangan dengan keinginan orang tuanya. Yedam yakin, jika berusaha lebih keras lagi. Orang tuanya akan luluh dan mendukung mimpinya.

•••

"Ingat! Teh pucuk harum rasa Terbaik ada di pucuknya" - Yedam

•••

Tolong maafkan aku kalo typo:) terima kasih

Untuk Tuhan || Bang Yedam✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang